Pada tahun 2009, saya mengalami sakit demam yang cukup tinggi serta bercak-bercak di seluruh tubuh saya. Tidak lama kemudian, tangan kanan dan sebagian dada saya kaku dan sulit untuk digerakkan. Saya segera dirawat di sebuah rumah sakit swasta yang ada di dekat rumah saya, namun dokter setempat tidak dapat memutuskan (diagnosa) apa yang menjadi penyebab sakit saya. Rumah sakit kedua yang saya datangi juga tidak dapat memutuskannya. Mereka melakukan tindakan MRI terhadap diri saya khususnya di bagian leher (cervical). Hasil yang diperoleh adalah: adanya inflamasi (pembengkakan) di seluruh servical ( C1-C7) dan ada sebuah titik (spot) berdiameter sekitar 4 mm. Dokter setempat memberikan obat untuk mengurangi inflamasi yang ada, tapi sayang tidak berhasil. Akhirnya mereka menyarankan kami pergi mencari rumah sakit lain yang memiliki dokter bedah syaraf dan peralatan yang lebih lengkap. Maka kami pun memutuskan untuk pergi ke RS Siloam-Karawaci.
Sesampainya kami di RS Siloam-Karawaci, dokter yang menerima kami menyarankan agar saya segera menjalani operasi untuk mengangkat spot yang ada di cervical 2. Saat itu saya sudah pasrah dengan keputusan tersebut. Namun, setelah melalui diskusi di antara dokter maka diputuskan operasi ditunda dan saya menjalani pengobatan untuk mengatasi demam dan upaya untuk mengatasi inflamasi yang ada. Tak lama kemudian, dr. Julius July kembali dari Amerika, setelah mendengar persoalan yang dialami saya, ia memberikan perhatian dan penanganan terhadap sakit saya. Dr. Julius juga berusaha untuk menemukan apa yang menjadi penyebab sakit saya, yang dirasa cukup unik (karena inflamasi yang mencapai 7 ruas tulang leher). Saya kembali menjalani serangkaian tes laboratorium, MRI dan sebagainya. Setelah sebulan saya dirawat, saya tidak mengalami kemajuan yang cukup berarti.
Beberapa taman menganjurkan, saya pergi ke Singapore untuk mencari pendapat lain (second opinion) dari dokter yang ada di sana. Saya mengunjungi 3 rumah sakit terkenal, dan ternyata 3 dokter yang saya temui pun tidak dapat memberikan keputusan apa yang menjadi penyebab sakit saya. Malahan, inflamasi saya bertambah 2 ruas, sekarang inflamasi mencapai T 2. Selama saya di Singapore, saya tetap berhubungan dengan dr. Julius dan menyampaikan apa yang mejadi diskusi dokter-dokter di Singapore.
Akhirnya kami memutuskan untuk konsentrasi dengan tindakan-tindakan yang akan diambil oleh dr. Julius bersama dengan teman-teman Tim Bedah Syaraf di Siloam-Karawaci. Setelah kembali menjalani serangkaian pengobatan, dr. Julius menyatakan sudah cukup upaya-upaya pengobatan itu dilakukan dan sekarang adalah upaya terakhir yaitu operasi pengangkatan spot yang ada di C 2. Saya merasa sedikit gentar menghadapi operasi itu, maka pada malam hari sebelum operasi ketika dr. Julius melakukan visitasi, saya berkata kepadanya: “Dok, saya sebagai pendeta, berdasarkan keyakinan saya, saya percaya Tuhan memakai berbagai macam cara untuk menyembuhkan orang, termasuk melalui dokter dan operasi yang akan dijalani.” Dr. Julius menjawab: “Pak, saya juga sampai saat ini meyakini bahwa kalaupun saya mengoperasi dan pasien saya sembuh, itu semua tidak terlepas dari penyertaan Tuhan, saya hanya alat yang dipakai oleh Tuhan”. Mendengar jawaban itu, hati saya tenang, saya yakin Tuhan berkarya dan memakai dr. Julius dan tim bedah syaraf sebagai alatNya.
Saya pun menjalani operasi tersebut pada tanggal 3 Desember 2009. Operasi berlangsung selama sekitar 6 jam (termasuk persiapan operasi), dan hasil laboratorium patologi menyatakan bahwa spot itu adalah hemangioblastoma. Satu jam kemudian setelah operasi, dr. Julius memeriksa saya dan meminta saya untuk menggerakan kaki dan tangan saya. Pada waktu saya menggerakkan keduanya, dr. Julius begitu senangnya sampai berkata: “I’m Happy”. Empat hari kemudian saya sudah bisa pulang ke rumah, dan pada tgl 24 dan 25 Desember 2009, saya sudah dapat melakukan tugas saya berkhotbah di gereja dalam rangka Natal bahkan saya dapat membaptis anggota jemaat saya. Sebulan kemudian saya kembali melakukan kontrol dan diMRI, hasil yang diperoleh adalah semua bersih termasuk inflamasi yang awalnya mencapai 9 ruas, sekarang tidak ada sama sekali. Kembali dr. Julius sangat gembira melihatnya, ia mengatakan: “It’s amazing”.
Mendengar saya sakit, teman yang berada di Kampen, Belanda banyak menanyakan dan berdiskusi, terakhir dia memita copy rekaman operasi saya. Setelah melihat dan berdiskusi dengan dokter di Belanda, dokter di Belanda itu bertannya, “Ini dilakukan di Indonesia?” Saya menjawab, “Ya, di RS Siloam- Karawaci, oleh dr. Julius!”
Sekarang saya menulis testimoni ini setelah setahun 3 bulan saya menjalani operasi, sebulan yang lalu saya kembali melakukan MRI dan hasilnya adalah bersih. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Julius dan teman-teman Tim Bedah Syaraf yang sudah mengoperasi dan menolong saya sembuh dari sakit yang saya derita. Kini saya bisa menekuni pekerjaan saya kembali. Saya bisa menikmati hobby lagi: bermain biola dan fotografi. Saya berdoa semoga dr. Julius dan teman-teman tetap dipakai Tuhan untuk menjadi alatNya menolong banyak orang yang membutuhkan.
Jakarta, 14 Maret 2011
Pdt. Nanang, STh.
Semoga Tuhan memakai tangan dr Julius juga untuk menyembuhkan adik saya yang rencananya akan biopsi untuk tumor otaknya. amin
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
HapusBu, Rina saya ikut mendoakan agar adik Ibu mendapat pertolongan dari Yang Mahakuasa melalui perantaraan Tim dokter di RS Siloam
BalasHapusShallom bapak.. Puji Tuhan saya senang mendengar kabar bapak sudah sembuh.. Ibu saya baru saja didiagnosis adenoma hipofisa dan berencana akan dioperasi oleh dktr julius july.. Mudah2an tangan Tuhan yang berkuasa menyembuhkan sperti yg trjadi pada bapak amin
BalasHapusKak Vina, permisi tanya. Apa ibunya sukses dioperasi oleh Dktr Julius July? Sy jg menderita adenoma hipofise. Sy belum tau kemana saya harus dioperasi. Tolong dibantu info. Terima kasih
HapusPak Pdt Nanang apakah saat ini dr Julius masih praktek di Rs Siloam karawaci?
BalasHapusDr. Julius Juli masih praktek di Rs suloam
BalasHapus