Mencermati percakapan para elit politisi dan penguasa, lewat berbagai media di negeri ini sangat tidak mudah dimengerti. Mana yang harus dipercaya, sering kali membingungkan! Kemarin (6 Juli 2011) saya membaca head line surat Kabar Kompas mengangkat tema betapa sulit dan mahalnya pendidikan bagi anak-anak. Hari ini tampaknya keluhan itu dijawab oleh pihak penguasa dengan judul “Tidak Boleh Ada Pungutan Apa Pun di SD dan SMP.” Betulkah prakteknya seperti itu? Anda sendiri bisa menebak jawabannya. Hal yang menarik dalam harian yang sama adalah kasus tentang Nazaruddin, mantan bendahara partai yang sedang berkuasa. Sekarang tokoh yang satu ini dijadikan musuh bersama. Para pejabat dan petinggi partai, dalam harian itu, berubah pendirian. Kompas memberi judul “Lain Dulu Lain Sekarang”. Tentu sebagai rakyat, saya pun bertanya, “Di manakah konsistensi dan integritas menegakkan kebenaran?” Betapa sulitnya mempertahankan kebenaran di tengah situasi yang tidak menentu.
Lain dulu lain sekarang! Bukankah seringkali kita pun berubah pendirian, ketika tahu apa yang benar dan harus diperbuat namun diperhadapkan dengan terancamnya rasa nyaman kita? Banyak orang menjadi goyah dan mengingkari kebenaran itu! Saya hendak mengajak kita semua untuk menyadari bahwa memang tidak mudah untuk melakukan apa yang benar . Apa yang benar itu bagi orang percaya adalah Firman Tuhan. Tidak mudah untuk melakukan firman Tuhan dalam segala kondisi dengan baik. Diperlukan tekad dan komitmen yang kuat serta mengandalkan kuasa Tuhan.
Setiap orang percaya meyakini bahwa kebenaran bersumber dari Firman Allah. Firman itu keluar dari mulut Allah sendiri. Firman itu adalah penyataan Allah. Keberadaan Firman, bukanlah berdiri sendiri, tetapi pastilah terkait dengan yang mengucapkanNya, yakni Allah. Firman merupakan satu kesatuan dengan Allah. Oleh karenanya, Firman mencerminkan pikiran, hikmat dan kehendak Allah. Tindakan Allah menyatakan firmanNya, berarti: Ia menyatakan maksud, keinginan dan hikmatNya. Karenanya setiap orang percaya mesti melakukan apa yang dikehendaki firman itu. Jika seseorang tidak meyakini dan tidak percaya bahwa Allah telah berfirman, lalu ia tidak melakukan atau mengabaikan apa yang dikehendaki Allah, itu adalah perkara yang wajar. Namun, jika kita tahu, yakin dan percaya bahwa Allah telah berfirman tetapi kita tidak mau bahkan menolak untuk melakukan Firman itu, itu artinya kita lebih dari seorang atheis!
Dalam pemahaman kristiani, khususnya teologi reformasi, mengenal tiga bentuk dari Firman Tuhan. Pertama, “Firman Hidup” yakni yang menunjuk kepada Yesus Kristus. Mengapa menunjuk kepada Yesus Kristus? Karena, di dalam Dia, manusia secara kasat mata dan akurat melihat segala kehendak, maksud, hikmat dan gambaran yang utuh tentang Allah Bapa. Kedua, “Firman Tertulis”, yaitu Alkitab. Alkitab dipahami sebagai penyataan Allah kepada manusia yang terpusat pada Kristus, Firman Hidup itu. Ketiga, “Firman yang Diberitakan” yakni Firman yang dikhotbahkan. Tentu khotbah yang benar adalah yang berdasarkan pada “Friman Hidup” dan “Firman Tertulis”.
Dalam Yesaya 55:10,11 mengingatkan kepada kita bahwa setiap Firman yang keluar dari mulut Allah itu akan berhasil. Gambaran keberhasilan itu dilukiskan seperti hujan dan salju yang turun dari langit, menumbuhkan tumbuhan dan menghasilkan makanan bagi siapa yang mau mengolahnya. Firman itu tidak pernah kembali dengan sia-sia! Apakah benar Firman itu tak pernah gagal? Bukankah realitasnya banyak orang gagal mempertahankan Firman dalam hidupnya dan memilih apa yang ditawarkan dunia hingga hidup sama seperti orang yang tidak mengenal Allah?
Dari pihak Allah, Firman itu tidak pernah gagal, Ia pasti berbuah berlipatganda. Ibarat seorang petani, Allah menaburkan benih yang berkualitas. Tidak ada benih yang hampa! Namun, pada akhirnya kondisi “tanah” turut menentukan hasil akhir dari proses bertani itu. Yesus mempergunakan perumpamaan tentang penabur dalam menjelaskan respon orang-orang yang mendengar Firman itu (Matius 13:1-9, 18-23).
Proses bertani di Palestina kuno tidaklah sama seperti di Indonesia. Biasanya seorang petani mempersiapkan tanah untuk ladang gandum dengan terlebih dahulu membajaknya. Tanah sedemikian rupa dipersiapkan agar gembur dan subur. Si petani akan menebarkan benih gandum dengan genggaman tangannya. Tentu ada saja benih yang terlempat ke tempat yang tidak semestinya. Setelah selesai menabur maka petani itu akan kembali menutup tanah yang sudah ditaburi benih dengan membajak tipis agar benih tidak dimakan burung.
Tanah atau sarana benih tumbuh itu adalah kondisi hati manusia dalam merespon Firman Tuhan. Ada empat tipe hati manusia dalam menerima Firman Tuhan:
1. Benih yang jatuh di pinggir jalan. Pinggir jalan, tentu bukan media yang baik. Jalan adalah tanah yang keras. Ini gambaran tidak mudahnya benih itu tumbuh. Bisa aja seseorang datang dalam kebaktian dan mendengarkan Firman Tuhan, tetapi Firman itu tidak dapat masuk kedalam hatinya. Ada banyak penyebab Friman itu sulit menembus hati manusia. Umumnya menganggap Firman itu tidak begitu penting dan relevan. Logika manusia mendominasi apa yang harus dikerjakannya. Jadi Firman itu hilang, seperti benih yang dimakan habis oleh burung. Tidak berbekas!
2. Benih yang jatuh di tanah yang berbatuan, di mana gandum cepat bertumbuh tetapi cepat menjadi layu. Itulah gambaran orang yang mendengar Firman dengan antusias dan gembira, tetapi tidak berakar. Bisa saja orang seperti ini begitu menggebu-gebu melayani setelah menghadiri KKR. Namun, ketika mengalami gesekan, pergumulan, penderitaan atau penganiayaan maka akan cepat pula mundur mengingkari imannya karena ia tidak mempunyai akar di dalam Kristus. Orang yang dangkal itu “tidak berakar”. Mereka tidak berakar dalam firman Tuhan karena tidak mencernanya lebih lanjut dan tidak berdoa dengan sungguh memohon pertolongan Roh Kudus. Andaikan mereka memohon pertolongan Roh Kudus, ibarat tumbuhan mengisap air dan nutrisi ke dalam tanah, mereka akan menjadi kuat secara rohani.
3. Benih yang tumbuh di semak duri. Kekuatiran dan kekayaan adalah semak duri, ada orang yang mulai mendengar Firman Tuhan dengan baik, tetapi lambat-laun kekuatiran dunia dan keinginan akan kekayaan sangat berpengaruh bagi mereka. Kekuatan Firman Tuhan itu terhimpit oleh semak duri itu dan benih itu mati sebelum menghasilkan buah. Keinginan untuk menjadi kaya dan menikmati kekayaan menyesatkan dan menipu mereka. Barangkali inilah juga yang disinyalir oleh Paulus. Kondisi manusia yang telah jatuh dalam dosa akan cenderung diperbudak oleh dosa. Meskipun ia menyadari akan kebenaran Firman, namun tawaran pemuasan hasrat duniawi lebih mendominasinya. Hidup menurut keinginan daging, sederhananya memanjakan nafsu duniawi, merupakan ciri khas manusia yang diperbudak oleh dosa. Hidup yang seperti ini merupakan seteru bagi Allah (Roma 8:7) dan pada gilirannya tidak mungkin hidup berkenan kepada Allah (8:8).
Karena itu, manusia membutuhkan Juruselamat untuk menebusnya. Melalui karya penebusan Kristus, orang yang menyambutNya dimampukan untuk hidup menurut Roh. Hidup menurut Roh berarti memusatkan diri, memberi tempat dan prioritas yang paling terhormat kepada kehendak Roh itu untuk dilaksanakan di tengah-tengah tawaran-tawaran pemuasan keinginan daging itu. Semak duri itu harus berani dibabat habis apabila menghendaki benih tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah.
4. Untunglah, benih itu ada yang jatuh di tanah yang subur. Inilah gamabran orang yang mendengarkan firman Tuhan, berusaha memahaminya dan menjadikan Firman itu sebagai dasar kehidupannya. Mereka akan menghasilkan buah. Buah itu nyata dan dapat dirasakan oleh orang-orang di sekelilingnya melalui jalan pikiran, tutur kata dan tingkah lakunya yang selalu konsisten, mempunyai integritas. Orang-orang semacam inilah yang dibutuhkan oleh dunia, apalagi di Indonesia yang sedang sulit mendapatkan figur atau panutan yang punya integritas terhadap kebenaran. Mungkin saat ini Anda berpikir bukan sebagai lahan yang subur. Mintalah kepada Tuhan agar RohNya yang Kudus itu mau mengolah "tanah" Anda menjadi subur. Sebaliknya, Anda harus bersedia diolah dan mau hidup dalam Roh seperti yang diungkapkan Paulus dalam Roma 8:9. GBU!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar