“Namun, semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya hak supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.” (Yohanes 1:12).
Apa yang Anda bayangkan ketika Anda diberi hak menjadi anak Allah? Sebagian orang Kristen mengartikannya bahwa menjadi anak Allah berarti mempunyai keistimewaan. Perlakuan Allah akan lebih dibandingkan terhadap mereka yang “bukan anak-anak-Nya”. Anak-anak Allah akan memiliki kuasa-kuasa tertentu yang akan membuat mereka berhasil dalam usaha, pekerjaan, dan dapat mengatasi problematika kehidupan. Singkatnya, anak-anak Allah memiliki kuasa yang diberikan Bapa-Nya!
Kuasa telah lama menggoda manusia. Sebab, dengan punya kuasa maka ada banyak keinginan yang mudah terlaksana. Tidak heran manusia berlomba untuk mencari, mendapatkan, merebut, mempertahankan dan menambah kuasanya. Sebaliknya, sikap tunduk dan melayani, sedapat mungkin harus dihindari.
Nafsu berkuasa tampaknya tidak hanya ada dalam perkara duniawi. Hal ini bisa juga terjadi di ranah spiritual. Sebutan anak-anak Allah atau anak Tuhan sering kali dimaknai sebagai cara untuk mendapatkan hak-hak istimewa dari Tuhan. Dalam pemahaman yang benar, tentu saja keistimewaan itu ada dan melekat. Yang jelas, bukan dalam pengertian bahwa anak-anak Tuhan itu diberi kuasa agar semua keinginan dan kesuksesan dalam hidupnya terpenuhi. Hak menjadi anak-anak Allah dari sudut pandang Allah adalah menjadi orang-orang yang sungguh-sungguh terlibat dalam karya agung Allah.
Injil yang kita baca hari ini adalah merupakan episode ketiga dari prolog Yohanes. Esensi dasarnya adalah tentang penolakan dan penerimaan Sang Firman yang menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Sang Firman, yang tidak lain adalah Yesus Kristus disebut juga dengan Terang. “Terang yang sesungguhnya” itu sedang datang ke dalam dunia. “Terang yang sesungguhnya” ini mengisyaratkan bahwa ada terang-terang lain yang bukan terang sejati alias samar! Terang yang samar itu menunjuk pada yang sejati. Bila yang sejati itu datang maka genaplah seluruh pernyataan Allah. Final!
Di dalam Yesus Kristus, Firman itu terlihat bukan sekedar wacana, namun Ia dapat dirasa dan kasat mata. Firman itu diam di antara manusia, itulah Firman yang menjadi daging sehingga tepatlah kalau dikatakan bahwa Sang Firman merupakan Terang sejati yang akan menerangi setiap orang. Ungkapan ini mengandung pengertian bahwa tidak hanya orang Israel pada zaman Yesus saja yang merasakan kehadiran Sang Terang itu, melainkan semua orang yang kelak menerima kesaksian tentang Sang Terang itu.
Meskipun Sang Terang itu telah datang. Ia telah sedemikian lengkap – melalui kata dan perbuatan – mengungkapkan rahasia Illahi, yakni cinta kasih Allah Bapa kepada dunia ini, tetap saja ada yang tidak mengenal-Nya, bahkan menolak dan menyingkirkan-Nya. Firman yang telah menjadi Manusia itu ditolak oleh milik kepunyaan-Nya sendiri (Yohanes 1:11).
Dari banyak penolakan, tetap saja ada orang-orang yang menyambut-Nya. Dalam Yohanes 1:12 terungkap bahwa ada orang-orang yang menyambut-Nya. Menyambut berarti menerima dan percaya. Kepada mereka yang percaya, Ia memberi kuasa atau hak menjadi anak-anak Allah. Di sinilah, dalam Injil untuk pertama kalinya diungkapkan bahwa mereka yang menyambut dan percaya Yesus Kristus sebagai Sang Terang diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Lalu, kuasa yang seperti apa yang diberikan kepada mereka yang percaya? Dan, untuk apa kuasa itu?
Meminjam catatan Paulus, dalam bacaan kedua hari ini Efesus 1:3-14 menyebut bahwa di dalam Kristus Ia telah mengaruniakan berkat rohani. Jadi, tidaklah keliru kalau kita beranggapan bahwa orang yang menyambut Kristus, hidup di dalam Kristus akan menerima berkat. Berkat rohani yang disebutkan Paulus tidak perlu dipertentangkan dengan berkat jasmani atau berkat materi. Berkat itu tentu saja berasal dari Allah melalui kuasa Roh Kudus. Berkat itu berlimpah-limpah. Allah mengaruniakan berkat-berkat itu bukan hanya nanti di surga, tetapi juga dalam kehidupan sekarang. Semua berkat itu Allah berikan dengan dan di dalam Kristus, alih-alih Yesus Kristus sendiri adalah berkat terbesar Allah bagi umat manusia. Di dalam Kristus, berkat-berkat itu diberikan kepada orang-orang percaya – dalam bahasa prolog Yohanes “orang-orang yang menerima-Nya”, yaitu orang-orang yang menyambut dan percaya pada Kristus.
Untuk memahami dasar dan maksud dari berkat Allah ini, Paulus menguraikan dalam Efesus 1:4 yang bermakna bahwa sama seperti di dalam Kristus – yang menurut Injil Yohanes telah diuraikan asal-usulnya yang berasal dari Allah dan Allah sendiri sebelum dunia ini dijadikan – maka, Allah pun dalam kaitannya dengan Kristus (karena kita telah menyambut Kristus) telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tidak bercacat di hadapan-Nya. Karunia dan berkat Allah – yang kita baca sebagai hak dari anak-anak Allah – mempunyai dasar dan tujuan, yakni mewujudkan rencana besar karya pemulihan Allah atas dunia yang berdosa ini.
Jadi, semakin jelaslah bahwa tujuan Allah menjadikan orang-orang yang menyambut dan menerima Yesus Kristus, Sang Terang itu menjadi anak-anak Allah dan untuk itu diberi-Nya kuasa atau hak menjadi anak-anak Allah adalah untuk menerima berkat. Berkat-berkat itu tidak untuk kesenangan diri sendiri, tidak juga untuk menjadikan kita “istimewa” dibandingkan dengan orang lain. Namun, berkat-berkat itu adalah untuk menolong kita agar mampu terlibat dalam karya agung Allah yang telah dimulai oleh Yesus Kristus. Pilihan dan pemberian hak anak Allah itu berkaitan erat dengan tugas panggilan orang percaya. Oleh karena itu, pemberian hak menjadi anak-anak Allah tidak boleh dipandang sebagai “hadiah” untuk kepuasan diri sendiri.
Kita diberi hak untuk menjadi anak-anak Allah bukanlah untuk memperoleh hak-hak istimewa. Pemberian hak dan pilihan Allah itu harus dimaknai sebagai anugerah yang harus kita pakai untuk kemuliaan Allah. Sama seperti Yesus Kristus sebagai Anak Tunggal Bapa – dalam hal ini, mutlak kita harus mencontoh-Nya – yang memaknainya dengan ketaatan sampai mati di kayu salib. Ketaatan seperti itu dalam Injil Yohanes merupakan jalan untuk kemuliaan baik bagi Sang Anak, karena Ia tuntas menyatakan cinta kasih Sang Bapa, begitu juga kemuliaan bagi Bapa, karena Bapa yang memprakarsai dan merelakan Anak-Nya yang Tunggal untuk menderita dan mati bagi dunia.
Hak menjadi anak-anak Allah harus kita maknai bahwa Allah menolong kita melalui anugerah dan berkat-Nya untuk hidup kudus, menyatakan kepada dunia yang cemar ini bahwa ada kasih kudus dari Allah yang harus disambut oleh semua orang. Menjadi kudus di dunia yang cemar jelas bukan perkara mudah. Tidak mungkin mengandalkan kekuatan sendiri! Bersyukurlah bahwa kita diingatkan kembali, sebagai anak-anak Allah kita telah diberi-Nya kuasa untuk mampu memuliakan nama-Nya dengan cara menghadirkan Terang dalam dunia yang gelap.
Bisa saja kita mengalami penolakan, aniaya dan penderitaan, sama seperti Yesus Kristus. Namun, percayalah bahwa kuasa Roh Kudus akan memelihara kita, dalam bahasa Paulus, Roh Kudus yang memeteraikan kita. Jadi, sama seperti Kristus yang telah ada sejak semula, kita dirancang dan dilibatkan Allah, menjadi anak-anak-Nya untuk mengerjakan karya-Nya, yakni terus menghadirkan Terang itu di sepanjang zaman agar dunia memuliakan Allah!
Jakarta, 2 Januari 2025. Minggu II Sesudah Natal, tahun C
Tidak ada komentar:
Posting Komentar