Kamis, 21 April 2011

KUASAILAH DIRIMU DAN JADILAH TENANG


Sabtu Sunyi 2011
Metrotvnews.com, Kediri: Keluarga Mualim I kapal Sinar Kudus di Kabupaten Kediri, Jawa Timur semakin khawatir dengan nasib 20 awak kapal Sinar Kudus yang disandera perompak Somalia. Karena sudah 36 hari ABK kapal Sinar Kudus tersebut belum dibebaskan. Istri Masbukhin, Mualim Satu Kapal Sinar Kudus, Yunita Mei mendesak PT Samudera Indonesia pemilik kapal Sinar Kudus segera membebaskan suaminya dan awak lain dari penyanderaan perompak. Menurut Yunita Mei, kini perompak Somalia sudah membatasi komunikasi suaminya dengan dirinya. Terakhir Jumat lalu, dirinya masih bisa berkomunikasi dengan suaminya. Sementara itu istri Slamet Riyadi, Ida Laely hingga kini masih mengkhawatirkan kondisi suaminya yang masih sakit dalam penyanderaan perompak di kapal sinar kudus. Kini seluruh keluarga ABK kapal Sinar Kudus hanya tinggal pasrah  terhadap keadaan yang akan terjadi. Sambil berdoa dan berharap agar penyanderaan oleh perompak secepatnya berakhir. (RIE)

Panik! Saya kira itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi keluarga awak kapal Sinar Kudus yang tersandra oleh perompak Somalia. Kebutuhan konsumsi sehari-hari kian menipis, sakit akibat stress dan sanitasi yang kian memburuk, komunikasi yang kian dibatasi, sampai todongan senjata bahkan bayang maut sudah di depan mata! Bayangkan jika Anda adalah istri, ibu, ayah atau anak dan orang tua dari salah seorang sandra itu. Dapatkah Anda tenang dan menguasai diri? Saya yakin tidak mudah! Semakin besar cinta Anda kepada orang yang “tersandera” maka semakin cemas dan panik Anda. Gambaran kepanikan itulah yang kita dapat saksikan dalam dialog-dialog keluarga tersandera yang disiarkan langsung oleh beberapa stasiun TV swasta. Kepanikan tercermin bukan hanya dalam diri keluarga, namun juga nampak pada perwakilan perusahaan Samudera Indonesia. Bayangkan di kapal itu mengangkut biji Nikel senilai Rp. 1,5 Triliun dengan tujuan Rotterdam, Belanda, lebih dari cukup untuk membangun gedung baru DPR yang dihebohkan itu. Pemerintah juga panik, karena mereka terus didesak dan ditekan, seolah kurang tanggap, gamang dan tidak punya strategi yang jelas. Kepanikan inilah yang membuat semuanya tidak terkendali, tidak terorganisir. Sehingga penanganan perompakan itu kian tidak menentu.

Bagaimana dengan Anda? Pernahkan Anda berada dalam situasi dan kondisi seperti keluarga dari awak kapal Sinar Kudus? Atau lebih jauh lagi Anda menglami peristiwa seperti Masbukhin, awak kapal itu. Berhadapan langsung dengan bayang-bayang maut? Siapa pun yang hidup dalam dunia, tentu tidak dapat menghindari diri dari bayang-bayang maut. Entah itu yang mencekam atau tidak. Entah itu berupa sakit penyakit yang mematikan, musibah, malapetaka, ataukah penganiayaan. Sangat mungkin dalam kondisi seperti ini ketenangan dan penguasaan diri adalah sesuatu yang sangat mahal! Bagaimana bisa tenang kalau anak sedang berada di ruang ICU. Bagaimana mungkin bisa tenang jika deposito di bank tiba-tiba raib. Jadi wajarlah jika dalam kondisi itu saya marah, emosional dan bahkan irasional!

Panik, gelisah dan prustasi juga tercermin dalam diri murid-murid Yesus, ketika mereka diperhadapkan pada kenyataan bahwa kini Guru dan Tuhan mereka harus mati. Janji-janji tentang kebangkitanNya seolah sirna ditelan kenyataan maut. Sunyi, sepi, dan tak bergairah, barangkali kondisi itulah yang kemudian menjadi istilah Sabtu Sunyi. Adalah Maria Magdalena dan Maria yang lain yang tetap berada di depan kubur Yesus (Matius 27:61). Bukankah gambaran seperti itu yang kita rasakan di kala kita berhadapan dengan bayang maut dan penderitaan? Kita lupa tentang janji-janji penyertaan Tuhan.

Saya kira perasaan itulah yang mula-mula menghinggapi seorang Rabbi Yahudi di Amerika Serikat, Harold Kushner. Ia adalah seorang yang saleh. Pekerjaannya adalah melayani Tuhan. Ia menyampaikan kata-kata Tuhan kepada jemaatnya. Ia membimbing jemaatnya supaya mengikuti dengan setia perintah-perintah Tuhannya. Ia adalah juru bicara Tuhannya. Ia adalah pesuruh Tuhannya. Karena ia telah melaksanakan tugasnya dengan tekun dan baik, wajarlah bila ia mengharapkan Tuhannya juga berbaik buat kepadanya.

Tapi anak laki-laki satu-satunya, Aaron menderita penyakit yang aneh. Ia lalu membawa anak itu ke dokter.
"Rabbi, Aaron menderita progeria" kata dokter.
"Apa? Penyakit apa itu, dokter?" tanya Rabbi.

"Suatu penyakit yang menyebabkan seorang anak cepat menjadi tua dan mati pada usia yang sangat muda."

Kushner merasa diperlakukan tidak adil. Ia merasa dikhianati. Mengapa Tuhan tidak menghargai pengabdiannya? Mengapa Aaron, anak kecil yang tidak berdosa harus mendapat penderitaan yang demikian berat? Pertanyaan dan gugatannya kepada Tuhan ditulisnya dalam buku "When Bad Things Happen to Good Peoples". Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dan telah diterbitkan berulang kali oleh berbagai penerbit di Indonesia.

Menjadi orang percaya, pengikut Yesus, sekalipun pelayan Tuhan tidaklah lepas dari penderitaan dan kesulitan hidup. Yesus pun berkali-kali mengingatkan tentang itu. Petrus murid yang jatuh bangun dan sangat dekat dengan Gurunya, mengingatkan dalam I Petrus pasal 4 mengingatkan akan banyaknya penderitaan yang menimpa pengikut Yesus. Wanti-wanti kalaupun harus menderita janganlah menderita karena berbuat jahat, “Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau.”(I Pet.4:15). Namun, seandainya engkau menderita karena berbuat baik dan melakukan kehendak Yesus maka bersukacitalah, “Sebaliknya, bersukacitalah sesuai sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Krsitus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemulian-Nya.”(I Pet.4:13)

Menguasai diri dan menjadi tenang ketika sedang berada dalam badai kehidupan tidaklah mudah! Saya pernah mengalaminya. Ketika hemangioblastoma bersarang di dalam sumsum tulang leher C2, hanya beberapa centimeter di bawah batang otak dengan resiko lumpuh total atau bahkan kematian! Bisakah tenang mendengar kabar itu? Oh, jangan harap, gelisah, panik, kalut dan sebagainya bercampur aduk. Bagaimana dapat tenang dan menerima keadaan. Ya, jawabannya tidak instan. Sama seperti Ayub melihat penyertaan Tuhan itu melalui proses. Dalam kondisi itu saya mencoba berdoa, lalu saya membuka bagian Alkitab dan yang saya baca saat itu adalah Lukas 12:5-7. Bagi saya, itulah jawaban Tuhan, sehingga berangsur-angsur saya dapat menerima kondisi sakit itu dan selanjutnya saya menjadi yakin bahwa Tuhan menyertai saya. Itulah yang membuat saya tenang (maaf bagian ini kesaksian pribadi).

Kushner, berhasil melewati pergumulannya, meskipun anaknya pada akhirnya meninggal. Bahkan akhirnya ia mengatakan dalam bukunya, Als het Kwaad Goede Mensen Treft, “penderitaan adalah bentuk dari kemanusiaan manusia. Artinya, sebagai manusia tidak mungkin bebas dari penderitaan.” Justeru dalam penderitaan itulah banyak misteri terungkap, yang dulunya hanya sekedar teori tapi kini nyata. Dulu hanya kata orang bahwa Tuhan itu baik, tapi kini dapat mengalaminya sendiri. Di akhir pergumulannya Ayu berkata, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku memandang Engkau.” (Ayub 42:5).

Petrus menasehatkan kita, ketika dalam kondisi kalut, dalam hal ini konteksnya penganiayaan, “Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.”(I Pet.4:7). Jadi masalahnya sebenarnya terletak dalam diri kita sendiri. Menguasai dan mengendalikan diri itulah hal yang terutama. Dalam kondisi panik, emosi yang dominan dan mengambil alih, di sinilah kita dalam keadaan rentan. Masalahnya bagaimana menguasai diri dalam kondisi seperti itu? Lihatlah kembali karya Tuhan dalam hidup Anda, minimal ingatlah akan pengorbananNya di kayu salib, yakinlah bahwa Anda berharga di hadapanNya. Karena Anda berharga maka pastilah Dia menyertai Anda. Anda tidak sendiri! Di sinilah ketenangan akan berangsur-angsur merasuki tubuh Anda. Selanjutnya Anda akan percaya seperti Paulus percaya bahwa tidak ada yang dapat memisahkan antara Anda dengan kasih Kristus, maut sekalipun! Jika sudah demikian pasti Anda akan mampu menerima keadaan apa pun yang menimpa Anda bahkan tidak mustahil Anda akan mampu menyukurinya. Sekarang doa yang Anda panjatkan kepadaNya bukan lagi doa yang bernada paksaan, melainkan sama seperti Yesus berdoa di Taman Getsemani, “Jadilah kehendak-Mu!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar