Kamis, 29 Desember 2011

TUHANLAH ANDALAN UTAMA DALAM HIDUP INI

Refleksi Akhir Tahun 2011

Mikael sudah setahun menjadi menantu Pak Simon. Di kampungnya, Pak Simon kesohor sebagai tukang sepatu andal. Semula Mikael tidak tahu-menahu urusan membuat dan memperbaiki sepatu. Namun, lantaran ia menyukai belajar dan bekerja, kini ia malah lebih pandai membuat sepatu ketimbang sang mertua. Mikael dikenal sebagai seorang pemuda misterius. Tampangnya selalu serius, pendiam, selalu tunduk dan tidak pernah tersenyum.

Pada suatu hari, datanglah seorang pejabat di daerah itu bersama dengan kais keretanya. Dengan pongah pembesar itu membentak, “Kamu pernah melihat kulit sepatu seperti ini? Ini kulit terbaik dan sangat mahal harganya. Di seluruh Rusia tidak ada kulit sebagus ini. Apakah kamu bisa membuatkan sepatu boot yang sangat kuat? Kalau dalam satu tahun ada satu saja jahitan yang kendor, kamu akan mendapatkan kesulitan! Tetapi kalau jahitannya bagus, saya akan membayar kamu sepuluh rubel. Sangguh tidak?

Hati Simon ciut. Resikonya terlalu tinggi. Kalau sepatu boot itu gagal, bagaimana nanti ia membayar ganti ruginya? Tetapi ia melihat Mikael menganggukkan kepala, sebagai isyarat bahwa ia sanggup mengerjakannya. Lalu dengan tangan gemetar, Simon mulai mengukur kaki sang pejabat itu. “Ingat, sepatu ini harus kuat satu tahun, aku mau memakainya sampai tahun depan!” Bentak pembesar itu lagi. Mendengar bentakan itu tiba-tiba, Mikael yang tidak pernah tersenyum mendadak tersenyum. “Hai, kenapa kamu nyengir, lebih baik kamu siapkan alat kerjamu supaya sepatuku lekas selesai ketika aku membutuhkannya,” dengan nada kasar, pejabat itu meningatkan Mikael.

“Baik tuan. Apa yang tuan perlukan akan kami siapkan tepat pada waktunya!” jawab Mikael sambil menunduk.Segera setelah pejabat itu hengkang, Simon memandang dan mengelus kulit itu dengan rasa kagum. Lalu ia menugasi Mikael untuk mulai mengguntingnya sebab ia merasa Mikael lebih terampil untuk mengerjakan tugas yang penuh resiko ini. Beberapa jam kemudian Simon meninjau pekerjaan Mikael. Muka Simon mendadak pucat pasi, dengan suara gemetar ia berkata,”Ya, ampun. Mikael! Kenapa kamu guntingnya begini, ini guntingan untuk sepatu jenazah, bukan sepatu boot. Biasanya kamu tidak pernah salah. Celaka kita, pejabat itu pasti marah dan kita kena hukuman. Ini bukan sepatu boot, ini sepatu jenazah….!”

Tiba-tiba pada saat kepanikan Simon memuncak, pintu ada yang mengetok. Ternyata itu adalah kais kereta pejabat tadi. Dengan tergopoh-gopoh ia berkata, “Jangan dulu digunting kulit yang tadi itu. Tidak jadi dibikin sepatu boot. Tuanku mendadak meninggal dunia. Nyonya menyuruh aku cepat-cepat kemari memerintahkan aku untuk meminta kepada kalian bahwa kulit tadi tidak jadi dibuatkan sepatu boot, melainkan sepatu jenazah!”

Itulah sepenggal cerita karya pengarang besar Rusia, Leo Tolstoy (1828-1920). Dalam dongeng itu Mikael adalah malaikat yang sedang ditugaskan Tuhan untuk menemukan tiga buah kebenaran. Salah satu di antaranya adalah “Apa yang tidak boleh dilakukan manusia”. Mikael menemukan kebenaran itu ketika pejabat tadi mengandalkan hari depan pada perhitungannya sendiri. Itulah yang tidak boleh dilakukan oleh manusia. Pejabat itu mengira bahwa hari depannya ada di tangannya sendiri. Ia menginginkan sepatu yang kuat untuk satu tahun, padahal umurnya hanya tinggal beberapa jam saja.

Mengakhiri tahun ini (2011) biasanya bagi orang bijak tidak hanya merayakannya dengan makan-makan atau pesta pora, melainkan dengan melihat kembali perjalanan kehidupan di tahun yang baru saja terlewati. Mengevaluasinya dan mencatat hal-hal buruk yang tidak boleh lagi terulang di masa yang akan dating. Kemudian kita membuat perencanaan-perencanaan untuk tahun mendatang. Belajar dari kisah Mikael, mestinya kita menyadari bahwa perencanaan hidup di masa mendatang tidak boleh hanya mempertimbangkan dan mengandalkan factor-faktor rasional belaka, misalnya kemampuan fisik, finalsial, kedudukan, koneksi, akal budi, dan yang sejenis dengan itu. Benar faktor-faktor itu tidak bisa diabaikan, namun ketika itu menjadi andalan yang utama, maka kita merasa tidak lagi memerlukan pertolongan Tuhan. Kita lupa bahwa sekuat-kuatnya faktor andalan tersebut tidak akan memberi jaminan mutlak!

Kita mungkin masih mengingat kisah tentang orang kaya yang tanahnya sangat luas dan hasil panennya berlimpah luar biasa. Sehingga ia berencana untuk merombak, membangun lumbung-lumbungnya dengan yang lebih besar. Dengan itu ia merasa bahwa jaminan timbunan makanan yang ia memiliki merupakan factor andalannya, sehingga ia tidak lagi perlu bekerja, dan kini hanya menikmatinya saja sambil berpangku tangan. Rasional! Namun jaminan itu tidak mutlak! Nyawanya bukan terletak pada berlimpahnya harta bendanya. (Lukas 12:13-21)

Jadi apakah kita tidak boleh mengandalkan apa yang ada pada diri kita? Bukankah akal budi, koneksi, kepandaian, bahkan harta benda itu adalah anugerah Tuhan juga? Jelas boleh dan itu semua wajib disyukuri, namun yang tidak boleh adalah mengesampingkan peranan Tuhan. Tuhan mestinya jadi yang paling utama di dalam kita merancangkan segala sesuatu. Yakobus 4: 13-17, perikop yang diberi judul oleh LAI, “Jangan melupakan Tuhan dalam perencanaan”. Yakobus mengingatkan bahwa setiap kita ini adalah makhluk yang fana maka harus senantiasa bergantung kepada Sang Pencipta yang Kekal adanya. Di samping itu kita perlu bergantung dan mengandalkan Tuhan dalam setiap rencana-rencana kita supaya kita tidak menjadi sombong dan congkak manakala usaha kita berhasil, seolah-olah itu semua karena kemampuan diri sendiri. Dan jika kitatidak berhasil tidaklah membuat kita menjadi depresi dan putus asa, oleh karena itu, andalkanlah Tuhan sebagai yang paling utama dalam setiap perencanaan hidup kita! Selamat hari Natal, 25 Desember 2011 dan Tahun Baru, 1 Januari 2012, Tuhan Memberkati Anda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar