Kamis, 19 Desember 2024

YANG KECIL BEROLEH KASIH KARUNIA

Perbukitan Shephelah adalah wilayah yang terletak di Dataran Pesisir Mediterania dan pegunungan Yudea. Perbukitan rendah namun terdapat lereng curam, dihiasi sungai-sungai kecil dan lembah. Menawan! Di kaki bukit Yudea penghasil anggur, zaitun dan buah-buahan lainnya, Mikhaya lahir dan dibesarkan. “Siapakah seperti TUHAN?” itulah arti nama Sang Nabi yang kemudian kita mengenalnya dengan Mikha. Sang Nabi diperkirakan menyuarakan kebenaran Ilahi pada akhir abad VIII sebelum kedatangan Sang Mesias, ia berkarya sezaman dengan Yesaya.

 

Bila Yesaya merupakan Nabi dari lingkungan elite, ia menyerukan suara kenabiannya di istana, Mikha adalah Nabi Ndeso: Nabi yang berasal dari desa Moresyet. Hal ini sangat kentara dari bahasa yang lugas dan sederhana meski tidak kehilangan bobot. Mikha adalah Nabi wong cilik yang dekat dengan rakyat yang sedang menderita. Ia sangat tahu bau keringat rakyat. Ia lebih memperhatikan proses bertani dan hasil pertanian ketimbang suasana politik kota Yerusalem seperti yang disorot oleh Yesaya.

 

Mikha mendengar kelu kesah orang-orang desa yang tertindas oleh tuan-tuan tanah yang menyalah-gunakan posisi dan kedudukan mereka. Tak ada rasa iba dan kasih sayang, yang ada adalah bagaimana memperkaya diri dan sanak keluarganya. Mungkin sudah begitu garis nasib si miskin dari dulu sampai hari ini. Mereka dibutuhkan tidak lebih seperti alat-alat pertanian lainnya! Di mata Sang Nabi, apa yang dilakukan oleh para tuan tanah dan penguasa jelas akan menuai akibatnya. Mereka sedang bermain-main dengan murka Allah!

 

Seratus tahun kemudian, Yeremia mencatat seruan yang dilakukan oleh Nabi Ndeso ini. Untungnya, Hizkia, Raja Yehuda mendengar. Sang raja berseru memohon belas kasihan dari TUHAN, lalu ia mengajak segenap rakyatnya untuk bertobat! Ya, pertobatan itu menyelamatkan umat dari malapetaka dahsyat (Yeremia 26:18-19). Bayangkan, Sang Nabi Ndeso yang kesehariannya akrab dengan wong kere ternyata mampu menyelamatkan bangsanya, setidaknya itu yang terjadi pada zamannya. Apa yang sering diabaikan dunia lantaran kecil, ndeso, miskin ternyata kerap kali dipakai oleh Tuhan untuk menyatakan perkara-perkara besar!

 

Mikha bukan hanya menjadi alat di tangan Tuhan untuk menyelamatkan bangsanya. Melaluinya, TUHAN memakai dia untuk bernubuat tentang kota kecil Betlehem yang di dalamnya ada seorang perempuan sederhana yang kelak akan menjadi ibu dari Sang Mesias (Mikha 5:1,2). Setelah hampir tujuh ratus tahun, maka genaplah apa yang telah dikatakan oleh Mikha. Sangat mungkin juga kisahnya terjadi di perbukitan Yudea di mana dulu sang nabi ini tinggal.

 

Maria bergegas berangkat menuju pegunungan Yudea, ia bermaksud menjenguk sanaknya Elisabet yang dulu dikatakan mandul tetapi sekarang karena kuasa Allah, ia sedang mengandung. Kisah ini memberi informasi tentang hubungan kekeluargaan yang ada di antara Maria dan Elizabet, kemudian Yesus dan Yohanes Pembaptis. Kecuali Lukas, tidak ada Injil lain yang menceritakan hubungan antara dua tokoh ini. Yohanes yang ada di dalam rahim, melonjak kegirangan mendengar salam dari Maria. Pada zaman itu, gerakan-gerakan aneh janin dapat dijadikan pertanda apa yang akan terjadi kemudian. Sebagai hamba Tuhan, Elisabet mampu mengartikan hal-hal biasa sebagai tanda kehadiran Allah yang berkarya.

 

Meski tampak muda dan sederhana, Elisabet mengenali bahwa sanaknya yang juga sedang mengandung, bukanlah sembarangan perempuan. Kesederhanaan tidak mampu membungkus rapi apa yang ada dalam diri Maria. Ini tampak dalam seruannya, “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (Lukas 1:43). Pengakuan Elisabet ini merupakan pengakuan pertama bahwa Yesus adalah Tuhan, pengakuan yang diucapkan bahkan sebelum Yesus lahir!

 

Elisabet merendahkan diri setelah mendengar salam dari Maria. Mengapa? Karena ia menyadari siapa dirinya. Jika bukan karena kasih karunia Tuhan, ia tetap selamanya menjadi perempuan yang layak dicibir karena rahimnya mandul. Kemandulan merupakan aib besar dalam pemahaman Yahudi pada masa itu. Elisabet mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan memperhatikan hamba-Nya dan segala sesuatu adalah mungkin bagi Tuhan. Yang kecil, dan sering terabaikan justru mendapat kasih karunia dari Tuhan. Elisabet mengajarkan kepada kita tentang kerendahan hati dan sikap tulus. 

 

Sedangkan Maria menanggapi pernyataan dari Elisabet dengan memuji dan memuliakan Allah: Magnifikat!Maria mengajak jiwanya untuk memuliakan Allah sebab ia memandang dirinya tidak berarti karena status sosial rendah, namun sungguh diistimewakan oleh Allah. Maria memuji Allah karena Dialah yang menjadi sumber berkat baginya. Manusia tidak dapat menambahkan keagungan Allah. Maksudnya, dengan memuji dan memuliakan-Nya, tidak serta-merta keagungan Allah menjadi bertambah. Tidak kita muliakan pun Allah sudah Mahamulia. Memuliakan atau mengagungkan Allah adalah mengungkapkan kesadaran dan pada saat yang sama menyatakan bahwa Dialah yang mengerahkan kuasa-Nya untuk keselamatan manusia. Dalam konteks Maria, ia bersukacita karena untuk karya yang Mahabesar itu, justru Allah memakai dirinya!

 

Di sepanjang sejarah, Allah melibatkan manusia baik laki-laki maupun perempuan, dari kalangan status sosial tinggi maupun rendah. Mereka dipanggil Tuhan untuk menyatakan kasih-Nya kepada dunia. Dunia yang dimaksud jelas konteksnya mula-mula adalah di mana manusia itu hidup dan berkarya. Jika fokus kita hari ini adalah bahwa Tuhan memperhatikan orang-orang kecil, kemudian mereka dilibatkan dalam karya-Nya, itu bukan berarti mereka yang kaya dan berkuasa tidak dipakai oleh Tuhan. Tuhan bisa memakai mereka. Ingat Yesaya, Hizkia, dan banyak lagi raja-raja Israel maupun Yehuda yang dipakai oleh TUHAN.

 

Hari ini kita mau belajar bagaimana Tuhan memakai Mikha Sang Nabi Ndeso, Elisabet dan Maria: kedua perempuan desa yang sederhana. Mereka semua telah menjadi orang-orang yang efektif terlibat dalam karya besar Allah untuk dunia ini. Dalam keyakinan iman kita, Allah terus berkarya sampai hari ini bahkan untuk masa mendatang. Allah ingin melibatkan kita dalam karya-Nya itu. Di sini perlu kesadaran kita untuk menanggapinya. Jangan jadikan kesederhanaan, kelemahan fisik, status sosial sebagai alasan untuk tidak menanggapi karya Allah itu. Bisa jadi Andalah yang sedang ditunggu jawabannya oleh Allah untuk memberitakan dan menyatakan kasih-Nya dalam lingkungan di mana Anda sekarang sedang bergelut. Sangat mungkin Anda merupakan orang terbaik untuk menolong kelemahan saudara atau teman yang sedang bermasalah. Atau Andalah yang sangat ideal untuk mengingatkan sahabat Anda yang sedang berkanjang dalam dosa!

 

Di sisi lain bersyukurlah kepada Allah karena Ia – melalui Anda – masih terus berkarya untuk kebaikan teman, sahabat, keluarga dan dunia ini. Jangan sombong dan jumawa jika Anda bisa mengerjakan ini dan itu, sebab segalanya berasal dari Dia. 

 

 

Jakarta, 19 Desember 2024, Minggu Adven IV Tahun C

Tidak ada komentar:

Posting Komentar