Rabu, 15 Juni 2011

ALLAH YANG TERUS BERKARYA BAGI UMAT-NYA


Dunia pendidikan sekali lagi tercoreng. Siami, seorang ibu yang mengajarkan nilai-nilai kejujuran kepada anaknya harus menelan pil pahit. Ia dan keluarganya diusir oleh kawan sekampungnya lantaran melaporkan praktek kecurangan dalam Ujian Nasional SDN Gadel 2, Surabaya. Niat baik malah berbuah malapetaka. Siami tidak tahan melihat praktek kecurangan yang dilegalkan oleh pendidik anaknya. Sang guru meminta  Alif, anak Siami untuk memberikan jawaban ujian pada teman-temannya, itu katanya sebagai balas budi!

Ada apa dengan negeri ini? Kejujuran dan kerja keras seolah tidak mendapat tempat. Sebaliknya kecurangan dan jalan pintas diagungkan! Maka tak heran, jika pagi ini (15 Juni 2011) saya membaca head line Kompas, “Masyarakat Kian Permisif Korupsi”. Buah pendidikan dan budaya yang mementingkan kerja gampangan. Kasus korupsi seolah tiada akhir, semakin lama semakin menjadi, tak terkendali karena penegak hukum tidak punya wibawa dan keinginan untuk menunaikan tugasnya dengan sungguh-sungguh. Tidak ada contoh figur panutan. Hal ini berbeda sekali dengan Zhu Rongji ketika dilantik menjadi Perdana Menteri China, tahun 1997, ia mengatakan, “Beri saya 100 peti mati, 99 saya akan kirim untuk koruptor, dan satu untuk saya jika saya pun melakukan hal itu.”

Jika kita cermati, hidup ini cenderung mengarah pada prilaku ingin gampangnya saja. Ingin hasil ujian dengan nilai bagus, nggak usah kerja keras belajar. Nyontek dan beli jawaban soal jauh lebih simpel! Nyuap polisi ketika ditilang jauh lebih mudah dan ekonomis dari pada harus mengikuti persidangan.  Ingin menikmati hidup mewah? Ngapain kerja keras? Kalau ada kesempatan meraup uang instansi atau perusahaan kenapa tidak?  Jangankan ada kesempatan, tidak ada kesempatan pun akan dicari-cari! Bekerja kalau bisa dihindari. Ada banyak orang mempunyai angan-angan, jika dirinya punya uang banyak, uangnya itu akan didepositokan di bank. Kini ia akan hidup dari bunga deposito itu, tidak usah bekerja, kini nikmati saja hidup: jalan-jalan dan memuaskan semua keinginannya. Mengapa manusia mempunyai kecenderungan seperti itu? Karena perspektif manusia terhadap bekerja negatif.

Bekerja, dipahami sebagai kutukan. Setelah Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Allah memberi hukuman kepada mereka. Kini Adam harus bersusah payah mencari rejeki dengan mengolah tanah seumur hidupnya (Kejadian 3:17). Sampai kini banyak orang memahami bahwa pekerjaan yang dilakukannya adalah sebuah beban berat untuk mendapatkan rejeki. Nah, jika pandangan terhadap bekerja seperti itu, dapatkah orang bersukacita ketika ia bekerja? Padahal, Alkitab menjelaskan kepada kita bahwa sejak semula Allah menciptakan manusia bukanlah sebagai turis yang tiap hari berjalan-jalan dan menikmati fasilitas super lux Taman Eden. Kejadian 2: 15 mengatakan, “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” Mengusahakan dan memelihara adalah “bekerja”. Jelaslah sejak semula bekerja itu bukanlah kutukan! Bekerja adalah hakekat dan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Mengapa? Manusia diciptakan segambar dengan Allah dan Allah sendiri adalah Allah yang terus berkarya/bekerja. Jadi jika ada manusia yang masih memiliki potensi namun memilih untuk tidak menggunakan potensinya itu untuk bekerja maka sebenarnya ia sedang mengingkari jati dirinya sebagai manusia.

Allah yang terus berkarya/bekerja, banyak diperdebatkan. Untuk apa Allah bekerja bukankah Ia Mahakuasa? Dia bisa melakukan apa saja tanpa repot-repot bekerja. Tentu kita tidak bisa menjawab secara tepat mengapa dan untuk apa Allah bekerja. Namun, Allah yang memperkenalkan diri melalui Alkitab jelaslah bukan Allah seperti yang dipahami oleh kaum Deisme. Deisme memahami Allah seperti tukang alroji. Tukang atau pembuat alroji akan menciptakan alroji itu dengan sangat cermat sehingga alroji itu akan berfungsi sendiri tanpa campur tangan pembuatnya. Deisme hanya percaya Allah pada awal penciptaan saja. Allah menciptakan dunia ini dengan segala hukum-hukum alam di dalamnya. Setelah penciptaan itu segalanya seperti alroji, akan berjalan sesuai dengan hukum-hukumnya. Allah tidak perlu lagi hadir dalam sejarah manusia. Allah yang dipahami dalam Alkitab adalah Allah yang terus bekerja dan berkarya dalam sejarah kehidupan manusia. Allah yang mengenal betul pergumulan dan penderitaan manusia dan Allah yang mau memberikan jalan pembebasan bagi manusia. Itulah sebabnya kita memahami konsep Allah Tritunggal. Allah Bapa sebagai Pencipta, Allah Anak sebagai Allah yang menyelamatkan manusia dari dosa, dan Allah Roh Kudus sebagai Allah yang menolong, menghibur dan terlibat dalam kehidupan orang percaya. Jelaslah sampai kini Allah terus berkarya.

Allah yang terus berkarya melibatkan manusia dalam karyanya itu. Melalui Roh Kudus, saat ini Allah menginginkan setiap orang percaya untuk terlibat dalam karya Allah memulihkan kembali keutuhan ciptaan. Jika Allah mau melibatkan manusia bukan berarti Allah tidak mampu melakukannya sendiri, sebaliknya dari sudut pandang manusia harus dipahami: inilah kehormatan yang diberikan Allah kepada manusia. Tinggal sekarang, manusianya mau menyambutnya atau mengabaikannya.

Menjadi rekan kerja Allah bukanlah pekerjaan serampangan tanpa jerih lelah. Memberitakan Injil Tuhan Yesus bukanlah perkara pandai bicara dalam meyakinkan orang lain. Tugas pemberitaan Injil yang diamanatkan Yesus seringkali direduksi menjadi megkristenkan orang dengan jalan membaptiskannya. Padahal jika kita cermati seutuhnya tugas itu termasuk di dalamnya adalah mengajarkan untuk melakukan apa yang Yesus ajarkan (Matius 28:20). Learning by doing!  Sama seperti ketika Yesus hidup bersama murid-muridNya. Ia berkarya tetapi tidak omong doang. Kini Ia meminta karya itu diteruskan dalam dunia ini. Tidak ada jalan lain untuk melanjutkan karya Allah dalam Kristus itu adalah dengan cara hidup seperti Yesus hidup. Saat ini bangsa kita miskin dengan figur atau teladan. Lihat contoh kasus di atas: guru yang seharusnya mengajarkan dan mempraktekan kejujuran malah sebaliknya. Maka tidak heran menghasilkan masyarakat yang permisif dengan budaya negatif. Jika saja setiap orang Kristen mampu menampilkan, mengajarkan dengan melakukan seperti yang Yesus kerjakan, maka sangat besar sumbangsihnya bagi bangsa ini. Jangan menyesali atau protes mengapa kita hidup di negeri seperti ini, karena Tuhan menginginkan karyaNya berlangsung terus dalam hidup Anda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar