Jumat, 15 Juni 2012

JANGAN TAKUT HIDUP

“Eirene, aku sedang bingung nih mau bikin renungan tapi kehabisan ide!” Begitulah jawaban yang meluncur dari bibir saya ketika anak saya, Eirene bertanya. “Papi kenapa sih? Kayak orang kebingungan! Emangnya tentang apa pih?” lanjutnya.

“Tentang ‘jangan takut hidup, Tuhan menyertai kita’”, Jawab saya rada ketus.” Tema-tema itu kan sudah biasa dan umum didengar!”

“Mengapa harus pusing, ceritakan saja pengalaman papi sewaktu sakit dan mau dioprasi. Bukankah papi merasa ketakutan? Nah, bagaimana selanjutnya papi merasakan pertolongan itu. Ini pasti orisinil dan tidak membosankan.” Jawab Eirene. Kalimat itu memberi inspirasi. Memang benar, pengalaman dicengram rasa takut yang luar biasa salah satunya adalah ketika saya menderita sakit tumor yang bersarang di dalam tulang leher (c2) setahun yang lalu. Namun, hal itu dapat dilewati dengan keyakinan bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan saya. PertolonganNya begitu nyata melalui orang-orang yang Tuhan hadirkan ada dekat saya tepat ketika saya membutuhkannya.

Benar, setiap orang tanpa kecuali pasti pernah mengalami ketakutan. Entah takut menghadapi sakit dan kematian, takut menghadapi ulangan, takut cintanya ditolak, takut kelaparan, takut tidak bahagia, takut tidak diterima, dan seabreg lagi ketakutan-ketakutan yang lain. Di balik ketakutan sebenarnya ada hal yang positif. Seseorang takut sakit, maka ia akan menjaga tubuhnya, pola makan dan berolah raga secara teratur. Karena takut sengsara maka ia akan bekerja keras, belajar dengan tekun. Karena takut akan bencana maka manusia merawat lingkungannya dengan baik. Karena takut akan Tuhan, maka seseorang akan hidup menurut kehendakNya. Sampai batas-batas tertentu rasa takut memang diperlukan oleh manusia. Yang dimaksud dengan renungan kita hari ini jelas bukan rasa takut yang seperti ini. Tetapi perasaan takut yang menguasai diri kita sehingga membuat kita menjadi pesimis untuk menjalani hidup ini.

Apa sebenarnya yang membuat manusia diliputi oleh ketakutan? Mungkin salah satunya adalah cara pandang terhadap diri sendiri dan masalah yang sedang dihadapi. Kita sering memandang diri sendiri dan kemampuan kita sangat terbatas, kecil. Sebaliknya, memandang persoalan, penderitaan, ancaman dan kesulitan hidup itu sangat besar. Akibatnya, kita menjadi pesimis dan berkata, “Pasti aku tidak akan mampu mengatasinya! Aku takut!” Selain itu seringkali orang dicengkram rasa takut oleh karena dia merasakan dalam hidupnya tidak ada yang mendukung. Dia merasakan kesendirian. Nah, bagaimana kita mengatasinya?

Setelah kita mengenali penyebab rasa takut, marilah kita mencoba mencari solusi untuk mengatasinya. Cobalah kita realistis, kembali kepada pengalaman-pengalaman masa lalu kita ketika berjumpa dengan hal-hal yang mengerikan. Kalau mau jujur sebenarnya ada banyak ketakutan yang sangat mencekam namun setelah dihadapi ternyata kita mengatakan, “Tidak seseram yang dibayangkan sebelumnya.” Pertama kali dokter meminta saya untuk di MRI, ketakutan luar biasa menghampiri saya. Masuk dalam lorong yang sempit, hanya pas di badan, tidak boleh bergerak, dan suara yang begitu berisik. Saya katakan kepada istri saya, “Mungkin beginilah rasanya masuk dunia orang mati, masuk dalam peti mati!” Belum lagi harap-harap cemas menantikan hasil MRI itu. Tetapi kini setelah 11 kali menjalani MRI, hal itu biasa-biasa saja tuh, ejoy aja!

Lihatlah dalam diri kita, ada potensi-potensi, talenta, kemampuan yang Tuhan sudah tanamkan dalam diri kita. Pergunakanlah itu semua dalam menghadapi persoalan hidup. Bukan hanya pasrah saja.

Hal yang lain janganlah selalu beranggapan, “Sayalah orang yang paling malang” dan mengasihani diri sendiri. Lihatlah, buka mata kita ada banyak orang yang lebih besar menanggung kesulitan hidup. Sekalipun kita harus menghadapi pergumulan hidup itu, yakinilah bahwa Tuhan menyertai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar