Rabu, 20 April 2011

KASIH-NYA MENJULANG NYATA


Jumat Agung 2011
Pejuang anti kekerasan India, Mahatma Gandhi pernah berujar bahwa kekuatan (power) yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sebuah tindakan berasal dari dua sumber. Pertama, berasal dari rasa takut akan hukuman. Misalnya, seseorang melakukan ibadah dan segala macam tindakan kesalehan oleh karena ia takut dihukum. Jika melanggar aturan agama maka kelak dirinya tidak akan mendapat bagian di sorga, sebaliknya mendapat hukuman di neraka. Kedua berasal dari cinta kasih. Seseorang menjalani kehidupan saleh, beribadah dan berbuat baik oleh karena dia mencintai Tuhannya. Tuhan yang dia sembah tidak suka kejahatan, maka ia dengan sadar ingin menyenangkan hati Tuhannya. Kekuatan yang didasarkan pada cinta kasih, kata Gandhi seribu kali lebih efektif dan permanen ketimbang kekuatan atau motiv  yang berasal dari ketakutan akan hukuman.

Bagi Gandhi, kekuatan cinta kasih itu dapat mengalahkan apa saja, tentu di dalamnya termasuk kekuatan egois, tamak, benci dan dendam yang justeru ada dalam diri setiap orang. Bukankah musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri. Egonya! Ada banyak tokoh besar dalam sejarah peradaban manusia. Mereka berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Lihat saja Daud, walaupun tubuhnya tidak sebanding dengan Goliat, namun ia berhasil menaklukannya. Namun, Daud gagal mengalahkan dirinya sehingga ia jatuh karena keinginannya memiliki Bersyeba, istri Uria.  Kekuatan keserakahan/egoisme tidak pernah menang melawan kekuatan cinta. Itulah yang sedang diperagakan Yesus di bukit Golgota. Ia mengalahkan egoNya!

Gandhi belajar banyak tentang “Khotbah di Bukit”. Dia mencoba menerapkan apa yang dipelajarinya itu dalam memimpin India menghadapi koloni Inggris. Gandhi berhasil membuktikan bahwa perlawanan tanpa kekerasan, ahimsa, dapat mengalahkan penjajahan. Namun, ia harus mati bukan di tangan lawan, melainkan pengikutnya sendiri pada 30 Januari 1948 di New Delhi. Penghianat yang tidak rela Gandhi menebar cinta untuk semua kalangan, untuk perdamaian Hindu dan Islam. Radikalis Hindu ini menghadiahi tiga butir peluru di dada Gandhi. Gandhi tewas bersimbah darah membawa keyakinannya bahwa cinta kasih takkan pernah terkalahkan!

Dengan kematian Gandhi, apakah kekuatan cinta itu hilang?`Apakah cinta kasih terkalahkan oleh kekerasan? Ternyata tidak! Pengaruh kekuatan cinta Gandhi menyebar ke berbagai peloksok dunia. Dr. Martin Luther King, Jr pernah mengatakan: “Jika umat manusia adalah peradaban untuk kemajuan, Gandhi tidak bisa dihindari. Ia hidup, berpikir, bertindak dan terinspirasi oleh visi kemanusiaan yang menghendaki dunia yang damai dan harmoni.” Kekuatan cinta yang diperagakan Gandhi terus mengispirasi banyak orang bahkan sampai kini.

Jauh sebelum Gandhi mempelajari Khotbah Di Bukit (Matius 5-7), Yesus telah mempraktekkan kekuatan cinta kasih itu. Yesus tidak memilih menggunakan kekuasaanNya agar manusia takluk kepadaNya. Jika Yesus menggunakan segala kuasanya, bukankah sudah sejak lama Ia berhasil mengalahkan kuasa-kuasa jahat. Di awal pelayananNya, ketika Dia dicobai, Iblis sudah dikalahkanNya (Matius 4:10-11). Demikian juga dengan kuasa-kuasa yang mendera manusia yang membuahkan sakit dan penderitaan itu semua tidak berdaya menghadapi Yesus. Namun, seringkali orang memandang Yesus yang menderita didera dan disalibkan itu adalah sosok manusia yang tidak berdaya. Manusia yang gagal memperjuangkan idealismenya! Oleh karena itu banyak orang yang meragukan kuasa Yesus: Yesus yang berkuasa mengubah air menjadi anggur, menghalau badai yang mencekam para murid, yang berkuasa membangkitkan orang mati, dan banyak lagi yang lainnya. Apakah tidak dapat melawan orang-orang yang menghendaki kematiaanNya? Gugatan seperti itu juga disampaikan oleh prajurit-prajurit yang mengolok-olok Yesus, “Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu! (Lukas 23:37) Atau sama seperti penjahat yang digantung bersama Yesus, “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!” (Lukas 23:39).

Mengapa Yesus tidak melawan ketika Dia dihakimi, dianiaya, dan digantung di kayu salib? Mengapa Ia seperti anak domba yang dibawa ke tempat pembantaian? LidahNya kelu, kuasaNya raib! TeriakanNya memilukan, “eloi, eloi, lama sabaktani!” Mengapa? Jawabnya karena Dia taat kepada BapaNya! Yesus menaklukan diriNya sendiri.Yesus mau membuktikan kebenaran ajaranNya tentang kasih! Mengasihi orang bukan hanya terhadap orang yang sudah mengasihi karena kasih yang seperti ini hakekatnya bukan kasih namun praktek jual-beli. Kasih adalah memberi tanpa syarat! Kasih tidak pernah menuntut, kecuali terhadap dirinya sendiri: apakah aku sudah berbuat yang terbaik untuk apa yang aku kasihi! Musuh sekalipun harus dikasihi. Kekerasan dan kejahatan tidak harus ditanggapi  dan dibalas dengan kekerasan lagi. Bukankah batu karang yang keras akhirnya akan terkikis oleh air?  Gandhi pernah mengaminkan perkataan Yesus tentang kekerasan yang tidak harus ditanggapi dengan kekerasan. Ia mengatakan, “Jika mata ganti mata itu hanya akan membuat seluruh dunia menjadi buta.”

Di Golgota, dimana begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan nampaknya bukan seperti anak manusia lagi, Yesus membuktikan kasih Allah terhadap dunia, kasih yang memberi, kasih yang tidak menuntut. Di bukit Golgota, tepatnya Yesus memberi diri untuk disalibkan! Bukan terpaksa disalibkan! Sebab bagiNya mudah saja menggunakan kuasa dan otoritasNya untuk mengenyahkan itu semua. Namun, itu  tidak Ia gunakan! Dia memilih jalan salib untuk menyatakan kepada dunia bahwa kekerasan dan kebrutalan serta dosa yang mendera manusia dapat dikalahkan dengan cinta kasih! Di Golgota, kasihNya menjulang nyata, hingga genaplah firman Tuhan, demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia;…”(Yesaya 52:15a) Yesus memberi contoh kepada dunia untuk melakukan segala tindakan didasarkan atas cinta kasih! Yesus ingin manusia mentaati dan mengasihi Allah bukan karena takut dihukum, melainkan karena mencintai Allah. Jika Anda mengaminkan keagungan cinta kasihNya maka seharunya Anda mengasihi Allah dan manusia bukan karena iming-iming imbalan sorga atau takut dihukum di neraka, melainkan karena Anda mencintai Allah!

Gandhi, meskipun tidak mengakui Yesus sebagai Tuhannya, ia telah berhasil menjadikan ajaran Yesus itu hidup di dalam dirinya. Bagaimana dengan kita yang menyebut Yesus Tuhan? Mestinya lebih dari Gandhi dalam menjalankan ajaranNya. Ataukah apa yang diwariskan Yesus hanya sebagai wacana sehingga sangat langka orang-orang yang dengan sungguh-sungguh meneruskan cinta kasih Yesus. Kalau demikian tepatlah apa yang dikatakan Albert Einstein tentang Gandhi, “Generasi yang akan datang, mungkin, akan langka percaya bahwa orang seperti ini pernah dalam daging dan darah berjalan di atas bumi ini.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar