Selasa, 31 Desember 2024

BERKAT TUHAN DALAM RESOLUSI

Selamat tahun baru 1 Januari 2024! Barang kali kalimat inilah yang menjadi tranding topik sepanjang hari ini. Apa yang dilakukan orang ketika memasuki tahun baru? Ya, libur! Menikmati kebersamaan dengan keluarga dan kerabat. Saya kira tidak hanya mengisi dengan liburan, tahun baru banyak digunakan orang sebagai momen untuk merenung, berdoa, dan membuat resolusi!

 

Jika Anda menggunakan momentum 1 Januari sebagai saat yang tepat untuk membuat resolusi agar ke perjalanan di tahun yang akan ditapaki lebih baik, tidak salah-salah amat. Ini punya tradisi yang berakar lama dan panjang. Kaisar Julius Cesar menetapkan 1 Januari sebagai tahun baru. Alasannya, penamaan Januari berasal dari dewa Roma yang bernama Janus. Janus adalah dewa yang dipercaya membuka pintu gerbang pergantian tahun. Pada momentum itu orang-orang berjanji kepada dewa Janus untuk berperilaku lebih baik di tahun yang akan mereka jalani.

 

Menurut Camride Dictionary, resolusi tahun baru terdefinisi sebagai janji yang dibuat untuk diri sendiri dalam melakukan sesuatu yang lebih baik atau berhenti melakukan apa yang dipandang buruk sejak hari pertama pergantian tahun. Apakah Anda terbiasa membuat resolusi di setiap pergantian tahun? Lalu, bagaimana hasilnya?

 

Resolusi tentu saja ibarat pembaruan perjanjian yang dilakukan Yosua terhadap umat Israel yang akan memasuki tanah perjanjian. Resolusi menolong kita punya komitmen untuk hidup lebih baik, lebih berkenan kepada Allah. Resolusi juga menolong kita lebih baik berinteraksi dan berelasi dengan sesama. Tidak kalah baiknya, resolusi menolong kita untuk hidup lebih sehat, menurunkan berat badan, lebih hemat dan sederhana. Sayang, banyak penelitian dilakukan atas nama resolusi pergantian tahun baru. Hasilnya? Hanya segelintir orang yang dapat mewujudkannya! Mengapa? Jawabnya sederhana, lebih toleran pada diri sendiri alias kurang disiplin dan tidak konsisten!

 

Dari sini kalau kita jujur, bukan Allah tidak mendengar doa dan resolusi kita. Berkat Allah sudah lebih dari cukup untuk menghantar kita dalam perjalanan menempuh tahun mendatang. Namun, seperti apa yang terjadi pada bangsa Israel, komitmen kita kadang luntur di tengah perjalanan. Hanyut oleh penggoda dan pemuasan diri sendiri. Sehingga, ketika kita harus menanggung akibatnya, kita mengeluh seolah Tuhan tidak peduli dengan masalah yang sedang kita hadapi.

 

Belajar dari perjalanan eksodus bangsa Israel, sebelum mengalami pengembaraan dengan medan berat, gurun tandus, Allah telah memerintahkan Musa supaya Harun memberikan berkat pada umat itu. Itulah yang dikenal dengan berkat imam. Rangkaian formula berkat itu sangat indah. Memberi penegasan bahwa TUHAN akan memberkati, melindungi dan mencurahkan damai sejahtera. Syalom! Hanya anugerah semata kalau manusia itu mendapat berkat dari TUHAN. Sebab, di sini Allahlah yang punya inisiatif, manusia tidak sedang memintanya kepada TUHAN!

 

Perjalanan padang gurun menjadi tipologi bagi kehidupan kita. Ya, benar kita tidak sedang berada dalam gurun pasir tandus. Namun, bukankah kita juga dalam perjalanan. Perjalanan hidup dalam gurun dunia. Seperti umat Allah yang telah dibebaskan dari perbudakan di tanah Mesir. Mereka menjerit dan Allah mendengar dengan memberikan pertolongan lewat Musa dan Harun akhirnya mereka dapat bebas dari perbudakan di Mesir. Lalu, apakah pada saat pembebasan, di hari yang sama mereka langsung berada di tanah perjanjian. Tidak! Mereka harus berjalan menuju tanah perjanjian itu. Alkitab mengisahkan, perjalanan itu ditempuh empat puluh tahun lamanya!

 

Kita, sebagai umat perjanjian baru telah ditebus dan dibebaskan dari belenggu dosa oleh kasih Allah di dalam Yesus Kristus. Penebusan itu tidak membuat kita serta merta ada di “negeri perjanjian” atau “Yerusalem baru”. Kita masih harus berjuang di gurun dunia ini yang penuh tantangan dan pencobaan. Tanpa pertolongan dan berkat dari TUHAN tidak mungkin kita akan sampai di Yerusalem baru itu!

 

Seperti Israel yang berjalan di padang gurun, tanpa kepastian kapan mereka akan tiba di negeri perjanjian. Apakah perjalanan itu akan baik-baik saja atau penuh dengan onak dan duri, perjalanan kita pun demikian. Hidup ini pun serba tidak pasti, yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri! Sekarang satu Januari, kita mulai melangkah di tahun 2025, kita tidak tahu di depan bakal terjadi apa: Apakah akan baik-baik saja, usaha lancar, tambah sukses, anak-anak tumbuh dengan prestasi, mereka sehat dan diberkati, situasi politik dan ekonomi semakin membaik. Atau sebaliknya?

 

“Jangan takut!” Barang kali kata inilah yang harus kita pegang. “Jangan takut” merupakan jawaban yang bertebaran dalam Alkitab. Hal ini mengingatkan bahwa dalam situasi ketidakpastian atau bahaya sekali pun, Allahlah yang menjadi jaminan kita. Lalu, kalau Allah yang sudah menjamin, apakah kita boleh hidup santai semaunya dan mengabaikan tanggung jawab? Jelas tidak! Belajar dari umat Perjanjian Lama, justru dalam kesembronoan hidup mereka, mereka harus menerima akibatnya. Sebagian besar dari mereka, khususnya Angkatan pertama tidak dapat masuk negeri perjanjian itu!

 

Tentu saja kita tidak akan mengulangi kesalahan-kesalahan umat pada masa lalu. DI sini pentingnya komitmen dan resolusi itu. Yang diperlukan dan harus kita usahakan adalah sikap seperti para gembala. Kepada mereka, Malaikat Tuhan menyerukan untuk tidak takut (Lukas 2:10), mereka diminta untuk menjumpai Bayi Yesus yang baru dilahirkan di Betlehem. Apa yang dilakukan para gembala? Taat, tidak menyimpang ke kiri dan ke kanan. Akhirnya, mereka berjumpa dengan Sang Mesias dan di situ mereka bersaksi dengan tegas. Yang takut dikuatkan, bahkan menjadi saksi kunci kelahiran Sang Mesias!

 

Perjumpaan para gembala dengan Sang Mesias tidak mengubah nasib mereka. Tidak serta merta para gembala yang berjumpa dengan bayi Yesus kemudian menjadi juragan gembala atau tuan tanah. Tidak! Lalu, apa yang berubah? Kini, mereka pulang kembali ke dalam tugas tanggung jawab mereka. Yang berbedaadalah: mereka menjadi para gembala yang penuh dengan sukacita!

 

Ada banyak alasan untuk pesimis, khawatir dan takut dalam melangkah di tahun ini. Ya, banyak ekonom memprediksikan bahwa kenaikan pajak 12%, pelbagai aturan perpajakan dan kebijakan-kebijakan ekonomi kita justru bukan solusi menuju kemakmuran, alih-alih membawa pada tepi jurang resesi. Para pelaku UMKM yang sudah lama terjerat beban hidup semakin terpuruk, banyak yang gulung tikar. Belum lagi banyak masyarakat terjerat pinjol yang entah pakai apa bayarnya. Terbayang suramnya masa depan!

 

Seberapa ampuh berkat TUHAN menghantar kita melangkah, sangat bergantung pada keyakinan iman dan komitmen kita untuk menjalaninya. Benar, hidup tidak pasti dan mungkin suram, apakah dengan demikian menjadikan kita toleran terhadap dosa dan pengingkaran kehendak Tuhan? Jika Tuhan telah menjamin dengan berkat-berkat-Nya, maka Ia juga tahu kondisi apa yang bakal kita hadapi ke depan. Di sinilah komitmen dan resolusi kita menjadi relevan.

 

Komitmen dan resolusi kita jelas bukan di depan Dewa Janus, melainkan di hadapan Allah sendiri. Allah yang tahu kelemahan dan kerapuhan kita. Justru berkat itu akan terasa sangat ampuh apabila di tengah kelemahan dan kerapuhan kita, kita terus berusaha, berharap dan mempercayakan diri kepada-Nya.  

 

Jakarta, 31 Desember 2024. Selamat tahun baru, 1 Januari 2025. TUHAN memberkati!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar