Kamis, 14 Juni 2012

BERTUMBUH UNTUK MENJADI NAUNGAN

Jika ditanya, apa tugas besar yang harus kita kerjakan sebagai manusia yang diciptakan Tuhan? Apakah asal menjalani hidup dan menunggu ajal tiba? Tentu tidak! Tugas besar kita adalah membawa/ mengelola diri sendiri dan menjadikannya seperti yang diingini oleh Sang Pencipta, yaitu membawanya pada kesempurnaan tertinggi dalam batas yang dikehendakiNya. Sederhananya, mengenal dan mengembangkan potensi diri yang baik untuk menyenangkan dan memuliakan Sang Pencipta.

Phillips Brooks (1835-1993, Uskup Massachussetts) mengatakan, “Tuhan menyembunyikan yang ideal pada setiap jiwa manusia.” Maka tugas manusialah untuk menemukan dan menumbuh kembangkannya. Yang ideal itu ibarat benih kecil yang sudah ditaburkan Tuhan. Benih itu kecil bila dibaca dalam kacamata perumpamaan Yesus, hanya sebesar biji sesawi (Markus 4:30-32). Benih itu mestinya terus bertumbuh dan menghasilkan buah pada waktunya. Kita percaya jika Tuhan telah menebarkan benih itu maka Dia sendiri yang akan melengkapi dengan perangkat-perangkat pendukung supaya benih itu tumbuh. Brooks menambahkan, “Pada suatu ketika dalam hidup setiap orang akan merasakan ada getaran, akan tumbuh suatu kerinduan untuk melakukan sesuatu yang mulia dan baik. Manusia akan mendapatkan keindahan yang paling mulia/mengagumkan dimulai dari impuls tersembunyi yang menggerakan diri seseorang.”

Sesuatu yang besar dimulai dari yang kecil. Seribu mil perjalanan seseorang pasti dimulai dengan sebuah langkah kecil. Demikian juga dengan Kerajaan Allah. Yesus mengingatkan bahwa Kerajaan Allah tidak dimulai dengan hal spektakuler yang besar. Melainkan dimulai dengan yang kecil. Biji sesawi yang pada waktu itu dilukiskan sebagai biji yang terkecil dari segala jenis benih yang ada di dunia (Markus 4:31). Namun, pada saat tumbuh, sesawi itu menjadi tumbuhan yang lebih besar dari segala jenis sayuran. Sayuran itu tumbuh seperti pohon. Ia punya cabang dan menjadi naungan burung-burung bersarang.

Ada seorang petani yang baru kembali dari ladangnya. Tanpa disadari di kantongnya ada sebuah kentang kecil. Sambil becanda ia memberikan kentang kecil itu kepada kemenakannya yang berusia 12 tahun sambil berkata, “Ambillah kentang ini, kamu boleh menanamnya di tanah milikku dan kamu boleh mengambil semua kentang yang kamu tanam dari kentang kecil ini sampai kamu berusia 21 tahun”.

Anak laki-laki itu sangat cerdas. Dia memotong kentang itu sebanyak jumlah “mata tunas” dan menanam setiap bagian mata tunas itu mulai di belakang lumbung. Pada musim gugur ia memanen kentang-kentang itu, mengumpulkannya, dan pada musim semi berikutnya ia memotong kentang-kentangnya dan menanam kembali. Tanaman kentangnya tumbuh dengan baik dari tahun ke tahun karena ia memeliharanya dengan cermat. Tanpa diduga, pada musim panen yang keempat ia mendapat 364 liter kentang. Petani itu terkejut, kini ia sudah dapat menghitung bahwa dalam waktu singkat, sebelum kemenakannya berumur 21 tahun tanaman kentang itu akan meliputi seluruh ladangnya. Karena itu ia minta agar bisa menarik kembali tawarannya dahulu yang tergesa-gesa. Tentu saja, kemenakannya itu tidak keberatan, karena ia telah memperoleh keuntungan yang besar dari satu biji kentang kecil. Hal-hal besar itu tumbuh dari suatu permulaan yang kecil.

Kerajaan Allah juga dimulai dari hal kecil sederhana demikian kata Yesus. Namun,  Terminologi Kerajaan Allah sering kali dipahami sebagai sesuatu yang triumpalitik, masive dan spektakuler. Pemahaman sederhana tentang Kerajaan Allah adalah: Allah yang menjadi Raja dan berdaulat. KehendakNya tidak ada satu pun yang ditentang. Bukankah dalam praktek-praktek kehidupan sederhana sehari-hari kita bisa memulainya. 

Cobalah lakukan perkara kecil sederhana ini ketika Anda berinteraksi dengan orang lain:
Ada empat kata yang paling penting : SAYA BANGGA ATAS KAMU
Tiga kata yang paling penting: JIKA ANDA BERKENAN
Dua kata yang paling penting: TERIMA KASIH
Satu kata yang paling penting: KITA
Dan satu kata yang harus dihindari: AKU

Pasti semua orang bisa melakukannya. Nantikanlah,  Anda akan kagum melihat dampaknya di kemudian hari! Jika Anda kebetulan menjadi seorang pemimpin dan terbiasa melakukan hal sederhana ini, sudah pasti Anda akan menjadi naungan bagi anak buah Anda. Jika Anda sebagai orang tua, pasti anak-anak Anda akan merasakan: benar, Kerajaan Allah hadir di rumah kita!

Banyak orang gagal atau merasa gagal dalam meraih citra diri itu. (Citra diri yang dimaksud bukan pencitraan melainkan mengembangkan diri seoptimal mungkin sehingga hidupnya bermakna baik bagi dirinya maupun orang yang ada di sekitarnya). Tentu ada pelbagai alasan untuk kegagalan itu. Canggung, peragu dan takut, itulah faktor yang paling dominan menjadi penyebab kegagalan itu.  Banyak orang meragukan potensi dirinya. Mereka tidak yakin bahwa Tuhan telah memberikan “benih” itu. Getaran dalam dirinya begitu kuat namun ia enggan memulainya. Mengapa? Takut dan ragu-ragu menghantuinya. Bayangkan jika ada seorang pemimpin yang di dalam kepalanya selalu dipenuhi oleh keragu-raguan. Alih-alih mengayomi, orang-orang yang dipimpinnya mengalami kebingungan dan dis-orientasi. Sydney Smith (pendeta dan penulis Inggris, 1771-1845) pernah mengatakan, “Sejumlah besar bakat hilang karena kehendak untuk menerjemahkannya menjadi kenyataan hanya disertai keteguhan hati yang lemah.”

Israel diharapkan Allah menjadi sebuah bangsa yang dapat menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain. Ibarat pohon, Israel disiapkan dan dipelihara Allah agar bangsa itu menjadi contoh dan naungan bangsa-bangsa lain. Namun, kenyataannya bangsa itu jatuh-bangun dan berulang kali mengecewakan Allah. Allah menghukum bangsa itu lewat perantaraan Nebukadnezar, raja Babel (597 SM). Yehezkiel merekam dengan baik, “Maka segala pohon di ladang akan mengetahui, bahwa Aku, TUHAN, merendahkan pohon yang tinggi dan meninggikan pohon yang rendah, membuat pohon yang tumbuh menjadi layu kering dan membuat pohon yang layu kering bertaruk kembali. Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan akan membuatnya.”

Alkitab banyak mengingatkan kita, jika kita tidak mampu bahkan mengabaikan tugas panggilan yang Tuhan percayakan maka Tuhan pun akan mengalihkannya kepada orang lain. Ayat itu mengatakan bahwa dari pohon yang layu dan kering itu akan muncul taruk (tunas). Tunas (Ibr: netzer) merupakan akar kata yang sama dari Nazaret. Tidaklah kebetulan bahwa dari Nazaretlah akan muncul tunas. Tunas yang tumbuh dari batang kering Israel yang akan membawa damai sejahtera, keadilan, kebenaran, dan kebaikan serta keselamatan bagi umat manusia. Tempat bernaung yang teduh! Matius 2:23 mencatat orang Nazaret itu adalah Yesus. Yesuslah tunas Isai itu.

Apa yang dapat kita pelajari dari kisah kegagalan Israel ini? Pada setiap kita, Tuhan sudah mempercayakan sebuah benih. Benih berkualitas. Tentu Sang Pemberi benih itu berharap agar benih itu tumbuh dengan baik dan pada saatnya menghasilkan. Dalam diri kita ada benih-benih Kerajaan Allah, peliharalah dengan cermat dan pada waktunya menghasilkan panenan berkualitas yang melimpah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar