Selasa, 15 April 2025

MERENDAHKAN DIRI UNTUK MELAYANI DAN MENGASIHI

Pesona itu pasti mengagumkan. Layaknya semua orang, Petrus dan teman-temannya baru saja menyaksikan peristiwa di luar nalar. Lazarus yang telah dimakamkan dipanggil dan ia bangun lalu berjalan. Hidup lagi! Sebagai ganjarannya, Maria saudara Lazarus itu membasuh kaki Sang Guru dengan narwastu murni yang lebih dari cukup untuk memberi makan 2.500 orang miskin dengan makanan yang bergizi!

 

Kekaguman Petrus dan teman-temannya terus berlanjut. Dari Bethania, rombongan kecil ini berjalan menuju Yerusalem untuk merayakan Paskah. Berita yang telah mengguncang daratan Palestina itu membuat siapa pun merasa wajib untuk menyambut Sang Mesias. Sepertinya tidak cukup daun-daun palem untuk menyambut-Nya. Mereka menanggalkan jubah, melepas baju, untuk menjadi alas jalan bagi keledai muda yang ditunggangi Sang Raja. “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” (Yohanes 12:13).

 

Bayangkan Anda menjadi salah seorang dari teman Petrus! Betapa menyenangkan pemandangan seperti ini. Disambut, disanjung dan dielu-elukan. Bukankah ini yang dicari banyak orang; berkuasa dan dihormati, dilayani dan ditakuti! Tidaklah mengherankan kalau di antara teman-teman Petrus mereka berusaha tampil menonjolkan diri dan berebut posisi. 

 

Sayang, keriuhan ini tidak berlangsung lama. Yesus mengajak Petrus dan teman-temannya melipir ke sebuah rumah dan di sana mereka mengadakan perjamuan sederhana. Jelas, Yesus bukan pemilik rumah itu, artinya Ia adalah tamu. Tamu yang bersama-sama hendak menikmati jamuan makan malam. Biasanya, tuan rumah akan menyediakan air dalam tempaian di depan rumah untuk para tamu. Sebelum masuk dan duduk dalam perjamuan, tuan rumah mempersilahkan para tamu untuk membasuh kaki mereka sendiri. Namun, sesekali kegiatan pembasuhan akan dilakukan oleh para pelayan. Tentu saja kondisi ini tergantung dari seberapa tinggi jabatan dan status sosial sang tuan rumah dan tamu yang berkunjung.

 

Anomali! Semua yang lazim tidak berlaku dalam perjamuan yang digelar Yesus. Yesus adalah tamu, tetapi sekaligus juga tuan rumah yang menyiapkan perjamuan bagi para murid-Nya. Dia adalah tuan rumah, tetapi sekaligus pelayan yang mengambil air, membasuh dan mengeringkan kaki para murid-Nya. Ia melepaskan jubah-Nya sebagai tanda melepaskan posisi sebagai Tuan Rumah, melepaskan posisi-Nya sebagai Raja yang baru saja dielu-elukan oleh seantero penduduk Yerusalem, Ia melepaskan posisi-Nya sebagai Guru yang harus dihormati dan diutamakan oleh para murid-Nya. Kini, Ia mengikat pinggang-Nya dengan kain lenan. Menggantinya dengan status hamba atau pelayan yang ramah. Lengkap sudah: Tuan Rumah, Tamu dan sekaligus Pelayan!

 

Kini, Sang Pelayan itu membungkuk, tepat ada di bawah kaki murid-murid-Nya. Kini giliran Petrus. Petrus terkejut, bagaimana mungkin ini terjadi? Sampai di sini Petrus punya adab yang baik. Tidak mungkin Sang Guru membasuh kaki muridnya! Petrus memiliki kesadaran terhadap posisinya, ia merasa tidak pantas untuk menerima perlakuan yang begitu hormat dari Yesus, Sang Raja yang baru saja disambut dengan meriah. Namun, di sisi lain Petrus khawatir kalau Sang Guru yang pernah ia tegur untuk menolak penderitaan dan kematian di kayu salib, justru akan mengurangi bahkan melenyapkan impiannya untuk menikmati kekuasaan Sang Mesias itu.

 

Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak.” Sang Guru menepis penolakan Petrus. Benar, selama keinginan untuk berkuasa dan dilayani bercokol dalam diri seseorang, selama itu pula orang tidak pernah akan mengerti apa yang dilakukan Yesus. Tindakan ini di luar nalar. Yup, betul! Nalar manusia selalu dipenuhi oleh nafsu duniawi itu. Kini, Yesus berusaha menyingkapkannya bukan dengan wejangan atau nasihat. Namun, dengan contoh nyata!

 

Jelas untuk memahami apa yang dilakukan oleh Yesus memerlukan proses. Apakah setelah para murid dibasuh kakinya itu mereka langsung mengalami perubahan besar dan benar-benar mau melayani dengan setia? Nyatanya, Yudas tetap dalam rancangannya. Sama sekali tidak ada pengaruh dari apa yang dilakukan Yesus. Saya membayangkan ketika tiba pada gilirannya, Yesus berlutut di kaki Yudas lalu menuangkan air, dan menyekanya dengan kain lenan itu, pasti hatinya bergetar. Lalu, ketika sorot mata Yesus beradu kontak dengan matanya, pasti Yudas sadar bahwa apa yang dirancangkannya adalah kekeliruan besar, terlebih ketika Yesus berkata terus terang: “Tidak semua kamu bersih!” Yesus tetap membasuh kakinya meskipun Ia tahu bahwa sebentar lagi Yudas akan menjual-Nya dengan 30 keping uang perak! Sebaliknya, Yudas tetap pada posisinya. Ia mengeraskan hatinya!

 

Bagaimana dengan Petrus? Praktik pembasuhan dan penjelasan yang disampaikan Yesus sama sekali tidak dipahaminya. Petrus tidak mengerti! Buktinya? Tiga kali Petrus menyangkal Guru dan Tuhannya. Ia takut berhadapan dengan risiko yang dapat mengancam nyawanya. Bukankah banyak orang percaya seperti Petrus. Terlihat adab, hormat dalam ibadah formal, mau melakukan ini dan itu atas nama pelayanan. Namun, ketika mengancam posisi, jabatan, apalagi nyawa, akhirnya mengingkari semua komitmen itu.

 

Meski penuh kuasa, Yesus tidak pernah memaksakan seseorang untuk berubah dan mengikuti teladan-Nya. Ia memberikan kesempatan bagi kita untuk memilih, apakah menganggap diri-Nya benar-benar Guru dan Tuhan sehingga setiap ajaran-Nya diperhatikan dengan baik dan setiap perilaku-Nya menjadi contoh untuk ditiru atau mengabaikan-Nya.

 

Jika kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.” (Yohanes 13:17). Yesus sangat mengerti Petrus, begitu juga dengan kita. Tidak mudah untuk seseorang punya komitmen belajar menerapkan apa yang diteladankan Yesus. Beruntung, dalam kelemahan dan keterbatasan Petrus, begitu juga dengan kita. Beruntung, Yesus terus memulihkan. Setelah peristiwa kebangkitan-Nya, Yesus meneguhkan kembali Petrus dan kuasa Roh Kudus kemudian menyertainya. Apa yang terjadi kemudian? Jelas, apa yang dikatakan Yesus terbukti benar: Petrus berbahagia ketika ia mengerti apa yang dikatakan dan dilakukan Yesus. Petrus tidak segan mempertaruhkan apa saja, termasuk nyawanya untuk menjadi pelayan Yesus dengan melayani sesama. 

 

Kita dapat menjadi tuan rumah, tamu, dan sekaligus pelayan yang baik ketika mau belajar memahami dan mengikuti teladan Yesus. Ketika kita mengerti, tahu dengan lengkap apa yang diperjuangkan Yesus, lalu mencontoh dan melanjutkannya maka kita akan menemukan kebahagiaan yang tidak dapat diberikan oleh dunia ini. Itulah sebabnya, orang-orang yang telah mengenal-Nya dengan baik akan terus melayani sekali pun orang-orang di sekeliling mereka menganggap hal itu sebagai perbuatan mubazir. Maka, merendahkan diri dan mengasihi sesama bukan lagi perkara yang berat apalagi mustahil. Inilah buah dari orang-orang yang mengenal dengan baik Sang Guru dan Tuhan Yesus Kristus.

 

 

Jakarta, 11 April 2025 untuk Kamis Putih, tahun C


#KamisPutih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar