Saya yakin Anda pernah mengalami gagal fokus. Dalam dunia medis dikenal Brain fog. Ini adalah suatu sindrom di mana seseorang mengalami kesulitan untuk memusatkan fokus dan konsentrasi terhadap suatu hal. Meski bukan suatu penyakit namun dapat berdampak tidak menyenangkan. Bayangkan pasangan Anda tidak fokus dengan pembicaraan yang serius. Lalu, Anda diminta mengulangnya, sementara tanggapan pasangan Anda hanya bergumam kebingungan, “Hah,… apa ya? Tolong ulangi lagi!” Di jamin pasti Anda kesal!
Kita dapat mengalami Brain fog ketika stamina menurun, efek samping konsumsi obat-obatan, stres, kekurangan nutrisi, kurang tidur, perubahan hormonal, hingga kondisi medis tertentu. Brain fog akan segera dapat diatasi ketika kita tahu penyebabnya dan tim medis memberikan terapi, suplemen dan pengobatan yang tepat.
Brain fog mentality jauh lebih buruk ketimbang brain fog medis atau fisik. Gagal fokus secara mental dan spiritual. Mengapa? Penyebabnya ada jauh di balik fisik. Tersembunyi dalam tulang dan sumsum. Ini menyangkut motivasi yang berbasis pemenuhan keinginan. Masih ingatkah kita ketika punya sebuah keinginan? Kita menjadi orang yang termotivasi dan menggebu-gebu melakukan apa pun agar semua keinginan itu terpenuhi.
Orang banyak yang berbondong-bondong itu rela melakukan apa saja demi mendapatkan kembali Yesus yang menghilang dari pandangan mereka. Ketika orang-orang itu tidak lagi melihat Yesus ada di tepi danau itu, dan murid-murid-Nya juga tidak ada, mereka naik ke perahu-perahu itu lalu berangkat menuju Kapernaum untuk mencari Yesus. Perhatikan, betapa giatnya mereka mencari-cari Yesus. Mengapa orang banyak itu mencari Yesus di Kapernaum? Ya, karena di sanalah base camp Yesus, di mana Ia biasa tinggal. Ke sanalah murid-murid-Nya pergi, dan mereka tahu bahwa Ia tidak akan lama berpisah dengan murid-murid-Nya. Logika berpikir mereka jalan, kalau ingin menemukan Sang Gembala, maka ikutilah jejak-jejak kawanan domba-Nya!
Dengan perahu-perahu yang ada di tepi danau itu mereka segera menuju Kepernaum. Dugaan mereka tidak meleset. Yesus yang mereka cari ada di situ. Yesus tidak menjawab pertanyaan mereka tentang bilamana dan bagaimana Yesus ada di situ. Tampaknya Yesus tidak ingin berbasa-basi. Ia tahu apa yang dibutuhkan mereka. Yesus tahu bahwa mereka mencari-Nya karena telah makan roti dan kenyang. Bukan karena Yesus telah mengajar dan menyatakan Injil Kerajaan Allah. Makanan yang membuat tubuh fisik mereka kenyang. Ya, mungkin saja di antara mereka benar-benar miskin dan tidak punya persediaan bahan makanan. Namun, apa pun juga fokus mereka pada makanan dan bukan pada si pemberi makan itu. Mereka mencari Yesus hendak menjadikan-Nya raja. Raja yang dapat memberi mereka makanan. Bila Yesus dapat memberi mereka makanan, itu berarti mereka tidak usah repot dan capek mengolah tanah dan ladang mereka. Mereka tidak usah menabur dan memelihara tanaman mereka. Mereka tidak lagi capek menyabit tuaian dan mengolahnya menjadi roti. Jadikan Yesus sebagai “raja roti”, maka semua tidak akan ada yang kelaparan!
Makanan gratis, itulah juga yang menjadi model kampanye yang telah menghantarkan kandidat presiden menjadi presiden terpilih. Mengenai dari mana dana pengadaannya dan bagaimana mentalitas masyarakat yang terbangun, bagi mereka itu bukan masalah! Yesus tidak mendidik para pengikut-Nya punya mentalitas dan motivasi seperti itu. Maka, Ia menegur mereka. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.” (Yohanes 6;26). Mereka telah gagal fokus!
Meski Yesus tahu motivasi dasar mereka. Namun, Ia tetap mau mengajar mereka. Yesus mau mengembalikan fokus mereka. “Bekerjalah bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada kehidupan kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan Bapa, Allah dengan materai-Nya.” (Yohanes 6:27). Sama seperti fokus pada lensa kamera, mengendalikan fokus harus mau digerakkan, diubah mind set. Jelas, Yesus tidak melarang orang untuk mencari makanan. Bekerja dengan baik dan menghasilkan uang untuk membeli makanan adalah hal yang tidak boleh diabaikan (2 Tesalonika 3:12). Namun, yang dimaksudkan Yesus adalah agar para pengikut-Nya tidak menjadikan urusan-urusan dunia ini sebagai fokus utama apalagi mendapatkannya dengan cara yang mudah.
Kalau jujur, banyak orang yang mencari dan mengikut Yesus oleh karena fokus utamanya adalah perkara-perkara duniawi, yakni kekayaan, kehormatan, dan kesenangan dunia. Mereka mencari, memuji dan menyanjung Yesus karena diyakini bahwa Ia sanggup memberikan semua keinginan itu. Perilaku ini sama seperti umat Israel di padang gurun. Mereka mau makanan yang menyenangkan mereka. Mereka akan bersungut-sungut bila pemeliharaan Tuhan itu hanya sebatas kebutuhan. Mereka ingin mengatur Tuhan menyediakan apa yang mereka ingini!
Baik orang banyak yang mencari Yesus maupun umat Israel tidak dapat melihat apa sesungguhnya di balik tanda atau mukjizat yang dilakukan Yesus dan Allah di padang gurun. Mereka tidak melihat bahwa Allahlah yang memelihara mereka dan pemeliharaan-Nya itu sebagai tanda kasih-Nya. Pemberian makanan itu seharusnya membuat mereka fokus bahwa Yesus Sang Anak Manusia yang dapat mengaruniakan berkat kekal. Seharusnya ketika mereka melihat tanda yang kasat mata itu, mereka mendapat kepastian bahwa Dialah Sang Mesias itu dan mereka mempercayai-Nya! Yesus mengatakan yang harus mereka kerjakan adalah, “…, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.” (Yohanes 6:29).
Apakah kemudian mereka menerima bahwa fokus mereka harus dikembalikan lagi pada yang semestinya? Ternyata tidak! Penjelasan Yesus yang berangkat dari roti fisik menuju metafisik ternyata membuat mereka mempertanyakan siapa Dia dan sekaligus tidak mengakui-Nya sebagai Mesias, alih-alih anak Yusuf si tukang kayu itu. Mereka tidak mau mengarahkan hati mereka kepada Sang Mesias, Anak Allah itu. Mereka bergeming pada Yesus anak Yusuf! Sejak saat itu banyak di antara mereka yang mengundurkan diri.
Mengarahkan kembali fokus kepada Allah di dalam Yesus tidak mudah. Dulu, Yesus sendiri yang mengajarkan dan mengajak orang banyak untuk kembali pada fokus dan motivasi yang benar, hasilnya: banyak orang tidak menerima dan mengundurkan diri. Kita bandingkan pada masa kini, banyak hamba Tuhan yang mencoba untuk mengajak umat mengarahkan kembali fokus dan motivasi yang benar kepada Yesus, hasilnya: tidak banyak diminati. Ini berbeda dengan umat yang diajak fokus pada mukjizat, kemakmuran, kemuliaan dan segala kesuksesan. Dampaknya: luar biasa! Dalam hal ini, kita tidak perlu menghakimi orang lain. Tengoklah ke dalam diri sendiri. Apakah selama ini dalam mengikut Yesus telah benar-benar fokus? Mata hati kita terarah kepada-Nya lalu mencintai dan mempercayakan diri kepada-Nya sehingga apa pun yang diajarkan dan dicontohkan-Nya akan dilakukan walau hidup ini tidak seindah yang dibayangkan oleh banyak orang?
Batur Raden, 31 Juli 2024 Minggu Biasa tahun B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar