Rabu, 16 Mei 2012

MENATAP LANGIT

Menatap langit! Coba kita merenung sejenak, bayangkan jika orang yang Anda cintai bahkan ia adalah tumpuan hidup bagi keluarga, kekasih Anda itu ada dalam pesawat Superjet 100 Sukhoi yang jatuh di Gunung Salak. Sanggupkah Anda menatap langit? Sanggupkah menyanyikan langit sebagai tahta keagungan-Nya? Saat ini sangat mungkin sebagian besar anggota keluarga kecelakaan pesawat itu menatap langit dengan nestapa. Sama halnya dengan keluarga-keluarga korban kecelakaan tenggelamnya kapal laut. Mereka melihat laut sebagai “pemangsa” orang-orang yang dikasihinya. Ekspresi kenestapaan itu terungkap dengan kegelisahan, kesedihan, kekcewaan, kemarahan, bahkan asa yang nyaris lenyap.

Hari-hari pertama hilangnya kontak peawat Sukhoi yang kemudian di temukan posisi jatuhnya pesawat di gunung salak. Anggota keluarga bersikeras menuntut agar siapa pun di negeri ini yang bertanggungjawab  atas tragedi itu segera menyelamatkan orang yang dicintainya itu. Kemarahan dengan kata-kata tak terkendali pun meluncur jelas. Ya, itulah kesedihan yang merupakan bagian dari cinta. Hari pun berlalu. Mereka terus mengikuti perkembangan pencarian korban kecelakaan itu. Nyaris setiap jam televisi dan radio memberitakan upaya penyelamatan dan evakuasi korban. Berangsur mereka memahami, mengerti begitu sulitnya upaya evakuasi itu. Medan yang berat, tebing yang hampir tegak lurus, hutan lebat dan cuaca yang tidak menentu menjadi kendala. Kini anggota keluarga korban itu menyadari realita yang ada. Ditambah lagi setelah ada di antara mereka yang ikut tim evakuasi, dan pengalamannya disharekan di televisi. Mereka mengerti. Kini mereka tidak lagi berpikir melulu untuk diri dan keluarga, namun juga mau memahami orang lain.  

Menatap langit! Itulah juga yang dilakukan para murid Yesus, menghantar kepergianNya ke tempat asal Ia berada. Langit menelan-Nya. Saya kira rasa nestapa itu juga menyelubungi hati dan benak para murid. Mengapa? Kini mereka akan ditinggalkan selama-lamanya oleh orang yang sangat mereka andalkan. Kalau dulu, ketika kematian Yesus, mereka hanya ditinggalkan tiga hari saja, karena sesudah itu Yesus bangkit kembali. Namun, kini kegundahan itu mencengkeram mereka. Yesus ditelan langit untuk selama-lamanya! Kegalauan mereka semakin menjadi karena kepada sosok Yesus yang baru saja bangkit dari kematian ditaruh asa yang luar biasa. “Tuhan, apakah sekarang Tuhan mau mendirikan kembali Pemerintahan bangsa Israel?”(Kisah Para Rasul 1:6, Alkitab Terjemahan Bahasa Indonesia Masa Kini) Diharapnya dari Yesus cita-cita kemesiasan yang lama, tahta kerajaan duniawi itu diraih, namun kini Sang Pengharapan itu meninggalkan mereka. Beruntunglah ada malaikat yang mengingatkan dan menghibur mereka bahwa Yesus akan kembali lagi dengan cara yang sama.

Menatap langit bisa berarti bengong, putus asa karena orang yang diandalkan sudah tidak ada bersama kita lagi. Kita menjadi ngeri dan gamang ketika harus meneruskan kehidupan ini. Betapa tidak, di depan tantangan itu nyata! Namun, bagi orang yang berpikir positif. Kepergian orang yang menjadi andalan itu adalah sebagai kesempatan bagi dirinya untuk mengembangkan diri dan meneruskan apa yang sudah dirintis oleh pendahulunya. Seorang menejer muda akan merasa canggung dan risi apabila ia terus berada di bawah bayang-bayang seniornya. Celakanya kalau sang senior masih ingin terus berpengaruh. Yesus menginginkan bahwa kepergianNya ditanggapi oleh para murid sebagai sebuah kesempatan berpartisipasi dalam melanjutkan karya-Nya. Menjadi saksi-Nya sampai keujung bumi.

Menjadi saksi Tuhan itu tidak mudah. Yesus mengerti kesulitan yang akan dihadapi oleh para murid. Oleh karena itu Yesus tidak mengutus mereka dengan tangan hampa. “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”(Kis. 1:8). Kuasa akan diberikan kepada para murid!
Kuasa! Siapa yang tidak ingin mendapatkannya? Namun, ada hal menarik untuk kata yang satu ini dalam bahasa Yunani. Ada dua kata Yunani untuk kata “kuasa”. ξουσα (eksousia), berarti “otoritas sebagai hak mutlak”. Kata ini hanya digunakan untuk Allah. Allah sebenarnya pemilik kuasa yang mutlak! Dan yang kedua adalah kata δύναμις (dunamis) yang berarti “kemampuan” atau “kekuatan”. Dari kata dunamis kita mengenal banyak kata turunannya seperti “dinamika” yang sering diartikan “semangat”. Juga kata dinamo yang berarti “penggerak” atau “pendorong”. Dinamit, orang mengartikannya sebagai bom, atau sebuah potensi kekuatan letupan. Dengan demikian jelaslah bahwa yang Tuhan berikan kepada manusia bukanlah “kuasa” yang seperti ada pada diriNya. Maka jangan pernah menyamakan diri dengan Tuhan. Merasa harus ‘sakti’  dengan bisa melakukan berbagai mujizat! Melainkan, kita fahami bahwa kuasa itu adalah semangat, penggerak dan potensi yang luar biasa untuk keperluan meneruskan tugas yang telah dirintis oleh Yesus.

Para murid disadarkan bahwa yang harus mereka perjuangkan bukanlah kekuasaan pemerintahan duniawi. Bukan juga kepentingan agar mereka mendapat ruang nyaman yang besar, melainkan kerajaan cinta kasih seperti yang Yesus perjuangkan. Menjadi saksi sampai ke ujung bumi! Saksi yang seperti apa? Ada beberapa hal tentang saksi Kristen. Pertama, seorang saksi adalah seseorang yang mengatakan, “Saya tahu ini adalah benar.” Di pengadilan seorang saksi tidak boleh memberikan kesaksian yang bukan pengalamannya pribadinya. Kedua, kesaksian Kristen itu tidak cukup dengan kata-kata, tetapi juga dengan perbuatan. Ada hal menarik yang diceritakan William Barclay: Ketika H.M. Steanley berjumpa dengan David Livingstone di Afrika Tengah. Dia tinggal bersamanya untuk beberapa waktu. Steanley berkata, “Jika saja saya tinggal bersamanya lebih lama lagi saya tidak perlu didorong untuk menjadi Kristen (Nn: dengan sukacita saya akan menjadi Kristen) walaupun dia tidak pernah berbicara tentang itu kepada saya.” Kesaksian dari orang tersebut sangat menarik!

Ketiga, dalam bahasa Yunani, kata saksi dan kata untuk martyr (syahid) adalah sama, yaitu μάρτυς. Seorang saksi harus bersedia menjadi martyr. Menjadi saksi berarti menjadi taat, apa pun juga resikonya. Nah, sekarang Yesus telah menyelesaikan tugasNya. Pengakuan iman kita mengatakan bahwa Ia telah kembali “duduk di sebelah kanan Allah Bapa.” Kini ia mempercayakan tugas pelayanan selanjutnya kepada gerejaNya, kepada Anda dan saya. So, what gitu lo? Don’t be bengong liatin langit! Just do it now!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar