Perasaan apa yang menghinggapi hati Anda mana kala melihat anak-anak kecil menggendong bayi kumal ingusan dan menadahkan tangan, meminta-minta di lampu merah? Ada banyak jawaban untuk itu. Mungkin Anda sudah terbiasa melihat pemandangan itu sehingga tidak merasakan apa-apa bahkan mengganggu kelancaran arus lalu-lintas. Bisa jadi Anda kesal dan marah pada orang tua mereka yang membiarkan mereka mencari makan atau malah memanfaatkan anak-anak kecil itu sebagai alat untuk mencari uang. Tak tertutup kemungkinan hati Anda tersentuh oleh belaskasihan. Iba! Anda membayangkan anak-anak itu tidak berada di sana melainkan di sekolah, belajar dan bermain.
Splagkhnistheis, itulah kata yang melukiskan ketika perasaan Anda tersentuh. Ketika Anda membayangkan tidak semestinya anak-anak sekecil itu mempertaruhkan nyawanya mencari uang. Itulah iba! Apa yang bisa dilakukan oleh iba? Tangan Anda bergerak, merogoh kantong dan memberi uang. Atau merancangkan sebuah pelayanan pemberdayaan bagi mereka. Itulah tindakan belaskasihan. Yesus sering melakukan tindakan belaskasihan oleh karena hati-Nya tidak tahan melihat penderitaan atau kebutuhan orang yang tidak terpenuhi. Salah satu contoh dalam Injil Markus 1:40,41. Ketika itu ada seorang yang menderita kusta memohon kepada-Nya untuk dipulihkan. Markus mencatat perasaan Yesus diliputi splagkhnistheis sehingga Yesus menjawab, “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Hati yang diliputi oleh belaskasihan akan menggerakkan seseorang untuk melakukan apa saja agar dapat menolong orang lain tanpa menghitung untung dan rugi dari apa yang ia kerjakan.
Perasaan Anda juga bisa diliputi orgistheis yang berarti: marah, kesal, geram dan berang, mana kala Anda memikirkan mengapa orang tua anak-anak itu membiarkan mereka ada di jalanan. Bahkan mereka memperalat anak-anak itu menjadi mesin uang. Anda membayangkan betapa tidak bertanggungjawabnya orang tua seperti itu. Beberapa naskah yang lebih tua dari Markus 1:41 menggunakan kata orgistheis untuk menggambarkan perasaan Yesus saat berhadapan dengan si kusta yang memohon pemulihan. Lalu bagaimana kita mengertinya?
Sangat mungkin Yesus marah terhadap kuasa di balik sakit dan penderitaan. Kuasa jahat! Bukankah dalam ayat-ayat sebelumnya kuasa jahat itu telah tunduk. Namun, kini di hadapan-Nya berlutut orang yang menjadi korban kuasa itu! Bukan hanya terhadap kuasa jahat Yesus marah. Ia marah juga terhadap para imam, penguasa agama, yang berwenang memberikan stempel “halal”, atau tahir kepada mantan kusta. Sering para imam ini kurang bersedia melakukannya. Jadi sekali pun sudah sembuh, orang yang bersangkutan tetap tersisih. Yesus menyuruh orang itu membawa persembahan yang diwajibkan hukum untuk pentahirannya. Inilah yang dimaksudkan dengan kata “sebagai bukti” dalam ayat 44. Tentu, Yesus sendiri pun tahu bahwa tidaklah mudah orang itu untuk menemui imam yang bersedia menolong orang itu. Karena itu Ia geram! Lebih parah lagi, yang menghalangi bukanlah kekuatan kuasa jahat yang menyebabkan penyakit –yang sudah disingkirkan- melainkan orang-orang yang memiliki wewenang menjalankan hukum Musa, yakni para imam! Ini yang membuat Yesus orgistheis.
Splagkhnistheis dan orgistheis bagaikan dua buah sisi dari mata uang yang sama. Allah di dalam Yesus adalah Allah yang berbelaskasihan, Allah yang mengerti dan turut merasakan penderitaan yang dialami oleh manusia. Oleh karenanya, Kristus rela menanggung sengsara bahkan mati agar manusia terbebas dari dosa dan akibatnya, yakni: penderitaan. Baiklah kita memandangnya bahwa Allah yang kita sapa Bapa di dalam Kristus itu pasti memberikan apa yang terbaik bagi setiap anak-anak yang berharap kepada-Nya. Dalam kisah penyembuhan si kusta, adalah tidak mudah baginya untuk menghadap imam di Bait Allah agar resmi dinyatakan sembuh dan dapat kembali ke dalam masyarakat. Tempat yang Ilahi hadir secara nyata sekarang tidak lagi di Bait Allah, tetapi di tempat Yesus berada. Dialah Bait Allah yang baru: di dalamnya manusia dapat berjumpa dengan Allah. Melalui Yesus orang mengenal kasih sayang Bapa. Kristus yang dapat menyatakan orang menjadi bersih kembali. Yesus jugalah yang menjadi kurban bagi pemulihan orang kusta dan kaum terpinggir lainnya. Inilah warta yang melegakan yang disampaikan Injil!
Lahiriah kita tidak kusta. Tapi sangat mungkin kita semua najis dan cemar oleh dosa. Selayaknya kita dikucilkan dari kasih sayang Tuhan. Namun, hal itu tidak dilakukan Tuhan. Tuhan menginginkan setiap manusia kembali menjadi tahir. Sembuh! Kini giliran kita, seperti si kusta yang berharap akan belaskasihan Tuhan, serta yakin apa yang dilakukan-Nya itu memulihkan dia. Marilah kita taat dan setia dan berharap kepada-Nya. Namun, seringkali kita merancang sendiri kebaikan Tuhan itu menurut versi kita. Seperti kisah kustanya Naaman disembuhkan Tuhan melalui perantaraan nabi Elisa. Naaman membayangkan bahwa Elisa akan memanggil nama Tuhan, lalu menggerak-gerakkan tangannya di atas penyakit itu dan dengan demikian penyakitnya menjadi sembuh (2 Raja-raja 5:11). Memang akhirnya Naaman sembuh juga. Tetapi alangkah baiknya kita gak usah ngeyel, lakukan saja apa yang menjadi kehendak dan perintah-Nya pastilah kita akan menemukan belaskasihan Tuhan itu. Kita akan “sembuh’!
Di sisi lain, kita harus mengingat bahwa Tuhan juga bisa marah dan geram. Ia marah apabila kuasa dosa itu terus bercokol dalam kehidupan manusia. Ia geram ketika Anda dan saya memilih jalan mudah, menyenangkan namun bertolak-belakang dari kehendak-Nya. Bayangkan jika Anda seorang ayah. Anak Anda melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Menyodomi anak tetangga, misalnya. Pasti Anda geram, marah namun di dalamnya ada penyesalan, ada iba, manakala anak ini akan ramai-ramai dihakimi. Tidak! Mestinya tidak seperti itu! Demikian juga dengan Bapa di sorga, pasti Dia tidak ingin anak-anak yang sudah ditebus oleh Anak-Nya sendiri terus hidup berkanjang di dalam dosa.
Allah akan sangat geram jika kita berlaku seperti para imam (tentu tidak semua imam) yang cenderung menghalangi orang berdosa menghampiri mezbah kasih sayang Tuhan. Tutur kata dan perbuatan kita bisa menghalangi orang datang kepada Tuhan. Oleh karena itulah alangkah baiknya kita selalu memohon pertolongan Tuhan dalam bertutur dan bertindak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar