Jumat, 27 Januari 2012

LEBIH DARIPADA NABI

Dalam mitologi Yunani dikisahkan pada suatu malam Dewa Zeus menghampiri nimfa (semacam peri yang tinggal di alam bebas) yang bernama Maia. Maia mengandung dan melahirkan Hermes. Hermes cepat bertumbuh menjadi dewasa. Ia dikenal sebagai dewa yang sangat cerdik, pandai, tangguh, orang Yunani percaya bahwa Hermeslah penemu olah raga gulat, balap dan tinju, maka tidak heran kalau Hermes dipercayai sebagai dewa pelindung para atlet. Tidak hanya itu, Hermes ternyata lebih dikenal sebagai dewa yang mengerti kehendak Zeus, dewa tertinggi dalam mitologi Yunani dan mampu membahasakan ulang atau menerjemahkannya kepada manusia. Sehingga manusia dimampukan mengerti bahasa “langit”. Tentu, tidak semua dewa yang mempunyai kemampuan seperti Hermes. Peran Dewa Hermes sangat penting, sebab bila terjadi kesalahpahaman tentang pesan dewa-dewa, akibatnya akan fatal bagi seluruh umat manusia. Hermes harus mampu menginterpretasikan atau menyadur sebuah pesan agar difahami oleh pendengarnya.

Dari mitologi inilah, kemudian Plato (429-347 SM) dalam karyanya, Definitione menjelaskan tentang hermeneutik yang artinya “menunjukkan sesuatu” yang tidak hanya terbatas pada pernyataan tetapi meliputi bahasa secara umum, penerjemahan, interpretasi dan juga gaya bahasa serta retorika. Tujuannya jelas agar orang yang mendengar pesan itu menjadi mengerti. Sedangkan dalam Timaeus, Plato menghubungkan hermeneutika dengan pemegang otoritas kebenaran, yaitu bahwa kebenaran hanya dapat difahami oleh “nabi”. Nabi di sini maksudnya adalah mediator antara para dewa dengan manusia. Fungsi mediator inilah yang menghubungkan secara etymologis antara rumpun semantik hemeneus dan dewa perantara Hermes.

Dalam agama-agama Semitik, peran Hermes setara dengan Nabi. Nabi dalam tradisi Yahudi merujuk pada tiga kata  Ibrani: navi’, ro’eh dan khozeh. Nabi adalah orang yang dipanggil untuk menjadi juru bicara Allah. Kata Yunani untuk ‘nabi’ adalah prophetes yang berarti ‘seseorang yang berkata-kata / berbicara atas nama orang lain’. Para nabi dipanggil dan diutus Allah untuk menyampaikan pesan Allah kepada umat-Nya berdasarkan apa yang sudah dilihat, didengar dan diterimanya dari Allah. Penyampaian pesan ini menggunakan metode yang variatif. Bisa melalui orakel, alat peraga, contoh hidup, perumpamaan dan lain sebagainya. Tujuannya agar umat mengerti dan melakukan kehendak Allah.

Bangsa Israel mengenal banyak para Nabi. Musa salah satunya yang sangat dihormati. Musa tidak hanya menjadi penyambung lidah Allah bagi umat-Nya tetapi juga, melalui kepemimpinannya, orang Israel menemukan jati diri mereka sebagai umat pilihan Allah. Bersama Musa umat, itu menuju tanah perjanjian. Melalui Musa, Allah berbicara langsung menyampaikan Taurat-Nya. Musa menyadari bahwa perannya sebagai alat di tangan Tuhan akan segera berakhir, maka ia menyampaikan pesan – tentu bukan dari dirinya sendiri - kepada bangsanya bahwa kelak Tuhan akan membangkitkan seorang nabi (Ulangan 18: 15,18) dari kalangan bangsanya sendiri, yang peranannya sama seperti dirinya (18:5).

Kita percaya bahwa nubut Musa ini digenapi dalam diri Yesus. Yesus memenuhi kriteria kenabian yang dikatakan Musa. Menyampaikan pesan Allah Yang Mahatinggi. Injil Markus mencatat karya kenabian Yesus ini yang pertama-tama adalah menyerukan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat dan karenanya umat manusia yang mendengarnya harus merespon dengan pertobatan dan percaya kepada Injil (Markus 1:5).

