Kamis, 03 Juli 2025

DITUNJUK, DIUTUS, DAN DIPERLENGKAPI

Usianya masih sangat belia ketika ia menjadi anggota Parlemen Inggris, 21 tahun! Seperti nasihat Paulus kepada Timotius, William Wilberforce tidak pernah menganggap usia yang muda sebagai alasan untuk menyuarakan kebenaran. Wilberforce yang terlahir dan dibesarkan dalam keluarga kaya tidak terlena dengan fasilitas milik orang tuanya. Buku-buku karya George Whitefield, seorang pendeta Inggris terkenal dan John Newton, mantan penjual budak yang memilih menjadi pendeta, Amazing Grace adalah karya yang merefleksikan perubahan radikal dalam hidup Newton telah begitu kuat berpengaruh dan menggelora dalam dada Wilberforce.

 

Wilberforce menjadi seorang Kristen yang taat dan berintegritas. Tekadnya bulat, menggunakan kekuasaannya sebagai anggota parlemen untuk memperjuangkan keadilan sosial. Pada 1789, ia mulai mengampanyekan penghapusan perdagangan budak di Inggris. Lihat, betapa kuatnya pengaruh John Newton dalam diri Wilberforce! Ia tidak sendiri, perjuangannya dibantu oleh Thomas Clarkson dan kelompok Clapham Sect, sebuah kelompok Kristen evangelical yang sangat peduli terhadap isu-isu sosial. Mungkin inilah cara mereka menerjemahkan perkataan Paulus, “Bertolong-tolonganlah kamu menanggung bebanmu! Demikianlah kamu menanggung hukum Kristus… Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menyerah.” (Galatia 6:2,9).

 

Wilberforce menghadapi perlawanan sengit dari mereka yang memiliki kepentingan ekonomi dalam perdagangan budak. Ia harus menghadapi argumen-argumen yang menentang penghapusan perdagangan budak, termasuk klaim bahwa budak-budak dapat dipelihara dan terjamin jauh lebih baik ketimbang mereka yang hidup di Afrika! Setelah dua puluh tahun berjuang, Parlemen Inggris mengesahkan Undang-Undang Perdagangan Budak pada tahun 1807. Undang-undang itu menyatakan bahwa Inggris melarang terlibat dalam perdagangan budak. Beberapa bulan sebelum kematiannya, tepatnya pada 1833, Wilberforce dapat tersenyum lebar karena di seluruh wilayah Kekaisaran Inggris dinyatakan bebas dari perbudakan! Wilberforce dikenang sebagai seorang pejuang keadilan sosial yang gigih dan berdedikasi. Ia menunjukkan bahwa satu orang dapat membuat perbedaan besar dalam sejarah dengan memperjuangkan apa yang benar dan adil. Warisannya terus menginspirasi orang-orang untuk memperjuangkan keadilan sosial dan hak asasi manusia di seluruh dunia!

 

Untuk mewujudkan keadilan sosial harus ada orang yang rela menyerahkan diri, berjuang bahkan berdarah-darah. Untuk membebaskan umat dari penderitaan akibat dosa harus ada nabi-nabi yang diutus. Untuk membebaskan Israel dari tanah pembuangan ke sebuah negeri pengharapan yang berlimpah susu dan damai sejahtera, harus ada orang seperti Yesaya yang bersedia keluar dari zona nyaman! Untuk memulihkan kelemahan manusia yang dicengkeram oleh kuasa jahat dan keserakahan sesamanya, maka Yesus mengutus murid-murid-Nya. Mereka diutus untuk membawa damai sejahtera dan menyatakan cinta kasih Allah yang sedang menyapa siapa saja yang sedang letih-lesu dan berbeban berat.

 

Yesus mengerti situasi “taman bermain” ke mana utusan-Nya itu harus pergi. Kata-Nya, “Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” (Lukas 10:3). Tepat, ini bukan taman bermain! Tempat main domba – apalagi anak domba – jelas bukan di kawanan serigala, tetapi di padang yang berumput hijau dan air yang tenang! Ini, mengisyaratkan situasi bukan hanya tantangan, tetapi real bahaya! Mungkin kita bertanya, “Jangan-jangan Yesus bercanda?” Apalagi tidak boleh membawa uang dalam pundi-pundi. Padahal, kalau bawa banyak uang masalahnya mudah selesai. Benar uang bukan segalanya, tetapi segala sesuatu perlu uang. Benar, uang tidak dibawa mati, tetapi uang dapat mengubah hukuman mati. Inilah makna uang di dunia serigala!

 

Ya, Yesus tidak sedang bercanda. Ia serius mengutus para murid-Nya ke tempat “berbahaya”. Sejumlah syarat disampaikan pada para murid, tujuannya bukan untuk mencelakakan mereka. Namun dengan cara itu, Yesus sedang sungguh-sungguh memperlengkapi mereka. Mereka harus mengosongkan segala sesuatu agar dapat diisi oleh bekal perlengkapan yang sesungguhnya. Mereka harus mengisi dengan bekal diri Yesus sendiri. Tepat! Mereka harus mencontoh pada Sang Guru. Lihat, Yesus hadir di dunia ini membawa pesan Illahi; Firman yang menjadi manusia, nyaris tidak membawa apa-apa selain kain lampin yang membalut tubuh mungil itu di Betlehem. Dalam perjalanan pelayanan pun Ia mengatakan kepada orang yang mau mengikut-Nya, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sangkar, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Bekal yang dipandang baik dan utama oleh dunia ini harus dikosongkan. Setelah kosong barulah diisi dengan perlengkapan yang sungguh-sungguh utama dalam tugas misi itu. Mereka diminta untuk tidak mengandalkan perkara duniawi, tetapi berharap semata-mata pada Tuhan. Mereka tidak boleh berharap pada imbalan, karena mereka telah mendapatkannya. Lagi pula imbalan yang sesungguhnya adalah ketika mereka yang dilayani itu dapat tersenyum lebar!

 

William Wilberforce telah membuktikannya. Getaran jiwanya menjawab “iya” untuk sebuah penunjukkan bahwa ia harus berjuang mendatangkan damai sejahtera bagi anak-anak manusia yang tertindas karena perbudakan. Buku-buku dan khotbah-khotbah yang ia dengar seakan suara Tuhan sendiri yang mengetuk pintu hatinya agar mau berjuang. Dalam perjalanan perjuangannya, ia tidak mengandalkan nama keluarga yang terpandang dan kekayaan orang tuanya. Dalam perjuangannya, ia benar-benar masuk dalam “kawanan serigala”, parlemen yang haus akan uang dan kekuasaan. Kapan pun Wilberforce dapat dilibas dan dienyahkan! Namun lihatlah, dua puluh tahun ia berjuang dan akhirnya, sebelum menutup mata untuk selama-lamanya, ia dapat tersenyum! Ya, dia tersenyum bukan karena orang-orang menghargainya sebagai pejuang keadilan sosial yang hebat. Tetapi, karena banyak anak manusia yang mengalami pembebasan dan hak-haknya dikembalikan sebagai anak manusia yang sekaligus gambar Allah! William Wilberforce tidak seperti para murid yang kembali dari tugas perutusan mereka. Mereka pamer dan bangga bahwa setan-setan telah dikalahkan. Sayang, Yesus tidak membutuhkan laporan seperti itu, alih-alih Ia mengatakan, “… tetapi bersukacitalah karena namamu terdaftar di surga.” (Lukas 10:20b).

 

Jika panggilan itu datang pada William Wilberforce melalui pengaruh dua pendeta, Whitefield dan Newton, bukankah hal yang sama juga terjadi pada diri setiap orang Kristen! Setiap saat kita mendengar khotbah, renungan, pembinaan, dan apa pun itu, suara Dia yang memanggil terus didengungkan. Lalu, bagaimana kita menanggapinya? Tidakkah kita tergugah untuk meneruskan cinta kasih Tuhan itu? Tidakkah kita ingin orang lain juga merasakan cinta kasih Tuhan yang selama ini kita rasakan. Tidak inginkah kita melihat tatanan dunia baru yang penuh keadilan dan damai sejahtera? Atau masihkah kita menyampaikan argumen alasan-alasan yang tampaknya rasional tetapi sesungguhnya mencerminkan keengganan untuk pergi menjadi utusan-Nya. 

 

 

Jakarta, 3 Juli 2025 Minggu Biasa XIV Tahun C

 

 

 

Kamis, 26 Juni 2025

TOTALITAS PENGIKUT KRISTUS

Władysław Skłodowski, seorang guru fisika dan matematika. Bronisława, adalah istrinya sekaligus kepala sekolah perempuan di Warsawa, Polandia. Pasangan suami – istri ini berhasil menanamkan minat belajar yang luar biasa kepada putri mereka. Kerja keras dan terciptanya lingkungan kondusif bagaikan lahan subur yang menghantar sang putri meraih dua kali penghargaan bergengsi dunia; Nobel dalam bidang Fisika 1903 dan Kimia 1911.

 

Marie Skłodowska lahir pada 7 November 1867 di Warsawa. Ia meninggalkan Warsawa untuk melanjutkan pendidikannya di Sorbonne, Perancis. Di sini ia bertemu dengan Pierre Curie yang kelak menjadi suaminya, selanjutnya orang mengenalnya dengan Marie Curie. Marie Curie menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mempelajari radiasi dan menemukan elemen-elemen baru, seperti radium dan polonium. Ia seorang pekerja keras, sering kali orang menemukannya berkutat di laboratorium sepanjang hari. Marie Curie sangat memperhatikan detail-detail kecil dalam penelitiannya. Tak mengherankan kalau hasilnya akurat! Ia juga tidak segan membongkar teori-teori lama dan menentang pendapat umum. Untuk komitmen pada bidang keilmuan sering kali ia berhadapan dengan tantangan sosial dan profesional sebagai perempuan yang menekuni bidang sains yang pada zamannya didominasi kaum pria.

 

Kontribusi Marie Curie pada ilmu pengetahuan luar biasa, khususnya penemuannya pada pengembangan teori radiasi meski harus dibayar dengan nyawanya sendiri. Leukemia menghentikan langkahnya pada 4 Juli 1934. Radiasi yang menjadi teman bermainnya bertahun-tahun, itulah yang membuatnya terpapar. Meskipun demikian, dunia mencatatnya sebagai seorang ilmuwan tangguh, tidak kenal menyerah, berintegritas, komitmen tinggi dan dunia menghormatinya hingga hari ini. Itulah totalitas!

 

Totalitas adalah konsep menyeluruh yang dilakukan seseorang untuk mengerjakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Ia akan mengerjakan semua bagian atau komponen sehingga membentuk keseluruhan utuh. Untuk mencapai totalitas seseorang harus memahami apa yang harus dikerjakan dan diperjuangkan, mengerti benar nilai-nilai di balik perjuangan itu sehingga menolongnya untuk mempunyai komitmen dan konsistensi. Disiplin dan integritas mengiringinya sehingga akan terlihat dari optimalisasi buah yang dihasilkannya.

 

Dalam dunia yang mengagungkan materi dan kenikmatan sesaat, kita akan sulit menemukan orang-orang seperti Marie Curie, totalitas dengan keilmuannya untuk membuat hidup manusia lebih sehat, lebih baik dan lebih sejahtera. Sebaliknya, sangat mudah menjumpai orang-orang dengan totalitas tinggi, bahkan rela mengorbankan segalanya untuk mendapat materi dan kenikmatan sesaat itu. Bisa jadi, salah satu di antaranya kita. Ya, kita totalitas mengejar harta, takhta dan kenikmatan! Sampai-sampai kita bisa menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan semua itu. Tidak ada lagi teman atau saudara, melainkan bagaimana kita bisa memanfaatkan mereka untuk mendapat keuntungan.

 

Totalitas seperti apa yang sedang kita perjuangkan hari ini? Apakah hari ini kita sedang memperjuangkan apa yang diperjuangkan Yesus? Apakah hari ini kita sedang mewujudkan apa yang dikehendaki Tuhan. Lalu, bagaimana bila totalitas itu dipakai dalam kehidupan kita selaku murid Yesus? 

 

Benar, tidak mudah seseorang totalitas mengikut Yesus sebelum ia tahu benar apa yang diperjuangkan Yesus. Yesus seolah menguji setiap orang yang ingin mengikuti-Nya. Yesus memperhadapkan orang bukan dengan iming-iming kemudahan, kesuksesan, dan kenyamanan. Bagi orang-orang yang melihat mukjizat, kuasa dan kehebatan Yesus, lalu ingin mengikut-Nya, barangkali pertanyaan dan tantangan Yesus perlu dipikir lebih mendalam, “serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” (Lukas 9:57). 

 

Yesus mengajak kelompok ini untuk berpikir lebih jauh. Jangan hanya melihat hal-hal dahsyat saja. Tetapi lihatlah apa yang diperjuangkan-Nya. Ia harus melewati jalan terjal; ditolak dan disingkirkan, tidak ada tempat nyaman demi sebuah tatanan baru yang mendamaikan manusia dengan Allah. Tentu saja, sama seperti Marie Curie yang melihat hidupnya akan berguna bagi orang banyak, ia bersedia menjalaninya. Bagi orang-orang yang tersentuh oleh kasih-Nya dan dapat melihat apa yang diperjuangkan Yesus, perkara tidak punya tempat, ditolak dan disingkirkan bukanlah hambatan. Sayang, tidak banyak orang yang bersedia menanggungnya!

 

Episode berikutnya, bukan orang banyak yang ingin mengikut Yesus. Namun, Yesus sendiri yang mengajak, “Ikutlah Aku!” Reaksi orang yang diajak itu menolak halus. Ia mengatakan bersedia mengikut Yesus, asalkan diberi izin untuk menguburkan ayahnya terlebih dahulu. Benarkah ayahnya meninggal dan ia harus segera menguburkan jasad ayahnya? Kalau benar, koq Yesus tega amat. Bukankah anak yang berbakti berkewajiban mengurus jenazah orang tua dan memakamkannya dengan baik. Lalu, kalau benar mengapa sekarang ia ada di sekitar Yesus dan tidak berada di rumah memulasara jasad sang ayah? Tampaknya, kalimat ini mau mengatakan bahwa orang itu akan mengurus ayahnya sesuai dengan perintah ke-5 dari hukum Taurat. Jadi, orang tersebut bersedia mengikut Yesus kalau sudah tuntas mengurus orang tuanya sampai mati baru dia akan mengikut Yesus. 

 

Masalahnya, apakah Yesus tidak mengerti hukum Taurat sehingga terkesan orang yang dipanggil-Nya itu tidak punya kesempatan lagi untuk mengurusi orang tuanya? Mengapa Yesus tidak seperti Nabi Elia yang membolehkan Elisa untuk pamitan terlebih dahulu kepada orang tuanya, baru sesudah itu mengikuti Elia. Jelas, Yesus tahu kisah itu. Di sinilah Yesus mau mengajak orang berpikir tentang letak prioritas dan totalitas yang harus diambil untuk menanggapi panggilan-Nya. Lalu, apakah kalau seseorang memilih untuk meletakkan prioritas dan totalitas pada panggilan Yesus akhirnya harus memutuskan tanggung jawab terhadap orang tua dan keluarganya? Mari kita telusuri apa yang pernah diajarkan Yesus.

 

Yesus mengajarkan dan memberi contoh tentang mengasihi. Ia totalitas mengasihi manusia, siapa pun itu, bahkan musuh sekalipun. Nah, Yesus mengajarkan kita untuk mengasihi manusia seperti diri kita mengasihi diri sendiri. Bahkan dalam ajaran kasih-Nya itu, Ia mengajarkan dan memberi contoh untuk mengasihi, mengampuni dan memberkati mereka yang memusuhi kita. Jadi, logiskah kalau Yesus yang mengajarkan kasih yang demikian, lalu meminta para pengikut-Nya untuk menelantarkan orang tuanya sendiri? Justru dengan mengikut-Nya, kasih itu menjadi sempurna!

 

Orang-orang yang mengerti apa yang diperjuangkan Yesus dan buah yang dihasilkan melalui perjuangan itu, merekalah yang bersedia totalitas mengikuti-Nya. Bahkan, orang-orang yang telah melihat buah perjuangan Yesus itulah yang dengan sukarela meninggalkan perjuangan yang sia-sia; perjuangan yang ditujukan untuk pemuasan diri sendiri, memanjakannya dengan kenikmatan sesaat. Kini, menggantinya dengan perjuangan mengejar kehidupan yang sesungguhnya. Caranya? Tidak ada jalan lain, kecuali totalitas mengikut Yesus! Mereka inilah yang kemudian menjadi milik Yesus.

 

Paulus menguraikan siapa yang menjadi milik Yesus Kristus itu. Mereka adalah orang-orang yang telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Ciri dan karakter mereka akan mudah terlihat. Mereka tidak lagi tamak dan serakah; iri hati dan tinggi hati. Tetapi akan memiliki karakter yang diikuti mereka, yaitu karakter Yesus. Seberapa besar kasih-Nya Anda rasakan, alami dan hayati, maka sebesar itulah totalitas Anda dalam mengikut Dia!

 

 

Jakarta, 26 Juni 2025, Minggu Biasa XIII, Tahun C