“Baptisanmu tidak sah, cuma dipercik. Tahukah kamu kata ‘baptis’ itu kata Yunani βάπτισμα (baptisma) yang berasal dari kata "βαπτίζω" (baptizō) yang berarti ‘menyelupkan’, ‘merendam’, atau ‘menenggelamkan’! Mengapa cuma dipercik, apakah sudah tidak ada air lagi?” Begitu kira-kira percakapan polemik dari kelompok Kristen yang ngotot bahwa baptisan yang sah itu adalah dengan cara ditenggelamkan dalam air. Kalau hanya percik berarti harus diulang, sama seperti beberapa waktu lalu yang terjadi di NTT oleh seorang pengkhotbah terkenal. Lalu, apakah kelompok yang mempraktikkan pembaptisan secara percik diam saja? Tentu saja tidak! Ada banyak argumen yang mendukung bahwa baptisan percik juga alkitabiah.
Ini merupakan salah satu contoh polemik yang terjadi di seputar baptisan. Polemik yang lain pun banyak, misalnya batas usia, tempat pembaptisan, baptisan roh dan yang lainnya. Lalu, apakah dampak dari polemikyang terjadi di seputar baptisan itu? Apakah kesaksian sebagai komunitas Kristen semakin hebat dan nama Tuhan semakin diagungkan, serta Injil semakin semarak diberitakan? Kenyataannya tidak seperti itu. Pertentangan antara kelompok yang berbeda ini semakin meruncing. Masing-masing merasa paling benar dan paling alkitabiah. Di sinilah kita kehilangan banyak energi untuk memberitakan kesaksian tentang cinta kasih Allah dalam Kristus. Kita kehilangan banyak waktu untuk memaknai kembali hal yang sangat mendasar dalam sebuah peristiwa baptisan.
Ini bukan menyepelekan tata cara dan sumber otoritas Alkitab yang menjadi acuan dalam pelayanan baptisan. Namun, porsi untuk merenungkan kembali hakikat atau makna dari sebuah baptisan akan tersita ketika kita sibuk berpolemik di ranah syareat. Benar, dalam Alkitab setidaknya ada beberapa pola mengenai baptisan. Dalam gereja mula-mula terkesan ada dua macam baptisan, yakni: baptisan air dan baptisan Roh sebagai dua hal yang terpisah. Ada yang mula-mula dibaptis dengan air, setelah itu menerima baptisan Roh, seperti yang terekam dalam bacaan kita hari ini (Lukas 3:16). Ada yang sebaliknya, mula-mula menerima baptisan Roh, setelah itu dibaptis dengan air (Kisah Rasul 10:44-47).
Perkembangan selanjutnya, ada ketetapan utuh dan satu mengenai baptisan (Efesus 4:5, 1 Korintus 12:13) hal ini sejalan dengan apa yang diterima oleh Yesus ketika Ia dibaptis. Peristiwa baptisan Yesus jelas. Ia dibaptis dengan air dan kemudian Roh Kudus turun ke atas-Nya, lalu suara surgawi menyatakan bahwa Ia berkenan.
Mari kita perhatikan dan belajar dari hakikat baptisan melalui peristiwa pembaptisan Yesus menurut Injil Lukas. Peristiwa pembaptisan Yesus oleh Gereja Timur dirayakan sebagai Hari Epifani, hari penampakan Tuhan. Peristiwa baptisan Yesus ini adalah pernyataan Yesus di hadapan publik, sekaligus pengukuhan Yesus Kristus dalam memulai perjalanan pelayanan-Nya mengemban misi Allah untuk menyelamatkan dunia.
Lukas mencatat dengan jeli. Pada peristiwa baptisan itu Yesus berdoa. Ini penting bagi Lukas. Selanjutnya, berkali-kali Lukas mencatat Yesus selalu berdoa sebelum mengawali langkah atau tahapan pelayanan-Nya. Lukas bercerita bahwa pada peristiwa Yesus dibaptis, langit tidak terkoyak, melainkan terbuka. Pada saat berdoa itulah langit terbuka dan Roh Kudus turun ke atas Yesus dalam rupa mirip seperti burung merpati. Lalu, suara langit itu didengar-Nya.
“Engkaulah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Mulah Aku berkenan.” (Lukas 3:22). Perhatikan kalimat itu, hanya Yesus yang mendengar. Perkataan suara langit itu ditujukan kepada-Nya dan bukan untuk orang banyak yang ada di situ. Lalu, apa artinya? Suara itu bagaikan aba-aba bagi Yesus untuk memulai kiprah-Nya. Yohanes telah menyiapkan jalan bagi-Nya, sebentar lagi ia akan undur dan kini, Yesus yang dinantikan itu memulai karya-Nya!
Pernyataan suara Allah dan turunnya Roh Kudus menyatakan bahwa Yang Adikodrati itu akan menyertai Dia dalam segenap lampah pelayanan-Nya betapa pun embara hidup-Nya penuh dengan derita mengerikan. Suara dari langit itu mengingatkan kita pada teks Yesaya 42:1 “Lihatlah, itu hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepadanya Aku berkenan.” Dalam tutur Lukas 3:22 ditegaskan bahwa, status Yesus yang adalah “Anak-Ku” sedangkan Yesaya “hamba-Ku”. Maka, kalau kita menghubungkannya, kita dapat memahaminya sebagai berikut: “Yesus adalah Anak sekaligus hamba Allah” yang harus mewujudkan rencana dan misi Bapa. Ia harus taat, walau pun nantinya Ia menderita dan mati!
Benar saja, nantinya Yesus harus menghadapi penderitaan dan mati dengan cara yang mengerikan. Disalibkan! Status “Anak dan Hamba yang kepada-Nya Allah berkenan” tidak membebaskan-Nya luput dan steril dari penderitaan dan kematian. Namun, Roh Kudus yang hadir dalam peristiwa baptisan itu akan tetap hadir dan menyertai-Nya dengan memberi kekuatan dan penghiburan. Ini percis seperti janji pengharapan dari Allah kepada Israel di pembuangan yang akan kembali ke tanah perjanjian. Bahwa Allah, yang karena kasih-Nya berkenan menebus mereka. Mereka adalah umat kepunyaan Allah sendiri. Mereka diminta untuk tidak takut meskipun harus menyeberang melalui sungai-sungai, arus sungai tidak akan menghanyutkan mereka. Atau melalui api, mereka tidak akan hangus terbakar (Yesaya 43:1-7). Bahkan lebih dari itu, seperti yang pemazmur ungkapkan bahwa umat Tuhan yang setia dan berkenan itu akan melihat keagungan Tuhan dalam badai sekalipun (Mazmur 29).
Belajar memahami peristiwa baptisan Yesus, membawa kita memahami bahwa dalam baptisan itu seharusnya kita sujud berdoa, sama seperti Yesus berdoa agar Allah berkenan dalam kehidupan kita. Ketika Yesus berdoa untuk memulai lakon pelayanan-Nya, sudah selayaknyalah ketika kita dibaptis dan menanggapi karya kasih Allah di dalam Yesus Kristus juga berdoa untuk memulai komitmen hidup baru kita di dalam kasih dan rahmat-Nya. Dalam hal inilah peristiwa baptisan menjadi momentum untuk kita melibatkan diri dalam karya Allah untuk dunia di mana kita ada. Sama seperti Yesus melaksanakan karya-Nya setelah melalui peristiwa baptisan, maka jadikanlah peristiwa baptisan kita sebagai momentum untuk mempersembahkan hidup kita bagi kemuliaan Allah. Itulah sebabnya gereja mengajak kita setiap ibadah Minggu untuk mengingat kembali janji baptis kita dalam Pengakuan Iman.
Baptisan Yesus juga mengingatkan pada baptisan kita. Yesus diteguhkan Allah dan disertai Roh Kudus. Maka, kehidupan yang kita jalani di dalam Tuhan telah diteguhkan-Nya dan kita semua disertai oleh Roh Kudus untuk dapat menjadi saksi dan berkat bagi orang-orang di sekitar kita. Peneguhan dan pertolongan Roh Kudus tidak membebaskan kita dari pergumulan. Sama seperti Yesus yang bergumul, menderita sengsara dan mati, tetapi semua yang dijalani-Nya punya makna dan menjadi berkat. Bisa jadi, seperti perjalanan Israel, yang telah ditebus Allah tetap harus menyeberangi sungai-sungai dan melewati api. Menyeberangi sungai pasti basah. Bisa saja Tuhan mengizinkan kita melewati lembah air mata, namun Roh Kudus akan menolong kita untuk tidak hanyut dalam kesedihan. Melewati api, pasti panas. Namun, janji Tuhan api itu tidak akan menghanguskan kita.
Jadi, ketimbang energi dan waktu kita habiskan untuk berpolemik tentang baptisan. Bukankah lebih bermanfaat jika kita memakainya untuk memberi makna dan menjadikannya momentum untuk hidup berkenan kepada Allah? Mungkin dulu ketika dibaptis Anda tidak sempat berdoa sungguh-sungguh meminta agar Tuhan berkenan, meneguhkan dan Roh Kudus menyertai. Tidak ada kata terlambat! Bukankah setiap ibadah Minggu kita diajak kembali untuk mengingat janji baptis kita? Pakailah kesempatan itu dengan bijak agar kehidupan kita berkenan kepada-Nya!
Jakarta, 10 Januari 2025. Minggu Pembaptisan Tuhan, tahun C
Tidak ada komentar:
Posting Komentar