Selanjutnya Yesus mengajar di sinagoge. Setiap pengajaran-Nya selalu membawa respon dari para pendengar-Nya. Markus 1;21-28 setidaknya mencatat  dua pengaruh yang dirasakan langsung dari khotbah Yesus. Pertama, orang banyak takjub medengar ajaran Yesus. Cara dan isi ajaran Yesus berbeda dengan ahli Taurat sehingga membuat orang takjub. Mengapa mereka takjub? Karena Yesus mengajar dengan menunjukkan otoritas rohani yang berasal dari Allah. Yesus membuat firman menjadi hidup dan menimbulkan kekaguman bagi orang yang mendengar-Nya. Di dalam diri Yesus, perkataan dan perbuatan menyatu padu. Itulah sebabnya, apa yang diajarkan-Nya didukungnya dengan “tanda-tanda”, yaitu apa yang Dia kerjakan. Perkataan diilustrasikan-Nya dengan “pekerjaan” nyata. Sedangkan pekerjaan dijelaskan-Nya dengan perkataan. Dengan demikian perkataan-Nya mendapatkan bobot / isi, sedangkan pekerjaan-Nya mendapatkan makna. Dengan pekerjaan-Nya, Yesus “memeteraikan” sabda-Nya. Inilah Injil yang genuine, yaitu Injil yang diberitakan Yesus melalui perkataan dan perbuatan. Jadi dalam hal ini peran Yesus lebih dari sekedar Dewa Hermes yang hanya menerjemahkan pesan langit menjadi mengerti di bumi.

Maka tidaklah mengherankan orang yang melihat dan mendengarnya menjadi takjub! Ekseplessonto, berarti takjub, sangat heran, atau terkejut/ kaget (bercampur kesal). Reaksi seperti itu timbul oleh karena Yesus mengajar berbeda dari para rabbi. Ia nyeleneh,  menyimpang dari kebiasaan umum. Menurut Markus, yang menyebabkan mereka takjub adalah kuasa yang dimiliki Yesus. Yesus benar-benar seorang pengajar yang berwenang atas kuasa ilahi yang dimiliki-Nya. Justeru karena menyimpang dari yang lazim, lebih-lebih karena tampil dengan wewenang sendiri, para pendengar-Nya kaget, sedangkan para pemimpin Yahudi kesal, malah jengkel.

Reaksi kedua, masih berkaitan dengan otoritas dari Bapa-Nya, kehadiran Yesus membuat tidak nyaman roh-roh jahat. Roh-roh yang selama ini tidak terusik oleh kehadiran ahli-ahli Taurat dan umat yang beribadah. Namun, kini mereka terganggu. “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah” (Markus 1:24).

Roh jahat itu meneriakkan tiga kalimat keras. Yang pertama bernada umpatan, “Apa urusan-Mu dengan kam, hai Yesus orang Nazaret!” Roh jahat ini merasa teganggu oleh kehadiran Yesus. Ia merasa terancam. Marah. Kenapa Yesus tidak mengurus “bisnisnya” sendiri seperti kebanyakan ahli Taurat: membangun citra dan wibawa. Ia mengira Yesus sama seperti dirinya, mencari pengaruh, memasarkan komoditi “rohani” dan kekuatan-kekuatan supranatural.

Kedua, roh jahat itu merasa terancam, “Apakah Engkau datang untuk membinasakan kami?” Roh jahat ini tahu apa yang hendak dikerjakan Yesus, tentu saja mereka sangat terancam. Yesus tidak pernah kompromi dengan roh jahat dan kuasanya.

Akhirnya, yang ketiga, ia malah menggretak bahwa ia kenal siapa Yesus, yakni “Yang Kudus dari Allah.” Mengatakan aku kenal siapa kamu membuat orang menjadi ‘groggi”. Ada hal-hal yang disembunyikan kini terungkap. Tetapi memang benar, kuasa jahat itu mengenal siapa yang kini dihadapinya. Di hadapannya ada wilayah suci yang tidak dapat membuatnya bergerak. Dan wilayah itu ada pada “Orang Nazaret” ini. Keunggulannya jelas dirasakan. Itulah yang disaksikan orang banyak pada waktu itu dan diberitakan pada kita sekarang ini. Mereka semakin bertanya-tanya, siapa sesungguhnya “Orang Nazaret” ini, yang mempunyai wibawa sedemikian besar sehingga roh jahat pun menyingkir? Pastilah Orang ini adalah benar “Yang Kudus dari Allah”! Bukan sembarangan orang, bahkan lebih dari sekedar nabi!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar