Jumat, 03 Juni 2011

MENANTIKAN DATANGNYA ROH KUDUS DENGAN BERSERAH PENUH PADA TUHAN

Setelah menjalani berbagai macam diagnosa medis atas gangguan sistem syaraf yang menyebabkan tidak berfungsinya motorik halus sebelah kanan tubuh saya, dokter bedah syaraf menyarankan agar saya melakukan tes darah untuk autoimmune disease (respon imun/kekebalan tubuh terhadap virus yang justeru menyerang tubuh sendiri, dalam hal ini bagian syaraf). Sayangnya tes tersebut hanya ada di dua negara, yakni Amerika Serikat dan Jepang. Untuk mendapatkan hasil tes tersebut harus menanti tiga sampai empat minggu. Anda tahu apa yang saya rasakan? Saya kira kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan saya adalah “galau”. Galau, di dalamnya ada cemas, khawatir, takut dan gelisah bercampur aduk seperti nano-nano. Siapa pun yang pernah antri menunggu pemeriksaan medis atas penyakit yang tidak biasa pasti pernah mengalam perasaan itu. Menanti merupakan pekerjaan yang menjemukan bahkan bagi sebagian besar orang adalah hal yang menyebalkan.

Tema kita kali ini berkaitan dengan hal yang oleh sebagian besar orang harus dihindari dan menyebalkan itu, ya soal penantian. Menantikan datangnya Roh Kudus. Benar, Yesus sebelumnya pernah berjanji kepada para murid bahwa Ia akan kembali kepada Bapa-Nya dan Ia akan memberikan Roh Penghibur/Penolong yang tidak lain adalah Roh Kudus. Pertanyaannya kapan itu terjadi?  Sementara Yesus sendiri mengatakan, “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya.”(Kis.1:7). Bukankah dengan jawaban itu membuat para murid galau? Kebanyakan manusia maunya yang pasti dan instan saja. Menantikan janji Allah bukanlah perkara yang mudah, terlebih ketika dikaitkan dengan konteks kesulitan yang sedang kita hadapi. Bayangkan Anda sedang berhadapan dengan kesulitan hidup, atau penganiayaan karena Anda justeru melakukan apa yang benar di mata Tuhan dan Anda tahu bahwa Tuhan di pihak Anda. Namun, nampaknya Anda “sendirian”. Bagaimana dengan sikap Anda? Mampukah bertekun menantikan janji-Nya?

Di sinilah dibutuhkan iman. Iman adalah sarana untuk menantikan janji Allah. Sebab jika Allah sudah memberikan bukti maka saya kira tidak lagi dibutuhkan iman karena kita sudah melihat segalanya dengan gamlang. Iman yang seperti apa? Petrus mengingatkan iman yang dibungkus dengan kerendahan hati, “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.” (I Petrus 5:6). Sikap merendah diri adalah kerelaan dan kesediaan untuk berada di bawah tangan Tuhan. Orang yang merendahkan diri di hadapan Tuhan, menurut Petrus, pada saatnya Tuhan akan meninggikannya. Yesuslah teladan bagi semua orang percaya.   

Selain sikap iman, dalam Kisah Para Rasul 1:12-14 digambarkan murid-murid Tuhan itu tekun dan sehati dalam doa. Ketekunan dan kebersamaan mereka merupakan ekspresi iman dari persekutuan yang berserah penuh kepada Tuhan. Menanti adalah hal yang menjemukan, namun para murid menantikan karya Roh Kudus itu dengan sebuah kebersamaan yang indah. Sama sekali tidak tergambar hal yang menjemukan. Mereka berhasil mengubah kejemuan itu sebagai sarana memberi ruang sebesar-besarnya kepada Roh Kudus. Para murid sehati bertekun dalam doa karena mereka juga menyadari bahwa tantangan ke depan untuk melakukan tugas panggilan itu tidaklah mudah.

Di sisi lain, Tuhan Yesus memahami benar apa yang harus dihadapi para murid dalam melanjutkan hidup dan kesaksian mereka. Mereka bisa saja menjalani penderitaan seperti yang dialami oleh diri-Nya. Itulah sebabnya sebelum Yesus menuntaskan karya-Nya, khususnya peristiwa penyaliban, Ia memohon kepada Bapa-Nya agar memelihara mereka (Yoh. 17:11). Doa yang di sampaikan Yesus adalah doa yang spesial, “Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu” (Yoh.17:9). Mungkin sepintas doa Yesus ini terasa egois; mementingkan diri dan kelompoknya. Namun, cobalah kita melihatnya dari sudut pandang Yesus. Yesus sebentar lagi akan meninggalkan mereka. Mereka yang percaya dan mencintai-Nya pasti akan mengerjakan apa yang dikehendaki-Nya. Namun, dunia menentang mereka karena apa yang mereka kerjakan pasti bertentangan dengan prilaku dunia umumnya.

Doa Yesus ini adalah bentuk perhatian dan cinta-Nya kepada para murid dan Yesus mengerti benar apa yang akan terjadi dengan murid-murid-Nya. Yesus tidak mungkin berdoa seperti yang dicatat dalam Yohanes 17, jika saja kondisi pengikut-Nya kelak berada dalam sebuah dunia nyaman tanpa pergolakan dan penderitaan.

Sekarang bagaimana kita menyikapi tantangan sebagai murid-murid atau anak-anak Tuhan dalam kehidupan yang tidak selalu mudah? Dari sisi Tuhan, sangat jelas Yesus begitu rupa memberi jaminan penyertaan Roh Kudus. Secara khusus, Ia meminta kepada Bapa-Nya dalam doa agar pengikut-Nya selalu disertai. Saya kira inilah jaminan yang paling besar yang pernah ada. Yesus sendiri yang meminta kepada Bapa-Nya agar menyertai murid-murid-Nya.

Dari sisi manusia, kita menyambutnya dengan iman yang mau merendahkan diri di hadapan Tuhan. Selalu bertekun, sehati di dalam persekutuan doa serta meksanakan tugas panggilan dalam keseharian hidup. Nantikan dan pecayalah bahwa Anda akan melihat pekerjaan Roh Kudus itu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar