Jumat, 08 Juni 2012

ALLAH YANG PEMURAH DAN RAHIMI

Tokichi Ishii (1871-1918) dikenal sebagai seorang pembunuh berdarah dingin di Tokyo. Penjahat ini akhirnya tertangkap dan dipenjarakan. Adalah dua orang misionaris wanita berkebangsaan Kanada mencoba berbicara dengannya melalui jeruji besi penjara. Berulang-ulang mereka mencoba menjalin komunikasi dengan Ishii. Alih-alih mau berdialog dan mendengar, tatapan mata Ishii bak binatang buas yang siap menerkam mangsanya. Dua wanita yang terkenal sabar itu mulai kehilangan kesabarannya. Mereka tidak lagi mengunjunginya. Namun mereka meninggalkan sebuah Alkitab untuknya. Tokichi Ishii penasaran, buku apa yang ditinggalkan oleh dua wanita asing itu. Ia memungutnya kemudian mencoba membacanya. Sulit baginya untuk berhenti membaca. Ia terus membaca. Ketika Tokichi untuk pertama kalinya membaca kitab Injil, ia berkata, “Aku berhenti. Hatiku seakan-akan tertusuk, tembus oleh paku lima inchi. Haruskah aku katakan itu kasih Kristus? Haruskah aku menyebutnya belas kasihan? Aku tidak tahu apa namanya itu. Yang aku tahu adalah bahwa aku percaya dan kekerasan hatiku diubah!”

Melalui narasi Injil Tokichi Ishii melihat Allah yang Mahamurah. Injil itu telah membawanya berjumpa dengan Kristus. Reaksi pertama Tokichi Ishii adalah perasaan hatinya tertusuk. Hasilnya adalah perasaan diri tidak layak. Dia menyadari betapa jahat dan biadab perilakunya selama ini. Perasaan itu mengantarnya pada penyesalan. Ia menyesali segala perbuatannya. Penyesalan adalah satu-satunya syarat bagi pengampunan. Nurani atau bathin manusia merupakan sarana Yang Maha Kudus menyentuh dan menyatakan kebenaran. Jika seseorang telah tersentuh oleh kebenaran, itu artinya ia menyadari kekhilafannya, maka seharusnya ia menyesal dan bertobat. Pastilah kasih Allah yang rahmani dan rahimi itu akan dirasakannya. Namun ketika ia menyatakan menolak kebenaran itu maka hakekatnya ia menolak karya Roh Kudus itu. Menolak karya Roh Kudus berarti menghujat Roh itu. Seseorang yang sadar akan kebenaran namun sengaja menolaknya maka ia adalah lawan dari sang kebenaran itu sendiri.

Dalam pemikiran Yahudi, Roh Kudus mempunyai dua peranan besar dalam hidup manusia. Pertama, Roh itu menyatakan kebenaran kepada manusia dan kedua, Roh itu memampukan manusia untuk mengenali kebenaran itu pada waktu mereka melihatnya. Kebenaran ini masuk ke dalam kehidupan manusia. Namun, jika manusia menolak mempraktekannya, pada akhirnya manusia itu tidak lagi mempunyai kesempatan. Jika ia terlalu lama tinggal dalam kegelapan maka sulit baginya untuk berjalan dalam terang. Jika seseorang terlalu lama berada di atas tempat tidur, ia akan kehilangan kemampuan untuk berjalan. Jika seseorang berulang kali menolak untuk belajar, maka ia kan kehilangan kemampuan belajar. Jika seseorang terlalu lama menolak bimbingan Roh  Allah, pada akhirnya ia tidak akan mampu mengenali kebenaran itu pada waktu melihatnya. Baginya, yang jahat menjadi baik dan yang baik menjadi jahat. Ia akan memandang segala yang menguntungkan dirinya, meskipun didapat dari perbuatan yang salah, itu merupakan kebaikan dari Allah. Sebaliknya, segala yang dirasakan menghambat dan menyusahkannya selalu dipandang sebagai hukuman atau murka Allah terhadapnya.

