Di sebuah kedai kopi sebelah penggilingan beras ada dua orang petani sedang terlibat pembicaraan serius. Mereka memperdebatkan ajaran agama masing-masing. Sudah dapat ditebak pasti masing-masing ngotot dengan kebenaran ajaran yang dianutnya. Pada saat itulah ada seorang petani lain mendengarkan perdebatan mereka itu. Ia ikut berkomentar, “Empat puluh tahun lamanya saya membawa hasil panen padi ke penggilingan ini. Kalian tahu, hanya ada dua jalan untuk sampai di tempat ini dari rumahku, tidak seorang pun baik pemilik maupun karyawan pabrik di sini bertanya kepadaku tentang jalan yang kutempuh. Mereka hanya bertanya, ‘Apakah padiku bagus?’”
Banyak orang terlibat dalam perdebatan agama, tentu tidak salah karena dengan itu setiap orang akan terus dipacu untuk belajar mendalami pengetahuan tentang apa yang dipercayanya. Namun, sering kali lupa untuk menjalankannya. Lupa untuk membuat hidup/nyata apa yang diyakininya sebagai kebenaran. Alih-alih berbuah orang lebih suka disebut sebagai pakar atau ahli bidang tertentu dalam ajaran agama. Manusia sering merasa bangga apabila orang lain mengagumi pengetahuannya. Ternyata kebanggaan seperti itu di hadapan Tuhan tidak ada artinya. Yesus berulang kali menegur ahli-ahli kitab suci yang hanya pandai membicarakannya tetapi tidak cakap untuk melakukannya. Yesus menginginkan para muridNya berbuah yakni dapat menerapkan apa yang diajarkanNya dalam sikap hidup nyata. Itulah iman yang menjawab hidup dan tantangannya. Tentu saja tidak mudah karena ada prasyarat yang menuntutnya. Syarat itu adalah bersedia hidup terus-menerus di dalam Dia.
Dalam Yohanes 15:1-8, Yesus mengumpamakan diriNya sebagai pokok anggur yang benar. “Akulah pokok anggur yang benar”. Kualifikasi pokok anggur itu adalah “yang benar”. Bukan kali ini saja Yesus membedakan dengan yang lain. Dalam Yohanes 6, Yesus sudah menyatakan diri “roti yang benar” yang turun dari sorga. Dalam Yohanes 10, Yesus menyebut diriNya sebagai “gembala yang baik” yang berbeda dengan gembala-gembala upahan. Di mana letak kualifikasi atau keunggulan “yang benar”, yang membedakannya dari yang lain itu?
Di sini: Yesus tidak hanya menyebut kesatuan yang mesti terbangun antara para pengikut dengan diriNya. Kesatuan antara Yesus dengan pengikutNya ada dalam kerangka kesatuan antara Yesus dengan Bapa. Para murid tidak pernah hidup tanpa Yesus sebagaimana Yesus tidak pernah hidup tanpa Bapa. Bapa adalah pengusaha pokok anggur dan ranting-ranting itu memerlihatkan kesatuan antara Bapa dan para murid. Kesatuan para pengikut Yesus dengan Allah terbangun di dalam Yesus. Yesus merupakan pokok anggur yang benar karena Ia merupakan pokok anggur yang diusahakan oleh Bapa.
Di dunia ini banyak ”pokok anggur” yang tidak benar. Banyak pemimpin yang mencoba menerapkan pengaruh kepada pengikutnya lalu menciptakan ketergantungan dan pada gilirannya sang pemimpin itulah yang diuntungkan. Lihatlah para pemimpin politik dunia pada umumnya rela mengeksploitasi para pengikutnya untuk menggapai kekuasaan dan mempertahankannya. Hanya sedikit sekali para pemimpin yang tulus rela berkorban untuk orang-orang yang dipimpinnya.
Yesus sebagai pokok anggur, Bapa sebagai pengusahanya dan murid-murid sebagai rantingnya. Peran aktif dilaksanakan oleh Sang Bapa. Ia akan memotong setiap ranting yang tidak berbuah. Tidak hanya itu, Bapa juga akan membersihkan setiap ranting yang berbuah agar ia berbuah lebih banyak dan lebih berkualitas lagi. Gambaran ini menunjukkan bahwa tidak semua ranting yang menempel pada pokok anggur itu menghasilkan buah. Ini merupakan gambaran bahwa ada orang-orang yang mengikut Yesus dengan sungguh-sungguh, mereka mau terus bergantung kepadaNya dan melakukan apa yang diajarkanNya meskipun sulit. Inilah orang-orang yang “berbuah”. Tetapi sebaliknya ada orang-orang yang mengikut Yesus, mereka tahu dan mengerti apa kehendakNya namun ada beribu alasan sehingga tidak melakukan kehendakNya. Orang-orang seperti ini menganggap iman adalah hal yang instan. Padahal tidak ada sesuatu yang instan dan menghasilkan buah yang berkualitas.
