Kamis, 25 April 2024

RANTING YANG BERBUAH

Apakah Anda pernah mendengar “Jabuticaba”? Ya, ini adalah anggur unik dari Brazil yang berbuah pada batang pohonnya. Buah jabuticaba berukuran 3-4 cm dengan daging buah berwarna putih, bertekstur kenyal, manis dan kaya air. Ternyata anggur ini cukup populer tidak hanya di kalangan pencinta buah-buahan tetapi juga penyuka wine. Menurut mereka, wine yang berasal dari jaboticaba memiliki sensasi kenikmatan yang berbeda ketimbang wine yang terbuat dari anggur konvensional.

 

Bukan jaboticaba yang sedang dibicarakan Yesus kepada para murid-Nya, namun anggur konvensional! Anggur yang biasa dijumpai dalam keseharian mereka. Anggur yang berbuah bukan pada batang atau pokok pohon, tetapi pada ranting-rantingnya. Sama seperti semua petani, petani anggur pun pasti menginginkan tanamannya dapat berbuah, bukan sekedar berbuah, tetapi menghasilkan buah yang berkualitas. Pada umumnya buah disebut berkualitas ditandai dengan ukuran dan bobot yang besar, warna cerah, dan rasa yang manis segar.

 

Untuk mendapatkan hasil panen yang berkualitas seorang petani atau pengusaha kebun anggur harus bekerja keras. Tidak hanya pengetahuan yang luas tentang tanaman anggur, tetapi juga ia harus menggarap tanah, memberikan pupuk dan nutrisi yang tepat, menjaganya dari pelbagai serangan hama, mengantisipasi perubahan iklim atau cuaca.

 

Pruning adalah bagian dari perawatan tanaman. Pruning adalah tindakan pemangkasan pada cabang atau ranting-ranting pohon. Pemangkasan itu dilakukan untuk membuang cabang atau ranting yang tidak bermanfaat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan tanaman yang berlebihan sehingga dapat mendukung kontinuitas produksi buah. Apa jadinya kalau tanaman dibiarkan tumbuh dan tidak pernah dipangkas? Ya, tanaman itu akan terlihat subur, rimbun dengan daun tetapi sulit untuk berbunga. 

 

Pemangkasan berguna untuk mempercepat terjadinya pembungaan pada tanaman. Dengan pemangkasan, ranting-ranting pohon tidak terus tumbuh. Ranting yang dipangkas secara alami akan menghentikan pertumbuhan vegetatif, sebaliknya akan menghasilkan tunas baru yang membawa kuncup bunga bakal buah. Pemangkasan ranting dapat mencegah terjadinya iklim mikro. Apa itu iklim mikro? Iklim mikro adalah sarang berkembangnya hama tanaman pada daerah cabang atau ranting yang terlalu rimbun dengan dedaunan. Pemangkasan akan mencegah serangan organisme pengganggu tanaman. Ketika dipangkas pohon akan mendapatkan lingkungan udara yang baik, sinar matahari yang cukup untuk mengusir hama dan proses fotosintesis berlangsung optimal. Di samping itu, pemangkasan akan sangat efisien dalam penggunaan pupuk atau nutrisi karena pupuk atau nutrisi akan fokus pada ranting-ranting yang akan menghasilkan buah.

 

Tampaknya Yesus tahu benar apa yang harus dilakukan oleh petani anggur untuk dapat menghasilkan buah yang berkualitas. Perumpamaan tentang pokok anggur ini dimaksudkan agar para murid dapat menghasilkan buah. Lalu, apa yang dimaksud dengan buah itu? Yang dimaksud dengan buah adalah hidup yang harus kita berikan kepada orang lain. Hidup yang berdampak positif bagi orang-orang yang berada di sekitar kita. Hidup yang dapat mengantar orang lain berjumpa dengan Sang sumber kehidupan. Seperti Filipus yang membimbing sida-sida dari Etiopia mengenal Yesus. Hidup yang kita berikan kepada orang lain itu jelas bukan berasal dari kita sendiri. Kita tidak dapat melakukannya kalau tidak tinggal di dalam Kristus, sama seperti ranting yang tidak menempel pada pokoknya tidak akan berbuah, bahkan mati. Jadi, perkara berbuah bukanlah prestasi sendiri. Tanpa Yesus kita tidak dapat menghasilkan apa-apa!

 

Seperti pohon anggur, untuk menghasilkan buah yang berkualitas harus mengalami pemangkasan, maka untuk menjadi ranting yang mengalirkan kasih yang berkualitas, kita pun harus bersedia dipangkas; dibersihkan! Bila para petani menggunakan pisau, gunting, gergaji untuk memangkas ranting-ranting yang berlebihan, maka Tuhan membersihkan kita melalui firman-Nya. Bukankah firman Allah itu seperti pedang bermata dua, “Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita.” (Ibrani 4:12)

 

Yesus memberitahukan kepada kita bahwa Sang Bapa, sebagai pengusaha kebun anggur itu akan membersihkan semua ranting yang dipandang-Nya tidak berguna agar menghasilkan buah yang lebih berkualitas lagi. Sangat mungkin ketika itu terjadi kita menjerit sakit! Sama seperti ranting yang dipotong, ia mengeluarkan getah. Namun, terpikirkah oleh kita bahwa yang menjerit sakit itu bukan hanya kita sebagai ranting, melainkan pokoknya juga terluka? Ya, Yesus pun ikut terluka dan sakit!

 

Sang Bapa dapat memotong keinginan dan ambisi kita. Dalam bentuk ekstrim kecelakaan, sakit, kegagalan, kehilangan pekerjaan, kematian orang yang kita cintai, dan masih banyak lagi peristiwa tidak terduga yang menyakitkan dan menyebabkan kita terluka, membuat kita berada dalam keadaan sedih, kelam dan sepi! Pada titik ini, seperti ranting terpotong. Tidak ada lagi! Kita merasa kosong, hidup seakan terhenti. Aliran hidup itu tidak lagi mengalir, kita kehilangan semangat. Kita terluka begitu dalam.

 

Seperti pokok anggur terluka karena ranting-rantingnya dipotong, kita harus sabar menunggu sampai tunas yang membawa bunga dan bakal buah itu kembali muncul. Percayalah Sang Bapa melebihi hikmat semua petani anggur; kita dibersihkan demi sesuatu yang baru, demi hidup yang berpusat padat Allah. Pemangkasan ini sama seperti petani mengarahkan nutrisi dari pokok anggur itu ke ranting-ranting baru agar berbuah. Melalui pemangkasan hidup kita, Bapa sedang mengarahkan energi-Nya agar hidup kita berkualitas!

 

Sebelum pemangkasan itu terjadi, mungkin kita sedang berada dalam kondisi terjerat oleh perkara-perkara yang membuat kita senang untuk mengerjakannya sehingga kita kehilangan banyak waktu untuk bersekutu, duduk diam mendengarkan suara-Nya. Bukan energi kasih Bapa yang menggerakkan kita beraktivitas, melainkan kesenangan dan ambisi sendiri. Kita menjadi serupa dengan orang-orang yang digambarkan dalam perumpamaan diundang untuk ikut dalam pesta pernikahan, namun tidak mau datang lantaran sibuk dengan urusan yang kita pandang lebih baik. Tuhan bukan prioritas utama!

 

Ketika pemangkasan itu terjadi, bisa saja kita merasa kosong, kecewa bahkan frustasi. Perasaan ini menyebabkan kita marah dan tertekan. Namun, sadarkah kita bahwa kondisi seperti ini dapat membawa kita pada persiapan yang baru. Kekosongan kita dapat menjadi seruan kepada Allah, doa yang murni dari hati yang terdalam. Pemazmur mengatakan jiwa yang hancur dan hati yang patah dan remuk tidak akan dipandang hina oleh Allah. Bisa jadi untuk menumbuhkan sesuatu yang baru, maka yang lama harus dihancur-luluhkan betapa pun itu sangat menyakitkan!

 

Lihatlah manfaat pruning yang dilakukan petani. Ia dapat mencegah pelbagai hama bersarang, memperbaiki iklim mikro. Mungkin juga hati kita seperti “iklim mikro” menjadi sarang nafsu kedagingan, kini Tuhan menginginkannya menjadi sarang cinta kasih. Kesabaran, penerimaan dan melihat rancangan Tuhan yang lebih besar akan menolong kita untuk tumbuh di batang-Nya. Yang perlu kita lakukan adalah tetap tinggal diam di pokok anggur itu, selebihnya Ia yang akan mengalirkan energi baru. Nutrisi kelas wahid yang akan mengubah kita sehingga ibarat ranting kita akan menghasilkan buah yang berkualitas!

 

Jakarta, 25 April 2024 Minggu Paskah V, tahun B

 

 

Kamis, 18 April 2024

TUHAN GEMBALAKU

Yesus dan orang-orang Israel pada zaman-Nya tentu tidak asing dengan metafor gembala. Mereka tidak hanya mengerti tetapi amat sadar akan pentingnya peran gembala dalam hidup mereka. Gembala identik dengan pemimpin. Dalam kaitannya dengan umat Allah, gembala adalah mereka yang dipercayai untuk memimpin umat Israel. Intinya, umat Israel percaya bahwa hanya Tuhan sendirilah Sang Gembala sesungguhnya.

 

Tuhan adalah Gembala yang telah membawa umat Israel bebas dari perbudakan di Mesir. Sang Gembala menuntun mereka melalui Laut Merah, memberi makan di padang gurun, memimpin mereka dalam gurun itu menuju tanah perjanjian. Ia menunjukkan kepada mereka jalan hidup melalui sepuluh perintah-Nya. Tuhan memberikan kepada mereka gembala-gembala di sepanjang sejarah mereka, untuk menuntun mereka di jalan yang benar. Musa, Yosua, Daud, Salomo, Yesaya, Yehezkiel dan masih banyak lagi yang lain. Di antara mereka ada yang sungguh-sungguh mencerminkan mandat Tuhan, tetapi tidak kurang juga tampil bagaikan perampok dan gembala upahan.

 

Εγω ειμαι ο ποιμην ο καλος. “Akulah gembala yang baik!” Kata “baik” terjemahan dari καλος. “Kalos” punya dimensi sangat luas, tidak sekedar “baik”. Kata ini dapat diterjemahkan “mulia”, “indah”, ”ideal”, “sempurna”, “menakjubkan”. Ketika Yesus menyatakan diri-Nya gembala yang baik dengan dimensi yang sangat luas itu, berarti ada kriteria pembandingnya. Apa itu? Ya, jelas kebalikan dari kalos, yakni: gembala yang tidak mulia, tidak indah, tidak sempurna, dan tidak menakjubkan! Kriteria ini menunjuk kepada “pencuri yang masuk tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat dari tempat lain dan perampok” (Yohanes 10:1) dan “seorang upahan” (Yohanes 10:12).

 

Seorang pencuri atau perampok, jelas sedari awal punya niat menjadikan kawanan domba itu sebagai obyek untuk pemenuhan kebutuhan mereka. Namanya juga perampok dan pencuri, mereka akan menggunakan segala macam cara untuk mendapatkan domba-domba itu. Tidak segan untuk melukai dan membunuh para penjaga domba-domba itu dan akhirnya juga membantai domba-domba itu untuk kebutuhan mereka. Para pencuri dan perampok adalah gambaran dari para penguasa Israel yang mengeksploitasi umat Allah itu untuk kepentingan diri mereka. Mereka tidak segan memeras, menindas bahkan membunuh rakyat jelata yang tidak berdaya. Nyatanya, metafor perampok dan pencuri domba ini ada di sepanjang zaman bahkan sampai hari ini. Hari ini kita bisa menyaksikan masih banyak pemimpin yang mengeksploitasi rakyatnya untuk kepentingan kekuasaan diri mereka. Manipulasi pajak, penguasaan lahan, mafia tanah, diskriminasi dan tebang pilih kasus-kasus pidana, arogansi di ruang publik yang cenderung menganggap rendah rakyat biasa adalah bentuk-bentuk modern dari perampok dan pencuri!

 

Seorang “upahan”, rasanya tidak ada yang salah dan tidak adil juga kalau kita menyamakan seorang upahan dengan seorang perampok atau pencuri. Seorang gembala upahan adalah orang yang butuh bekerja. Dari pekerjaannya mereka mendapatkan nafkah untuk menghidupi diri dan keluarganya. Jelas, ada tanggung jawab di bahunya, yakni: dapur ngebul, dan kehidupan yang layak. Seorang upahan sepertinya tidak ada niat untuk merampok dan menikmati daging dari domba-domba itu. Hanya saja fokus dan kepedulian utamanya bukan pada kawanan domba yang dipercayakan kepada mereka, melainkan pada nyawa dan penghidupan mereka sendiri. Maka mereka bukanlah gembala ideal atau sempurna!

 

“Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya!” (Yohanes 10:11). Yesus adalah gembala yang baik karena kualitasnya yang berbeda dari para pemimpin Israel yang mengeksploitasi umat Allah. Ia berbeda dari mereka yang hanya mencari upah untuk kelangsungan hidup diri dan keluarganya. Yesus menyerahkan nyawa-Nya untuk menyelamatkan domba-domba-Nya. Ia mengutamakan keselamatan umat-Nya ketimbang nyawa-Nya sendiri!

 

Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya”. Kualitas inilah yang tidak terdapat pada gembala-gembala lain dalam tradisi Israel. Gembala yang memberikan nyawa-Nya merupakan tema unik sekaligus kualifikasi yang hanya melekat pada Yesus. Kelak Yesus membuktikan-Nya melalui kisah sengsara dan kematian-Nya di kayu salib.

 

Selain menyerahkan nyawa-Nya, kualifikasi Gembala baik itu tercermin dari relasi yang dibangun dengan domba-domba-Nya. Hubungan Yesus, Sang Gembala dengan domba-domba-Nya bukanlah transaksi, melainkan relasi. Ya, Yesus membangun relasi dengan para pengikut-Nya tepat seperti relasi diri-Nya dengan Sang Bapa. Relasi Yesus dengan para pengikut-Nya saling mengenal: Sang Gembala mengenal nama satu per satu dari kawanan domba-Nya. Dengan gada dan tongkat-Nya, Ia membimbing, mengarahkan, memimpin. Ia memelihara dan memberkati dengan rumput di padang yang hijau dan air yang tenang. Ia melindungi dan menuntun di lembah kekelaman. Pada pihak lain, kawanan domba itu mendengarkan suara dari Sang Gembala!

 

Ya, ini bukan transaksi tetapi relasi antara Sang Gembala dan kawanan domba gembalaan-Nya. Relasi yang terus mengenal lebih dalam. Dalam tradisi Kitab Suci, mengenal seseorang menurut namanya berarti berkembang dalam pemahaman terhadap pribadi orang tersebut. Mengenal kekuatan, keistimewaan dan juga kelemahan-kelemahannya, kebutuhan-kebutuhan yang mesti dilengkapi. Ketika Sang Gembala mengatakan bahwa Ia mengenal domba-domba-Nya, itu artinya Ia mengenal dengan baik siapa kita sesungguhnya. Ia bersedia melengkapi setiap kekurangan kita dan Ia tahu bagaimana seharusnya kita berkembang! 

 

Yesus adalah Gembala yang baik, bahkan paling baik. Ia menyediakan segala sesuatu yang kita perlukan. Namun, apakah kita juga pernah mempertanyakan terhadap diri kita sendiri, bahwa kalau aku mempunyai seorang Gembala yang paling baik, gembala ideal, gembala yang sempurna dan menakjubkan, maka aku harus berusaha menjadi domba yang paling baik, domba ideal, domba yang sempurna dan menakjubkan. Bukankah menjadi tidak ideal kalau Gembalanya super baik dan sempurna tetapi domba-dombanya nakal tidak karuan!

 

Mendengar adalah kunci relasi yang baik. Yesus mengatakan bahwa domba-domba-Ku mengenal suara-Ku! Sudahkah kita menjadi domba-domba yang mendengar dan fokus hanya pada suara Sang Gembala itu? Atau, justru kita enggan mendengar suara-Nya dan sibuk mengikuti suara-suara lain. Sama seperti umat Allah di padang gurun yang enggan mendengar suara Tuhan. Mereka menutup rapat telinga dan hati mereka terhadap suara dan tuntunan Tuhan, dan membuka lebar-lebar untuk mendengar suara keegoisan sendiri!

 

Sama seperti Israel di padang gurun menuju tanah perjanjian. Kita semua sedang menuju “negeri perjanjian” itu. Kita sedang mengembara di gurun dunia. Suara siapa yang kita dengar? Suara siapa yang kita andalkan untuk dapat memandu kita sampai di negeri kekal itu? Sebagai domba-domba yang baik, mestinya yang kita dengarkan itu adalah suara Sang Gembala!

 

Bagaimana dengan kita? Apakah kita termasuk domba-domba yang baik karena digembalakan oleh Gembala Agung yang sempurna itu? Lalu, apa kualitas domba yang baik itu? Sama seperti kualitas Gembala baik akan tampak dalam kata, ajaran dan tindakan, demikian juga kawanan domba-Nya akan terlihat dalam kata dan perbuatan. Kasih yang diajarkan dan diperagakan oleh figur Sang Gembala akan tercermin jelas dalam diri kawanan domba-Nya. Kasih yang membuang jauh keegoisan dan kemunafikan. Bahkan, seperti Sang Gembala itu sendiri yang rela menyerahkan nyawa-Nya, para domba-Nya tidak mustahil akan melakukan hal serupa!

 

Nyawa adalah prioritas paling utama dalam diri setiap makhluk hidup termasuk manusia. Prioritas utama itu telah diserahkan oleh Sang Gembala demi domba-domba-Nya. Maka, setiap kawanan domba yang mendengar suara Sang Gembala tidak akan segan menanggalkan prioritas utama itu dalam hidup demi kasihnya kepada sesamanya. Kasih itu akan menjadi tanda kualitas domba-domba yang digembalakan oleh Sang Gembala Agung. Kasih yang bukan pura-pura, hanya ada di mulut, tetapi kasih yang nyata dalam perbuatan!

 

Jakarta, 17 April 2024 Minggu Paskah ke-4 Tahun B