Dalam pemahaman Kristiani, ketika seseorang membaca narasi Injil maka Roh Kudus itu menghantarnya berjumpa dengan Kristus. Ia akan melihat di dalam Kristus segala kebaikan Allah. Fiman yang menjadi manusia itu. Kasih dan pengampunan Allah menjadi nyata di dalam diri Yesus. Itulah Firman yang hidup. Namun, jika berulang-ulang ia menolak mendengarkan Roh Kudus dengan mengatakan bahwa dirinya tidak mendapatkan sesuatu yang indah di dalam Yesus. Maka pandangannya terhadap Yesus tidak akan menghantarnya kepada penyesalan karena dirinya tidak mempunyai perasaan berdosa maka ia juga tidak merasa perlu untuk menyesal dan oleh karena tidak ada penyesalan maka ia tidak akan diampuni. Inilah gambaran/tipikal orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang berjumpa dengan Yesus. Mereka merasa hidup dan ibadahnya sudah benar. Kebenaran yang ada pada mereka dipakainya untuk menghakimi Yesus. Mereka tidak melihat keindahan karya Yesus termasuk di dalamnya mujizat penyembuhan, tidak tanggung-tanggung mereka menuduh Yesus sebagai seorang yang sedang ngaco dan bersekongkol dengan Beelzebul yang dikenal sebagai penghulu setan (Markus 3:20-30).

Anda dan saya tidak akan melihat Allah itu Mahamurah dan penuh Rahmat selama kita tidak memberi ruang kepada karya Roh Kudus. Memberi ruang artinya bersedia membuka hati, membiarkannya disentuh. Hati yang tersentuh akan menimbulkan pelbagai reaksi. Salah satunya penyesalan terhadap dosa-dosa yang pernah, sedang dan akan dikerjakan. Hanya ada satu syarat untuk merasakan kemurahan dan kebaikan Allah itu, yakni dengan penyesalan. Sejauh seseorang melihat keindahan karya kasih Kristus, sejauh orang itu membenci dosanya sekalipun ia tidak dapat melepaskannya, bahkan sekalipun ia berkubang dalam lumpur yang kotor, ia tetap dapat diampuni. Yesaya 1: 18 mengatakan, “Marilah, baiklah kita berperkara! Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.” Sekalipun tangannya berlumuran darah, kejahatannya begitu banyak, Tokichi Ishii merasakan dan mengalami kemurahan Tuhan.

Namun, jika seseorang berkali-kali menolak bimbingan Allah atau bahkan mempermainkan kasih karunia Allah itu dengan menganggapnya toh dosa saya nanti akan diampuni lagi, orang seperti ini adalah orang yang sedang mempermainkan Allah. Orang seperti ini akan kehilangan kemampuan untuk mengenali dan melihat kebaikan Allah. Moralitasnya pasti mengalami kehancuran sehingga baginya yang jahat itu baik dan yang baik itu dianggap jahat, bahkan ketika ia ditegor malah membenci orang yang menegornya itu. Ia tidak menyadari dosanya malah merasa sedang berbuat baik. Orang seperti ini tidak dapat bertobat dan karena tidak pernah merasakan kasih Allah yang rahmani dan rahimi itu. Ini sebenarnya yang dimaksudkan dengan dosa melawan Roh Kudus. Menurut Yesus semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni tetapi menghujat Roh Kudus tidak akan mendapat pengampunan (Markus 3:28-29).

Sebelum terlambat, hati kita benar-benar tertutup untuk suara kebenaran, marilah kita merespon kasih Allah itu dengan pertobatan. Jangan sekali-kali menganggap remeh kemurahan Allah itu. Jangan berpikir bahwa Allah itu Mahabaik dan Mahamurah oleh karena itu baiklah sekarang saya melakukan segala sesuatu yang saya suka, termasuk di dalamnya kehidupan yang penuh dosa, nanti sesudah itu saya mohon ampun, pasti Tuhan mengampuni, kan Dia Mahamurah. Ya, Tuhan itu Mahamurah tetapi pengampunan dan pengurbanannya bukan murahan! Paulus mengatakan, “…Bolehkah`kita bertekun dalam dosa supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih hidup di dalamnya?”(Roma 6:1-2).

Gunakanlah kesempatan yang masih diberikan Tuhan kepada kita untuk hidup dalam kemurahannya, yakni hidup di dalam pertobatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar