Selasa, 04 Juni 2024

DOSA YANG TIDAK DAPAT DIAMPUNI

Seorang filsuf Inggris, Simon Blackburn dalam karyanya, “Miror, Miror” menceritakan kisah pemakaman Charles Darwin, tokoh biologi yang tenar dengan gagasan teori evolusinya. Pemakaman itu berlangsung di Westminster Abbey. Salah seorang sosok terpenting dalam pemakaman itu adalah William, anak laki-laki tertua mendiang ahli biologi itu. Ia duduk di barisan bangku paling depan di katederal itu. Ia gelisah, merasakan hembusan angin di atas kepalanya yang botak. William segera melepas sarung tangannya, lalu meletakkan di atas kepala botaknya itu untuk menutupi udara dingin yang mengganggu kepalanya. Sarung tangan itu bertengger di sana sepanjang kebaktian!

 

William Darwin tampil autentik! Ia merasa tidak nyaman pada saat khidmat ibadah itu berlangsung. Ia membutuhkan kehangatan atas hembusan angin dingin yang berada tepat di kepalanya. Dan, sepasang sarung tangan itu solusinya! Lalu, apa yang salah? Ya, mungkin Anda benar. William tidak salah, namun situasi dan kondisinya tidak menguntungkan. Ia terlampau jujur dan cenderung naif sehingga dianggap menabrak pakem yang kadung membudaya.

 

Yesus tampil autentik! Ia tidak nyentrik dan nyeleneh, tapi tampil apa adanya sesuai dengan amanat Sang Bapa. Ya, Yesus harus memperagakan Firman yang tidak kelihatan, cinta kasih Bapa yang abstrak menjadi nyata senyata-nyatanya! Sialnya, Ia berhadapan dengan manusia-manusia yang berlindung di balik otoritas semu. Otoritas yang selama ini dipergunakan sebagai topeng kesalehan demi harkat dan martabat sebagai pemuka agama.

 

Tampaknya para pemakai topeng itu kehabisan akal. Setelah mereka mencari-cari celah untuk dapat mempersalahkan Yesus menggunakan dalil Hukum Sabat dan tidak berhasil, alih-alih menjadi bumerang buat mereka sendiri. Kini, mereka menggunakan sisa-sisa ampas akal mereka untuk menjerat Yesus. Dalil hukum Taurat tidak mempan, kini mereka mendakwa Yesus dengan tuduhan kerasukan penghulu Setan dan berkolaborasi dengannya. Tidak tanggung-tanggung, bukan Iblis biasa yang diajak kolaborasi tetapi dedengkot Iblis. Beelzebul!

 

Kedua tuduhan ini serius! Tuduhan itu mengaitkan Yesus dengan Setan. Dalam tuduhan pertama, Yesus orang Nazaret, yang anak tukang kayu itu dapat mengajar dengan penuh kuasa dan menghadirkan tanda-tanda menakjubkan bertindak di luar kemampuan-Nya. Ini pasti dirasuki oleh kuasa Setan! Artinya, semua perkataan dan tindakan-Nya itu tidak berasal dari diri-Nya sendiri, apalagi dari Allah, tetapi dikendalikan oleh Setan! Setanlah yang memperalat Yesus merusak tatanan dan otoritas yang telah ajeg itu.

 

Selanjutnya, mereka beranggapan bahwa Yesus dengan sengaja meminta bantuan dedengkot Setan itu untuk mengusir kroco-kroco Setan itu. Ini berarti kekuatan yang digunakan oleh Yesus untuk mengusir roh-roh jahat itu sama sekali tidak berasal dari Allah, tetapi dari si penghulu Setan itu, yang pasti kesaktiannya lebih hebat dari pada setan-setan bawahan!

 

Jelas, tuduhan ini ngawur dan tidak mempunyai dasar. Yesus hadir dengan membawa kuasa Allah. Ia datang bukan saja untuk memberitakan bahwa Kerajaan allah telah datang, tetapi juga – melalui diri-Nya – Kerajaan Allah itu sedang datang. Kerajaan Allah tidak dapat berkolaborasi dengan Setan. Datangnya Kerajaan Allah menunjukkan bahwa Allah tidak membiarkan manusia dan dunia dikuasai oleh Setan. Allah menghendaki agar manusia menjadi warga Kerajaan-Nya!

 

Kalau kita cermati, apa yang dilakukan oleh pemuka-pemuka Yahudi yang berpolemik dengan Yesus merupakan bentuk penolakan yang terus-menerus. Intens! Inilah yang disebut “hujat”, yakni kata-kata jahat dan tanpa hormat yang sama sekali tidak mempunyai dasar. Ahli-ahli Taurat berani menilai apa yang dilakukan Yesus sebagai karya Iblis. Pada, di depan mata mereka sendiri, Yesus mengusir setan, menyembuhkan, dan memulihkan kelemaham-kelemahan manusia yang semua merupakan tanda-tanda kasat mata bahwa Kerajaan Allah sedang masuk ke dalam dunia ini.

 

Kalau seseorang berani menilai karya ilahi sebagai karya Iblis, maka di dalam dirinya sudah tidak ada kebenaran lagi. Jauh sebelum Yesus hadir di hadapan mereka, orang-orang Yahudi itu sebenarnya telah mengetahui bahwa setiap orang yang menghujat akan langsung dihukum oleh Allah. Maka, lewat ucapan-Nya, Yesus mengingatkan mereka dengan serius.

 

Seseorang dikatakan menghujat Roh Kudus artinya, ia dengan sadar dan sengaja menolak kuasa dan rahmat ilahi yang disalurkan dalam kata-kata dan tindakan Yesus. Pengusiran roh jahat yang dilakukan oleh Yesus menuntut pengambilan keputusan. Pada waktu Yesus hidup, manusia memang tidak mungkin tahu secara pasti bahwa Yesus memiliki Roh Allah. Maka, apabila seseorang meragukan-Nya, ia dapat diampuni. Namun, bila pada waktu itu ada seseorang yang terang-terangan mengatakan bahwa kuasa Yesus berasa dari Iblis, maka dengan sendirinya, ia menolak Roh Kudus; ia menghujat Roh Kudus!

 

Perlu kita sadari bahwa Yesus berbicara bukan kepada orang biasa, tetapi para ahli Taurat. Mereka yang setiap hari bergaul dan bergumul dengan ayat-ayat suci. Mereka seharusnya terbuka terhadap karya Allah. Dan, bisa saja sebenarnya hati mereka bergetar ketika melihat tanda-tanda dan pengajaran yang dilakukan Yesus. Namun, dengan bersih teguh mereka menutup nurani dan membungkamnya rapat-rapat. Dalam bahasa Arab, inilah arti kata “kafir”. Kafir terdiri dari huruf ka, fa, dan ra, yang artinya ‘tertutup’. Tertutup oleh karena mereka menutup sendiri: tahu kebenaran namun, dengan sengaja menolak atau menutupnya!

 

Kata-kata Yesus sehubungan dengan dosa yang tidak terampuni ketika menghujat Roh Kudus tidak boleh dilepaskan dari konteks polemik dengan para pemuka Yahudi itu. Lebih-lebih tidak bisa digunakan secara umum terhadap suatu dosa tertentu. Hal ini ditegaskan oleh penulis Injil Markus sendiri secara tidak langsung dengan anak kalimat, “Ia berkata demikian, karena mereka mengatakan bahwa Ia kerasukan Roh jahat.” Allah tidak mungkin tidak memberi ampun kepada setiap orang yang memohon belas kasihan-Nya. Allah selalu siap mengampuni. Namun, manusia dapat saja menolaknya. Terhadap manusia seperti ini, jelas tidak pernah memperoleh pengampunan.

 

Sebaliknya, setiap orang yang sangat takut akan dosa, pasti tidak akan terperangkap dalam sikap yang mengerikan itu. Hujat melawan Roh Kudus sebagai dosa yang tidak terampuni sebenarnya bukan sebagai suatu dosa konkret, melainkan sebagai sikap totalitas anti terhadap karya keselamatan Allah. Bila manusia dikuasai sikap itu, maka seluruh pribadinya berada dalam sikap melawan Allah. Ia sendiri menutup diri, mengucilkan diri dari keselamatan. Menyamakan Yesus Kristus yang menghadirkan keselamatan dengan Iblis, sama dengan tidak mau menerima keselamatan. Karena itu sikap gereja mula-mula berkeyakinan bahwa barang siapa mengakui Yesus, tidak mungkin dikuasai Iblis (1 Yohanes 4:2 dst).

 

Dosa yang tidak terampuni pada dasarnya bukan Allah yang menutup diri dan menolak memberi pengampunan, melainkan manusialah yang menolak rahmat dari Allah itu. Roh Kudus telah diutus untuk menginsafkan dan menyadarkan orang dari dosa. Suara itu akan terus bergetar dalam nurani kita, ketika kita menolak-Nya, itu berarti kita membungkam dan menyingkirkan rahmat Tuhan. Jadi, ketika suara Tuhan menegur kita, janganlah keraskan hati!

 

Jakarta, 2 Juni 2024, Minggu Biasa tahun B

Tidak ada komentar:

Posting Komentar