Di sekitar kita banyak ditemui karya seni termasuk ukiran. Konon, seni ukir sudah ada sejak 1500 SM. Mengukir adalah kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam mengolah permukaan sebuah benda dengan membuat perbedaan permukaan sehingga di dapat fungsi atau keindahan dari benda tersebut. Sulit atau mudahnya mengukir sangat tergantung pada materi atau benda yang diukir, alat-alat yang tersedia, dan yang tidak kalah pentingnya adalah keahlian sang juru ukir. Kualitas nilai ukiran sangat tergantung pada rumitnya pola, keras dan sulitnya materi yang diukir dan tentu saja nilai seni, kehalusan atau fungsi yang ditampilkan sesudah ukiran itu selesai.
Michaelangelo Buonarroti tidak hanya dikenal sebagai seorang pelukis, tetapi juga seorang pemahat ternama pada masa Renesan. Yang memuatnya berbeda dari seniman-seniman pada zamannya adalah karena karya-karyanya yang menantang dan dikerjakan dengan rumit, yang tidak semua orang dapat mengerjakannya. Contoh, salah satu maha karyanya adalah pahatan patung Raja Daud. Pada tahun 1510, Michaelangelo diminta oleh Operta del Duomo untuk membuat patung King David. Patung ini nantinya akan ditempatkan di tribun Katedral Florence. Anda bayangkan, Michaelangelo diminta bukan sejak dari awal tetapi ia harus menyelesaikan pekerjaan yang tidak sanggup diselesaikan oleh Agostino di Duccio pada tahun 1464, bahkan setelah itu Antonio Rosselino mencobanya pada 1475 dan ia menyerah. Kedua pemahat itu menolak menyelesaikan pahatan balok marmer besar yang tingginya lebih dari lima meter itu lantaran banyak ketidaksempurnaan yang dianggap mengancam kestabilan patung ketika sudah selesai.
Michaelangelo menerima tantangan itu dan ia berhasil menyelesaikan patung King David itu pada 1504. Para pemahat dan pelukis biasanya lebih suka menggambarkan Raja Daud ketika menghadapi Goliat dengan katapelnya. Ini untuk menggambarkan, kepahlawanan dan kecerdasan dalam menghadapi sang raksasa itu. Namun, apa yang dibuat oleh Michaelangelo? Daud telanjang, kontroversi! Michaelangelo memerlihatkan sisi lain, Daud yang telanjang, Daud yang apa adanya! Semua orang setuju bahwa itu adalah patung yang sangat bagus tetapi tempatnya bukan di katederal, melainkan di Piazza della Signora, Florence!
Yesus tidak biasa! Ya, Ia bukan Michaelangelo. Yang biasa adalah seorang bawahan melayani majikannya, seorang murid membasuh kaki guru-Nya. Ibarat Sang Maestro, Yesus mengukir cinta-Nya dengan jalan terjal. Ia diperhadapkan kepada “materi” sulit dari sesi gelap manusia. Jika pahat, atau dalam zaman modern, laser dapat dengan mudah membentuk benda-benda keras menjadi karya seni indah. Yesus menerima tantangan itu, membentuk hati manusia yang walaupun secara fisik lembek tidak lebih dari keras dari susunan daging yang lain namun nyatanya hati manusia mempunyai sifat lebih keras dari pada cadas!
Yesus telah membaca tanda-tanda bahwa saatnya telah tiba. Inilah hari-hari terakhir Ia ada bersama-sama para murid-Nya. Apa yang biasa dilakukan orang ketika ia menyadari hidupnya tidak lama lagi? Ya, mungkin membuat surat wasiat atau berpesan setelah meninggal mau dikremasi atau dimakamkan. Atau mengatur warisan supaya keturunannya kelak tidak bertikai berebut harta warisan.
Berbeda dari kebanyakan orang, Yesus mewariskan bukan takhta kekuasaan duniawi atau harta dan mukjizat yang biasa Ia lakukan. Di malam terakhir bersama dengan para murid-Nya, setelah perjamuan itu, Ia menanggalkan jubah-Nya sebagai pernyataan menanggalkan segala kehormatan-Nya. Ia mengikat pinggang-Nya dengan kain lenan, Ia berlutut di hadapan para murid-Nya. Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya!
Dalam budaya Yahudi bahkan maknanya dalam semua budaya di dunia ini, membasuh kaki orang lain adalah pekerjaan budak. Orang yang lebih rendah kedudukannya akan membasuh kaki orang yang martabatnya lebih tinggi. Murid akan membasuh kaki gurunya, rakyat jelata membasuh kaki raja. Tidak pernah ada seorang raja berlutut di hadapan kaki rakyatnya atau seorang guru berlutut di bawah kaki murid-muridnya!
Bayangkan Yesus, Sang Guru dan Tuhan pasti tahu kedalaman hati murid-murid-Nya, Ia sangat paham bahwa ada di antara mereka yang dibasuh-Nya sebentar lagi akan menghianati dan menyangkal diri-Nya. Lalu, apakah Ia melewatkan mereka dari pembasuhan itu? Tidak! Bagai mata pahat yang menusuk tajam sampai pada kedalaman hati dan sumsum, cinta-Nya terus mengusik qalbu. Namun, ternyata benar bahwa hati itu sekeras cadas. Yudas bergeming dan Petrus tergoncang! Apakah Yesus berhenti mengasihi? Tidak! Ia bagai Michaelangelo yang membereskan ketidaksempurnaan. Yesus menyempurnakan, menggenapkan kasih Bapa yang dulu pernah dirintis oleh nabi-nabi yang selalu mengumandangkan dan menyatakan kasih dan belarasa Allah.
Yesus mengukir cintanya di jalan terjal. Ia tidak gentar! Kepada para murid diminta-Nya untuk melakukan hal yang sama. Ini bukan sekedar simbol! Tetapi melalui itu mereka diajarkan untuk saling membasuh, saling melayani seorang dengan yang lain, betapa pun orang yang dilayani itu adalah mereka yang tetap berpotensi ngeyel, berpotensi menyakiti dan berkhianat. Justru di sinilah Yesus mengajak para pengikut-Nya, termasuk Anda dan saya untuk mengukir maha karya yang tidak biasa. Sudah biasa dan lumrah kalau orang mengasihi mereka yang pernah mengasihinya, melayani dan menghormati orang yang pernah menolongnya. Mengenai ini, Yesus pernah mengatakannya bahwa setiap orang melakukan itu bahkan orang berdosa pun berbuat demikian.
Yesus mengajak kita mengukir cinta di jalan terjal. Tidak biasa dan itu bisa dilakukan ketika kita merasakan jamahan tangan-Nya yang menggenggam dan membasuh kaki kita. Rasakan, setiap jari-Nya yang diselimuti kain lenan basah itu menyentuh kaki kita. Lihat wajah-Nya yang menatap tembus mata kita! Lalu Ia mengatakan, “Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi!”
Jakarta, 25 Maret 2024, Renungan untuk Kamis Putih Tahun B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar