Jumat, 11 Mei 2012

KASIH DAN KETAATAN

Senin 7 Mei 2012 Vladimir Putin dilantik menjadi presiden Rusia dan mengangkat Dmitry Medvedev sebagai perdana menterinya. Belum usai tarikan nafas lega, setelah pelbagai kritikan, demo dan ketidakpuasan yang harus dihadapi kedua orang paling berkuasa di bekas negara adidaya ini. Kini mereka disibukan dengan tragedi pesawat yang disebut-sebut paling canggih di kelasnya. Tragedi Sukhoi Superjet 100! Mengapa Rusia menaruh perhatian penting atas jatuhnya pesawat ini. Ya, karena inilah proyek yang didukung pemerintah untuk dapat menyaingi Boing dan Airbus. Dan Indonesia merupakan pembeli terbesar pesawat ini. Tentu kita menaruh belasungkawa bagi saudara-saudara kita yang menjadi korban.

Ada hal menarik di balik kembalinya Putin ke istana Kremlin. Inilah peristiwa pertama kalinya dalam sejarah Rusia baru setelah runtuhnya Uni Sovyet pada tahun 1991, seseorang bisa tiga kali menjadi presiden. Pada pelantikkannya Vladimir Putin berjanji akan memperkokoh demokrasi di Rusia. Masyarakat dan dunia tahu bahwa konstitusi di Rusia hanya memungkinkan seseorang dapat menjadi presiden dua kali secara berutut-turut. Nah, kalau begitu mengapa Putin bisa dilantik untuk ketiga kali? Begini caranya, ketika Putin sudah dua kali menjadi presiden (2000-2008) ia merelakan tempatnya untuk orang lain. Orang itu adalah Dmitry Medvedev. Tentu Medvedev bukanlah sembarangan orang, ia adalah “anak didik politik” Putin. Medvedev naik tahta menggantikan Putin. Di akhir kekuasaanya, tentu Medvedev ingat akan god father-nya. Medvedev punya banyak kesempatan untuk memuluskan jalan agar Putin kembali ke istana Kremlin. Kembalilah Putin dilantik jadi presiden. Nah, sekarang bagaimana dengan posisi Medvedev? Sekarang ia menjadi Perdana menteri.

Ketika Putin dilantik menjadi presiden, senin lalu, demontrasi anti Putin merebak di Moskowa. Sungguh ironi! Ketika Putin berjanji akan “memperkokoh demokrasi” dan bersumpah “menghormati dan melindungi hak-hak dan kebebasan rakyat”, para demonstran ditindak tegas oleh polisi. Tidak kurang 120 demonstran ditangkap. Pihak oposisi mengatakan ada 650 orang ditahan dan 47 orang ditangkap. Alih-alih taat pada konstitusi dan sumpahnya sendiri, sosok Putin malah populer sebagai orang yang “lapar” akan kekuasaan.

Rusia jauh dari Indonesia. Bagaimana dengan praktek politisi di sini? Apakah lebih taat dan beradab? Seminggu yang lalu saya berdiskusi dengan pengamat politik, Burhanuddin Muhtadi. Ada hal yang menarik yang ia lontarkan: “Di negara demokrasi beradab semua pranata negara dibuat seketat mungkin. Asumsinya jika saja seorang setan yang naik dan berkuasa maka dia tidak bisa berbuat semaunya. Semua sudah “dipagari”. Sehingga “setan” itu bisa berperan menjadi “malaikat”. Tidak ada kesempatan atau celah untuk korupsi, kolusi dan nepotisme. Ia bisa menjalankan tugasnya dengan baik sesuai amanat konstitusi. Namun, di negeri kita idealis itu terbalik. Andaikan ada seorang malaikat yang masuk dalam lingkaran kekuasaan, segeralah ia akan menjadi setan. Banyak para aktifis, agamawan dan pejuang kebebasan yang dulunya bak malaikat, berjuang katanya demi rakyat tetapi sekarang setelah berkuasa toh akhirnya gak beda dengan yang lainnya. Menampilkan wajah setan!”

Saya merenung mengapa bisa terjadi? Egoisme itulah jawabannya! Selama manusia masih dikuasai oleh nafsu memuaskan dan mengasihani diri sendiri selama itu juga dia tidak akan bisa melakukan tindakan kasih dengan tulus. Pasti akan selalu ada pemikiran “apa yang menguntungkan buat aku?” ketaatan hanya semu. Seolah-olah taat pada hukum dan kesepakatan. Namun, di balik itu mencari celah agar dilihat orang bahwa dirinya sebagai orang yang punya komitmen baik. Padahal di balik itu, ada rancangan untuk menomorsatukan kepentingannya. Munafik!

“…Tinggallah di dalam kasihKu…” (Yohanes 15:9) inilah obat kemunafikan. Manusia yang menjawab undangan Yesus ini akan melihat kasih yang sesungguhnya itu. Kasih yang bukan sekedar diceramahkan, diajarkan, melainkan diperagakan dalam hidupNya. Cinta kasih demi cinta kasih!

Saya teringat akan ajaran Mahatma Gandhi. Ada dua motivasi atau pemicu seseorang dalam melakukan sebuah tindakan. Pertama, seseorang melakukan ini dan itu karena takut. Banyak para pengemudi kendaraan bermotor tiba-tiba tertib. Membereskan seat beltnya, memakai helm, berada pada jalurnya, tidak menyerobot marka jalan dan seterusnya. Mengapa? Ya, oleh karena ia melihat di depannya ada seorang anggota polantas. Bagaimana jika tidak ada? Anda bisa menjawabnya sendiri. Seorang anak belajar mati-matian, apa alasannya? Karena takut nilainya jelek. Takut tidak lulus! Seorang karyawan bekerja rajin. Mengapa? Karena ada atasannya. Jika tidak, ia akan sibuk main games atau FB-an, Twitter-an, BBM-an dan sebagainya. Seorang suami pulang tepat waktu. Mengapa? Karena takut dicemberutin isterinya. Seseorang beribadah, rajin melayani. Mengapa? Karena takut nggak kebagian sorga!

Ada motivasi yang lebih dasyat dari “takut” yakni “cinta”. Ketika Anda dirasuki cinta, maka yang mengalir keluar dari diri Anda bukan lagi untuk memuaskan ke-aku-an Anda! Melainkan memberdayakan dan membahagiakan orang lain. Jika Anda mencitai sesama maka sudah pasti Anda akan tertib di jalan raya. Ada atau tidak ada polisi Anda akan taat. Sebab ketika Anda tidak taat resikonya ada orang lain yang menjadi korban. Itulah motivasi cinta. Jika seorang siswa mencintai pelajarannya, ia akan bersungguh-sungguh belajar. Ia akan menjadi haus akan pelajaran itu. Seorang karyawan yang mencintai pekerjaannya, maka ia akan all-out bekerja. Jika seorang mencintai Tuhannya, wow! Ibadah itu menyenangkan! Di sinilah Yesus membebaskan manusia dari ketakutan! Hidup di dalam Yesus adalah hidup dalam kasih karunia. Manusia yang “tetap tinggal” di dalam Yesus pastilah akan terbiasa hidup di dalam kasih dan menerjemahkan kasih itu menjadi gaya hidupnya.

Kasih itu universal. Semua orang bisa melakukan, merasakan dan merindukan serta menerimanya. Pengakuan bahwa pengikut Yesus adalah “anak Allah” akan terbukti manakala ia dengan motivasi tulus dapat mengasihi sesamanya. Jika setiap murid Kristus melakukannya, maka apa yang dilakukan Petrus terhadap Kornelius (Kisah Rasul 10) tidak mustahil akan terjadi juga pada masa kini. Kornelius seorang asing dapat mengenal Kristus melalui pertolongan Roh Kudus dan Petrus. Atau seperti yang diungkapkan pemazmur (Mazmur 98) bahwa Allah itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Bagaimana Allah itu dikenal oleh orang yang belum mengenalnya, sebagai Allah yang baik, yang mengasihi dan berbelaras jika para pengikutnya tidak mencerminkan figur Allah yang seperti itu.

Para pengikut Yesus disebut anak Allah bukanlah harafiah bahwa Allah kawin lalu beranak. Sebutan itu ada dalam pemahaman bahwa Allah sebagai sumber kasih dan kebaikan maka setiap orang yang melakukan tindakan itu pastilah ia berasal dari Allah. Layaknya seperti anak kecil yang mencoba menirukan tindakan orang tuanya. Kalau ada seorang anak yang melakukan perbuatan jauh bertentangan dengan apa yang orang tuanya lakukan. Barangkali para tetangganya akan bertanya, “Kok, beda sekali dengan bapak/ibunya, apakah benar dia itu anaknya? Saat ini mungkin juga orang lain akan bertanya melihat tingkah-laku kita, “Kok, beda sih apa yang dipercaya dengan apa yang diperbuatnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar