Jumat, 02 Mei 2025

GEMBALAKANLAH DOMBA-DOMBA-KU

“Aku sudah tidak bisa lagi bertahan dalam pekerjaan ini, lebih baik kembali pada pekerjaan lama!” Demikian gerutu seorang pekerja yang sedang penat karena tekanan pekerjaan yang membebaninya. Ya, ada beberapa alasan mengapa orang ingin kembali pada pekerjaan lamanya. Alasan itu, antara lain: Kenyamanan dan familiaritas, pekerjaan lama sering kali sudah familiar dan memberi rasa nyaman. Hubungan dengan kerabat dan dunia kerja bukan hal asing lagi. Sebaliknya, dalam pekerjaan baru yang sedang ditekuni tidak menemukan visi yang jelas, tantangan berat, dan merasa diri tidak kompeten.

 

Kata Simon Petrus kepada mereka: ‘Aku pergi menangkap ikan.’ Kata mereka kepadanya: ‘Kami pergi juga dengan engkau.’” (Yohanes 21:3). Dialog singkat memberi kesan kuat bahwa Petrus yang dulu disebut Batu Karang itu ingin kembali menekuni perkerjaan lamanya, menangkap ikan. Menjadi nelayan! Aura kepemimpinannya belum luntur sepenuhnya. Terbukti, enam temannya masih mengikuti langkahnya.

 

Masuk akal kalau kita geregetan dan memandang sinis sikap Petrus dan keenam temannya itu. Bukankah mereka telah mengalami perjumpaan dengan Yesus yang bangkit itu? Minimal dua kali mereka berhadapan muda dengan Yesus dan Yesus telah memberikan mandat mengutus mereka, “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu!” Yesus mengutus mereka bukan dengan tangan hampa. Mereka diberi kuasa dengan menghembuskan Roh Kudus! Jelas, Yesus mengutus mereka bukan ke danau Galilea untuk kembali menangkap ikan. Bukankah dulu, Ia memanggil mereka di danau itu untuk menjadi penjala-penjala manusia? Jadi, di mana iman kebangkitan itu? Ke mana perginya iman Paskah itu?

 

Sabar, sebelum geregetan dan sinis menjadi lebih akut, mungkin kita bisa berada dalam posisi mereka. Iman Paskah itu tidak serta-merta membuat Petrus kembali sekokoh batu karang dan teman-temannya berapi-api memberitakan kebangkitan itu. Sebagaimana Anda dan saya, setiap kali kita mengalami guncangan hebat dalam kehidupan ini, pemulihannya juga bertahap. Ini manusiawi! Tahapan yang menuju pada progres positif itu dapat kita lihat dalam setiap perjumpaan Yesus yang bangkit dengan murid-murid-Nya. Perjumpaan pertama ditandai dengan ketakutan luar biasa dari para murid sehingga mereka mengunci diri dalam sebuah ruangan. Mereka takut terhadap orang-orang Yahudi. Yesus muncul di tengah-tengah mereka dengan membawa damai sejahtera dan memperlihatkan luka-luka-Nya. Sayang, pada waktu itu Tomas tidak hadir bersama dengan mereka.

 

Ketidakhadiran Tomas membuka jalan untuk perjumpaan kedua. Benar, mereka masih berada dalam ruangan yang sama, tetapi kali ini sama sekali tidak ada gambaran bahwa mereka dilanda oleh ketakutan alih-alih mereka belajar untuk memberi kesaksian. Ya, kesaksian itu mereka tunjukan kepada Tomas. Sayang, Tomas tidak mau menerima mentah-mentah kesaksian teman-temannya itu. Namun, lagi-lagi ini membuka jalan untuk mereka, khususnya Tomas mengalami perjumpaan dan pemulihan. Dampak dari perjumpaan kedua ini, mereka semakin dipulihkan dari trauma ketakutan yang mengguncang mereka. Di sinilah terkenal pengakuan Tomas: “Ya, Tuhanku dan Allahku”. Perjumpaan ini pula yang menegaskan pernyataan Yesus: “Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya!”

 

Terbukti, mereka telah mengalami progres pemulihan. Mereka tidak lagi mengunci diri dengan depresi ketakutan. Mereka keluar dan beraktivitas layaknya semua orang yang harus berinteraksi, berelasi dan mencari penghidupan. Meskipun demikian, mereka tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Seperti orang siuman, mereka bangun tetapi tidak tahu ada di mana dan mau ke mana. Bukankah, dalam kondisi seperti ini adalah wajar kalau kembali kepada dunia dan pekerjaan lama mereka, yakni : Galilea dan menjadi nelayan?

 

Di titik inilah perjumpaan dengan Yesus yang bangkit untuk ketiga kalinya terjadi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perjumpaan kali ini bukan lagi menghilangkan ketakutan mereka, melainkan meneguhkan kembali visi dan misi-Nya untuk segera dikerjakan para murid, khususnya Petrus. Dialog Yesus yang bangkit dengan Petrus sangat kaya untuk digali. Kali ini kita akan melihat dari tugas pengutusan yang diberikan Yesus kepadanya. Kita, masih ingat dalam perjumpaan pertama ketika Yesus menyatakan pengutusan kepada para murid: “Seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu!” 

 

Seperti Bapa mengutus Aku. Pengutusan Bapa terhadap Yesus itu ditanggapi holistik, menyeluruh baik dalam kata yang berupa ajaran, pernyataan dan pemberitaan Injil Kerajaan Allah maupun dalam perilaku kehidupan Yesus itu, dalam bentuk empati, pemulihan dan pengusiran setan. Yesus telah berhasil melaksanakan mandat dari Bapa-Nya itu dengan menjadi Gembala Baik yang memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi domba-domba-Nya. Dalam pemahaman ini, tentu saja ketika Yesus meneguhkan kembali visi dan misi-Nya kepada Petrus, Ia ingin Petrus menanggapi dan menjalaninya seperti apa yang sudah Ia peragakan.

 

Sama seperti Yesus menanggapi mandat dari Bapa-Nya dengan cinta kasih dan bukan dengan beban berat, tentu saja Ia berharap Petrus dapat menerimanya dengan kasih yang serupa. Maka, pertanyaan tentang “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” menjadi relevan. 

 

Petrus telah belajar dari kegagalannya. Ia tidak memberikan jawaban yang sama seperti dahulu, “Tentu, saya akan memberikan nyawaku untuk-Mu!” ia telah belajar untuk menjadi rendah hati. Kini ia mengenali kelemahan-kelemahannya dan dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya, yang dapat ia jawab, “Engkau tahu bahwa aku mengasihi-Mu!” Yesus memintanya, “Gembalakanlah domba-domba-Ku!” Petrus sedih karena Yesus mengulang pertanyaan yang sama sampai tiga kali.

 

Dalam kesedihan yang memulihkan itu Petrus dipanggil untuk menggembalakan domba-domba Yesus. Iya, bukan domba-dombanya sendiri! Tugas untuk menggembalakan itu pertama-tama ditujukan untuk ‘anak-anak domba’, dapat diartikan bukan saja anak-anak secara fisik yang masih polos, tetapi juga mereka yang papa, miskin, cacat dan terpinggirkan. Tugas menggembalakan atau lebih tepat disebut pemeliharaan dengan cara memberi makan, tentu saja tidak harus diartikan secara harfiah, meski tidak bisa diabaikan. Petrus diminta untuk memberi perhatian kepada mereka, untuk ada bersama-sama mereka sama seperti dulu Yesus berada di tengah-tengah orang terpinggirkan, lapar dan menderita.

 

Selanjutnya, Petrus diminta untuk menggembalakan domba-domba dewasa. Petrus diminta untuk memberi arah yang jelas bagi kawanan domba dewasa itu. Ia harus dapat membimbing atau menyupervisi ke tempat-tempat di mana mereka bisa mencari makan sendiri.

 

Lalu, dengan cara bagaimana Petrus harus memberi makan dan mengarahkan mereka? Jelas, dengan kekuatan sendiri tidak mungkin ‘batu karang’ itu dapat bertahan. Tidak ada cara lain, kecuali dengan Yesus! Sebab, dalam diri dan firman-Nya, Yesus adalah makanan bagi semua domba-domba-Nya. Petrus dipanggil untuk menuntun orang-orang yang berkembang dalam iman pada arah yang benar. Satu-satunya pedoman untuk itu adalah firman-Nya sendiri. Petrus dipanggil untuk mengikuti dan meneladani Gembala Baik itu dengan cara menuntun kawanan, mencuci kaki orang lain, memberi mereka makan, dan untuk memberikan hidupnya bagi mereka yang dipercayakan kepadanya.

 

Petrus adalah kita, Petrus adalah gereja-Nya yang terus tumbuh, diutus ke dalam dunia yang penuh tantangan. Pemulihan itu tidak hanya berlaku bagi Petrus. Ia memulihkan kita juga. Sama seperti Petrus, kita juga pernah gagal dalam beriman. Kita pernah merasa tidak tahu lagi harus melakukan apa. Kita pernah ingin kembali kepada hidup lama kita. Kita adalah Petrus yang dicintai dan dipulihkan. Kini, Ia ingin kita sepertiPetrus yang siap untuk memberi diri bagi sebanyak mungkin orang sehingga mengenal Sang Gembala Agung yang penuh kasih karunia itu!

 

Jakarta, 2 Mei 2024 Minggu Paskah III, Tahun C  

 

Kamis, 24 April 2025

TAK BERHENTI BERSAKSI

Bukan hambatan yang dapat menghentikanmu, tetapi ketakutanmu! Ada benarnya ungkapan tersebut. Ketakutan bukan saja dapat menghentikan langkah, jauh dari itu mematikan kita! Ketakutan membuat seseorang menjadi tidak berdaya karena beberapa alasan;

 

Ketika seseorang dilanda ketakutan, tubuhnya akan merespons dengan melepaskan hormon stres seperti adrenalin dan kortisol. Ini menimbulkan gejala fisik seperti jantung berdebar, nafas cepat, dan tremor disertai gugup, yang membuat seseorang tidak dapat mengendalikan diri dan tidak berdaya. Selain gejala fisik, ketakutan juga dapat menggiring pikiran ke arah negatif dan katastrofik. Katastrofik adalah gambaran pikiran atau situasi yang sangat buruk. Ini adalah pola pikir berlebihan dan tidak realistis tentang kemungkinan terburuk. Ketika ada dilanda ketakutan dan menjurus pada katastrofik, maka yang ada dalam benak Anda adalah sebuah kondisi yang sangat buruk. Banyak orang mendengar vonis dokter tentang sakit yang dideritanya kemudian masuk dalam perangkap ini; sakit ini akan mengantarku pada gerbang kematian! Atau ketika mengalami kemunduran dalam bisnisnya, segera akan berpikir: tak lama lagi perusahanku akan bangkrut!

 

Contoh lain dari pikiran katastrofik, “Jika saya tidak dapat melewati ujian ini, maka saya tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan yang baik!” Atau, “Jika saya mengalami kecelakaan, saya tidak akan pernah bisa pulih lagi. Over thinking ekstrem! Ya, setiap orang dapat dihinggapi ketakutan seperti ini sehingga mempengaruhi kemampuannya untuk berpikir realistis, bertindak normal dan membuat keputusan rasional.

 

Salah satu indikasi yang dapat kita lihat dari orang yang sedang dikuasai oleh ketakutan ialah: upaya menghidar dari sumber ketakutan itu. Ia akan menutup diri dari pelbagai kemungkinan terhubung dengan apa yang mengancamnya. Ketika Anda takut dengan seseorang, Anda akan menutup diri bahkan Anda tidak enggan membayangkan wajahnya sekalipun. Anda akan memilih memutar jalan, meskipun jauh demi menghindari lewat depan rumahnya!

 

Meski Maria Magdalena yang telah berjumpa dengan Yesus yang bangkit itu menceritakan dengan teramat jelas, namun tampaknya tidak membuat para murid antusias dan menjadikannya sebagai bahan bakar yang dapat membakar segala ketakutan mereka. Mereka bergeming mengunci diri. “… berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi…”(Yohanes 20:19). Injil Yohanes mencatat dengan jelas alasan para murid mengunci diri tidak lain karena takut!

 

Ketakutan yang melanda para murid melumpuhkan ingatan mereka tentang perkataan Yesus ketika masih di Galilea bahwa Anak Manusia harus menderita sengsara, mati dan pada hari ketiga bangkit kembali. Ketakutan membuat mereka menyimpulkan bahwa kabar yang dibawa oleh para perempuan yang pergi ke kubur Yesus hanyalah omong kosong. Ketakutan membuat mereka tidak dapat mencerna warta kebangkitan yang disampaikan oleh Maria Magdalena. Dan, ketakutan membuat mereka terpasung dalam kamar yang terkunci itu!

 

Namun, bukankah ini tidak berlebihan? Trauma mendalam yang mereka alami dan rasakan adalah nyata buat mereka! Ya, inilah kerapuhan manusia. Titik nadir manusia ketika kehilangan asa dan daya, terperangkap oleh katastrofik kronis. Bukankah setiap orang dapat dan berpotensi mengalaminya? Tepat, setiap orang tidak ada yang bebas dari kondisi ini. Manusiawi!

 

Tepat di titik nadir katastrofik Yesus yang bangkit itu hadir. Ia menembus pintu yang terkunci itu. Ia hadir membawa syalom alaikhem! Damai sejahtera yang dibawa-Nya justru di tengah-tengah situasi murid-murid yang sedang lumpuh, tidak berdaya. Ia tidak mencela Petrus yang sebelumnya dengan gagah berani pasang badan untuk Yesus yang akan ditangkap namun berubah menjadi pengecut sebelum ayam berkokok. Sorot mata-Nya tidak menghakimi Yohanes dan Yakobus yang pernah meminta untuk duduk di sebelah kanan dan kiri-Nya. Tatapan-Nya bukan tatapan sinis terhadap semua murid lainnya yang kocar-kacir ketika Ia seorang diri diadili, didera dan disalibkan.

 

Tatapan-Nya pastilah sejalan dengan damai sejahtera yang diucapkan-Nya. Teduh, penuh kasih dan membangkitkan pengharapan! Para murid yang terluka oleh sengat maut itu dipulihkan-Nya, bukan dengan menunjukkan keperkasaan bahwa Ia telah mengalahkan maut. Namun, Ia menunjukkan luka-luka bekas paku dan lubang di lambung bekas tusukan tombak itu. Seolah Yesus menunjukkan, ini Aku yang tersalib itu, orang yang sama. Ya, sama seperti kalian yang bisa terluka. Luka-luka inilah yang dulu oleh Yesaya disebut, oleh bilur-bilurnya kamu sembuh!

 

Yesus memulihkan para murid dengan salam damai sejahtera, menunjukkan luka-luka-Nya dan menghembusi mereka dengan Roh Kudus. Ini semua dilakukan-Nya agar sama seperti diri-Nya: bangkit! Ya, bangkit dari keterpurukan, bangkit dari katastrofik, menggunakan segala potensi mereka untuk meneruskan karya-Nya di muka bumi ini. Menjadi saksi kebangkitan-Nya, menabur iman Paskah!

 

Benar saja, perlahan tapi pasti para murid dipulihkan dan mereka benar-benar bangkit. Pintu yang terkunci itu pada akhirnya dibuka. Yerusalem yang mengancam mereka kini mereka hadapi. Farisi, Mahkamah Agama, dan para imam bukanlah orang atau pihak-pihak yang layak untuk ditakuti, “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kisah Para Rasul 5:29) dengan lantang Petrus yang telah dipulihkan itu membela dan memberitakan iman Paskah!

 

Yesus tahu ketakutan Anda. Yesus mengerti katastrofik Anda. Sama seperti kepada para murid-Nya, Ia tidak pernah menghakimi atau mencela. Yang Yesus lakukan adalah memulihkan. Ia ingin Anda pulih! Ingatlah akan luka-luka-Nya itu. Bila saat ini Anda sedang mengunci diri, takut dan muak akan tipu daya orang-orang di sekitar Anda. Bila Anda merasa terancam, tidak satu pun orang peduli dengan dirimu. Ingat, ada satu nama yang peduli. Ia yang telah terluka dan tertikam oleh karena dosa dan kesalahan kita. Ya, nama itu adalah Yesus! Izinkan Dia menghembusimu dengan Roh-Nya yang Kudus. Bukalah hatimu untuk menyimak kebenaran yang dibisikkan-Nya. Teguhkan hatimu bahwa Dia memberi kekuatan untuk melanjutkan karyamu, menapaki masa depanmu hingga baru seperti pada burung rajawali!

 

Kini, setelah Anda dapat mengenyahkan ketakutan dan fajar kebangkitan itu merasuk dalam qalbumu, Yesus yang sama mengajak melihat sekelilingmu. Ternyata, masih banyak orang yang terpuruk dalam kecewa, kegagalan dan ketakutan. Ternyata banyak sekali orang-orang yang tidak tahu untuk apa mereka hidup selain makan dan rutinitas yang membelenggu. Pemulihan dan kuasa Roh yang kamu terima lebih dari cukup untuk menyatakan cinta-Nya, meneruskan karya-Nya. Ingat, syalom yang dulu Yesus bawa bukan ketika para murid dalam keadaan baik-baik saja. Kini, Ia ingin Anda membawa syalom itu juga kepada mereka yang tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja. Bersaksilah terus sampai Ia datang kembali!

 

 

Jakarta, 24 April 2025, Minggu Paskah II Tahun C