Dalam pemikiran Yohanes, tidak ada yang otomatis dalam beriman. Orang tidak cukup tinggal di dalam Yesus, tetapi harus terus-menerus tinggal (tetap tinggal) di dalam Yesus. Tidak cukup bagi seseorang hanya satu kali mendengar firmanNya, karena orang harus membiarkan firman itu tetap tinggal di dalam dirinya. Tidak cukup seseorang merasa sudah lahir baru lalu menganggap dirinya telah mengenal kehendakNya. Melainkan membiarkan perubahan itu terus-menerus terjadi di dalam dirinya. Interaksi firman dan pengalaman hidupnya yang terus-menerus tanpa akhir akan membuatnya menghasilkan buah di sepanjang kehidupannya.
“Tinggalah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu”. Yohanes memakai kata meinate untuk “tinggal”. Bentuk aorist imperative dalam bahasa Yunani yang biasanya dipergunakan jika seseorang memerintahkan pada orang lain untuk memulai sesuatu. Misalnya, seorang ibu menyiapkan makanan untuk anaknya, lalu si ibu itu akan memerintahkan, “Makanlah!” Si anak yang diperintahkan saat itu belum makan dan diperintah untuk mulai makan. Nah, kalau perintah ini diucapkan Yesus terhadap para murid yang sudah sekian lama ikut denganNya, apa maksudnya? Perintah untuk tinggal di dalam Yesus bukan hanya perintah untuk tetap tinggal, tetapi perintah untuk membuat keputusan baru tentang pilihan mereka untuk mengikut Yesus. Sebagai murid, mereka memang sudah tinggal di dalam Yesus, tetapi terbukti nantinya, ada seorang Yudas yang memilih meninggalkan bahkan menghianati Yesus. Di Galilea ada banyak murid yang memutuskan untuk meninggalkan Yesus. sekarang di hadapan Yesus yang tidak lama lagi akan meninggalkan mereka itu, mereka harus membuat sebuah keputusan tegas, seolah-olah sebuah keputusan baru: tinggal di dalam Yesus atau meninggalkan Yesus.
Yesus menjanjikan hanya dengan cara itulah para murid dapat berbuah, “Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia akan berbuah banyak.” Buah seperti apa yang sebenarnya diharapkan Yesus? Pohon akan dikenal dari buahnya. Jika pohonnya baik maka akan menghasilkan buah yang baik demikian juga sebaliknya. Yesus menginginkan sama seperti diriNya diutus oleh Bapa maka sekarang para murid diminta untuk melanjutkan perutusan yang Yesus terima dari Bapa. Yesus telah menerima perutusan dari Bapa dan Bapa dimuliakan oleh apa yang dikerjakanNya. Cinta kasih itulah buah yang harus dihasilkan oleh setiap murid Yesus. Sama seperti yang Ia ajar-contohkan. Sebab percuma kalau seseorang menyatakan mengenal Yesus dan mencintainya namun kenyataannya gagal mengasihi sesama. Orang semacam ini tidak menghasilkan buah bahkan ia merupakan seorang pendusta. Munafik! I Yohanes 4:20 mengatakan, “Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah,’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.”
Cinta merupakan buah dari iman. Buah itu akan dirasakan oleh orang di sekitar Anda. Orang lain akan tersentuh dan dihargai. Bob Greene, seorang kolumnis surat kabar Chicago, “Tribun”, mencoba melukiskan peristiwa yang pernah dilihatnya berkaitan dengan pemain basket legendaris Chicago Bull, Michael Jordan. Saat itu Jordan sedang berjalan menuju mobilnya. Jordan melihat seorang anak muda yang duduk di kursi roda, sekitar 20 kaki jauhnya dari tempat ia berada. Leher anak itu bengkok, sehingga matanya tidak dapat melihat dengan lurus ke arah depan. Ketika itulah Jordan berjalan menghampirinya dan berjonggok di samping anak muda itu. Anak muda itu sangat gembira, dan berusaha untuk bangkit dari kursi rodanya, Jordan mencoba untuk menenangkannya, berbicara dengan lembut dan meletakkan tangannya di atas pundak anak muda itu.
Ayah anak muda itu mencoba mengabadikan adegan itu. Namun, kameranya mengalami kemacetan. Jordan melihatnya. Tanpa diminta, ia terus berjongkok di samping anak itu sampai sang ayah berhasil mengambil foto mereka. Kemudian Jordan berdiri dan berjalan menuju ke mobilnya. Anak muda itu terlihat mencucurkan airmata kebahagiaan. Si ayah telah mengabadikan adegan tadi dan ia senantiasa mengenangnya. Jika peristiwa ini tidak terjadi lagi dalam kehidupannya, maka ia akan menunjukkan kenangan manis yang pernah dialaminya bahwa Michael Jordan pernah memerhatikan dan menyertakannya ke dalam duniannya.
Menyertakan orang lain ke dalam dunia kita itulah bukti cinta kasih. Seberapa banyak kita menyediakan ruang hati untuk orang yang ada di sekitar kita. kita dapat dikatakan berbuah lebat apabila sebanyak mungkin membuka ruang hati dan memberi tempat bagi orang lain. Betapa pun besarnya tindakan cinta kasih kita terhadap sesama akan menjadi kamuflase apabila tidak dilakukan dari lubuk hati yang terdalam. Namun, perlakuan yang sederhana, misalnya mendengarkan orang yang sedang berkelu-kesah dan kita bersedia memberi dan membuka hati serta dunia kita untuk orang tersebut, itulah cinta yang tulus. Itulah buah anggur yang berkualitas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar