Jumat, 15 Juni 2012

BERIMAN, ATAU HANYA TAHU BAHWA ALLAH MAHAKUASA?

Semua orang beragama pasti percaya bahwa TUHAN itu bersifat Mahakuasa (Omnipotent). Artinya setiap orang beragama percaya bahwa TUHAN mampu melakukan segala sesuatu tanpa bantuan siapa pun. Tidak ada yang tak dapat dilakukan-Nya. Tak ada yang mustahil bagi-Nya, betul? Namun, keyakinan seperti ini tidak selalu sejalan dengan kehidupan nyata orang yang mempercayai TUHAN yang Mahakuasa itu. Seolah kemahakuasaan TUHAN itu hanya sebatas pengetahuan saja dan tidak terkait langsung dengan si pengakunya, apalagi ketika seseorang sedang diperlakukan tidak adil, menderita sengsara dan menanggung pergumulan yang maha berat. Kondisi seperti ini akan mempertanyakan kuasa TUHAN. Manakala kebenaran, keadilan ditindas ketika itu juga manusia mempertanyakan kemahakuasaan Tuhan. Manusia mengira TUHAN sudah  impotent!

Kondisi seperti inilah yang dialami bangsa Israel pada jaman Nabi Yeremia. Mereka berada dalam jajahan bangsa Babilonia. Israel merasa terbuang dari hadapan Allah. Kemahakuasaan Allah seolah tidak berdaya menghadapi Negara kafir Babilonia itu. Allah diam saja! Kini mereka melirik Mesir yang waktu itu tumbuh menjadi sebuah Negara adidaya baru. “Ini kesempatan, Mesir sedang menggempur Babel dari depan, mengapa tidak, kita gunakan kesempatan ini dengan baik yakni memukul Babel dari belakang.” Ini pikiran banyak orang Israel pada waktu itu yang didukung oleh nabi-nabil palsu. Mereka sama sekali tidak menghiraukan peranan TUHAN. Tuhan dianggap tidak ada!

Perilaku Israel bukankah mirip dengan kita, manakala beban menghimpit, pergumulan menimpa dan badai hidup serta penganiayaan menerpa kita. Kita bertanya di manakah kemahakuasaan TUHAN itu. Sama seperti Israel berlindung kepada Mesir. Kita juga sering mencari tempat perlindungan dan pertolongan pada pihak lain yang bukan Tuhan. Ketika gereja-gereja mengalami penghambatan dan penganiayaan oleh kaum radikalis, banyak orang mencoba mencari perlindungan pada aparat keamanan dan kelompok-kelompok keagamaan tertentu. Bahkan di banyak tempat lebih mengandalkan uang untuk meredam aksi-aksi seperti ini. Di sisi lain kita sering terpancing ikut-ikutan dengan cara yang sama. Mungkin ada benarnya apa yang diucapkan Ki Ronggo Warsito, “Jaman ini jaman edan, yang tidak ikut-ikutan edan tidak kebagian.” Tapi sayangnya ucapan Ki Ronggo ini tidak diteruskan, sebab yang tak kalah pentingnya adalah, ia juga mengatakan ,”Seuntung-untungnya yang edan, masih lebih beruntunglah mereka yang eling dan waspada.”

Benarkah TUHAN tidak berdaya menghadapi arus jaman ini? Memang tak dapat dipungkiri bahwa kuasa-kuasa lain sering tampak lebih berkuasa dan mencolok mata ketimbang Kuasa Allah. Tetapi sejarah membuktikan pada akhirnya kuasa Allah jauh lebih dasyat/hebat dibandingkan dengan kuasa-kuasa lain. Allah mampu menaklukan kuasa-kuasa lain yang merongrong kehidupan orang beriman. Coba Anda perhatikan orang-orang berkuasa yang lalim yang memeras, menganiaya, semuanya tidak kekal. Mereka yang mencoba melawan moralitas, kebenaran, keadilan dan kejujuran cepat atau lambat akan tumbang.

Oleh karena itu yang diperlukan kita saat ini bukan hanya sekedar tahu bahwa TUHAN itu Mahakuasa, melainkan jauh dari itu, yakni mempercayakan diri kepada TUHAN. Dengan mempercayakan diri pada TUHAN maka akan berdampak pada perilaku hidup, antara lain:
  1. Jangan lagi coba-coba untuk menyembunyikan perbuatan jahat/buruk di hadapan Allah dan sesama, terlebih untuk menjual/mencatut nama Allah.
  2. Biar pun saat ini sedang mengalami perlakuan penuh ketidakadilan dan kesewenang-wenangan dari orang yang berkuasa, seharusnya tidak kehilangan keyakinan bahwa suatu saat Allah akan tampil menjadi pembela perkara kita. Sebab ia berkuasa menghukum yang lalim dan membela yang tertindas.
  3. Jangan pernah meragukan pertolongan Allah dan kemampuaanNya untuk menyelamatkan kita. Bila mau mengalami kuasa Allah, jangan katakan, “Siapa tahu Allah akan menolongku,” tetapi katakanlah, “Aku yakin Allah pasti menolongku!”
  4. Bila mengimani Yesus adalah Mesias, segera membuat keputusan mengikuti-Nya. Mengikut Mesias tidak hanya sekedar label lahiriah, melainkan segala prilaku dan ajaran Sang Mesias ditaati. Mengikut Mesias pasti penuh resiko. Esensi Kekristenan adalah bahwa kesetiaan kepada Kristus haruslah merupakan hal yang paling utama. Seseorang haruslah bersedia untuk kehilangan segala-sesuatu demi kesetiaan kepada Kristus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar