Para pengamat politik belakangan ini mendapat panggung di pelbagai platform media. Yang ditunggu tentu saja analisa, hasil survey atau dukungan-dukungan terhadap calon tertentu yang bermuara pada prediksi siapa yang akan menang! Ramalan atau bahasa kerennya prediksi bagaikan oase yang dapat memuaskan keingintahuan. Meski banyak orang menyadari bahwa prediksi bisa saja bukan lagi oase yang sesungguhnya, namun fatamorgana yang dapat menipu dan menjerumuskan!
Setiap hari para pakar - termasuk pakar musiman - memborbardir kita dengan perkiraan; prediksi. Namun, seberapa dapat dipercaya ramal-ramalan itu? Konon, sampai beberapa tahun lalu tidak ada riset yang meneliti keakuratan prediksi dari para pakar di bidangnya. Lalu, datanglah Philip Tetlock. Setelah lewat sepuluh tahun, Tetlock mengevaluasi 28.361 prediksi dari 284 pakar yang mengaku profesional di bidangnya. Hasilnya, tidak berbeda dengan prediksi kaum awan yang dilontarkan secara acak! Ironisnya, yang menjadi media darling sering kali kinerjanya paling buruk; dan yang paling parah adalah kinerja para peramal malapetaka dan kehancuran! Contohnya ramalan mereka tentang kehancuran negara Kanada, Nigeria, Tiongkok, India, Indonesia, Afrika Selatan, Belgia dan Uni Eropa. Sampai sekarang belum ada satu pun dari negara-negara itu yang hancur!
Ekonom Harvard, John Kenneth Galbraith mengatakan, "Ada dua jenis peramal: Mereka yang tidak tahu, dan mereka yang tidak tahu bahwa mereka tidak tahu!" Pernyataan itu membuatnya dibenci orang-orang yang merasa dirugikan. Siapa lagi kalu bukan para peramal itu!
Lebih jauh dari Tetlock, Peter Lynch, seorang menejer finansial dua puluh tahun yang lalu mengatakan, "Ada 60.000 ahli ekonomi di Amerika, banyak di antara mereka yang bekerja purna waktu berusaha untuk meramalkan resesi dan suku bunga. Jika saja mereka dapat memanfaatkan ramalam mereka, dua kali berturut-turut, pasti semua sudah menjadi miliader! Nyatanya? Sepanjang yang saya tahu, sebagaian besar dari mereka masih tetap menjadi pegawai!"
Para pakar menikmati prediksi atau ramalan-ramalan yang mereka lontarkan. Jika ramalan yang mereka katakan menjadi kenyataan, mereka beruntung akan menikmati ketenaran dan tentu saja semakin banyak diundang. Jika perkiraan mereka benar-benar melenceng, mereka tidak menanggung kerugian, ya paling banter berkurangnya undangan. Maka, bersikap kritis dan waspada adalah hal terbaik menghadapi ramalan.
Ramalan, prediksi, nubuat atau apa pun namanya yang diucapkan sebelum sebuah peristiwa itu terjadi selalu mengundang daya tarik tersendiri. Penasaran! Hati manusia yang selalu ingin dipuaskan dengan keingintahuan sebelum segala sesuatu itu terjadi merupakan lahan empuk bagi para spekulan untuk mengatakan apa saja dalam ketidaktahuna mereka. Haruskah kita menjadi korban kesalahan prediksi? Mestinya tidak! Lalu bagaimana kita menyikapi, khususnya mengenai apa yang kita imani? Mengabaikannya? Atau ada cara lain sehingga kita tidak mati konyol?
Agama atau tepatnya keyakinan iman memuat narasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Masa lalu, kita belajar pernyataan Allah, kasih dan setia-Nya dalam pelbagai rentetan sejarah. Masa kini, adalah ekspresi iman tentang pernyataan Allah itu yang kita nyatakan lewat totalitas kehidupan kita. masa depan adalah hidup dalam pengharapan terhadap janji-janji Allah. Janji, yang bukan sekedar ramalan atau prediksi yang membuai sehingga kita lupa berpijak di tanah.
Realistis, kristis dan atisipatif barang kali itulah yang harus lakukan untuk menanggapi pelbagai isu dan penantian janji-janji Allah. Janji Allah tentang kedatangan Kerajaan-Nya, bagi orang percaya bukanlah sekedar ramalan atau harapan utopia lantaran pada saat itu umat hidup dalam tekanan penderitaan dasyat. Harapan mesianik! Ini adalah bagian dari keyakinan iman yang tidak dapat dipisahkan dari rangkaian masa lalu dan masa kini. Ada masa depan yang harus dinantikan!
Sikap untuk tidak terjebak dalam prediksi waktu dan mengharapkan pepesan kosong tentang terjadinya kedatangan Kerajaan Allah itu salah satunya diungkapkan Yesus lewat perumpamaan. Salah satu perumpamaan Yesus melalui kisah tentang gadis-gadis yang bijaksana dan yang bodoh. Perumpamaan ini hanya terdapat dalam Injil Matius. Isi cerita dan moral cerita bermuara pada satu hal, yakni: "berjaga-jagalah sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya..." (Matius 25:13). Hal ini berkaitan erat dengan beberapa perumpamaan sebelumnya; tentang pencuri yang datang pada waktu malam dan hamba yang sedang melakukan tugasnya ketika sang tuan kembali.
Perumpamaan tentang gadis-gadis yang menanti sang mempelai dibuka dengan keluarnya sepuluh gadis dari rumah pengantin perempuan untuk menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antara mereka disebut bijaksana karena mempersiapkan pelita dengan minyak yang cukup, karena tidak tahu sang mempelai pria itu akan datang kapan. Sedangkan lima yang lain tidak menyiapkan minyak untuk persediaan pelita mereka.
Perumpamaan ini tentang Kerajaan Allah, tetapi bukan Kerajaan yang sudah mulai datang dalam diri Yesus Kristus. Ini penyempurnaan di akhir zaman ketika Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya. Jemaat harus menyambut-Nya, ini diumpamakan dengan gadis-gadis yang keluar dari rumah pengantin perempuan untuk menyambut mempelai laki-laki. Dibedakan dengan gadis-gadis yang bodoh yang tidak membawa persediaan minyak yang cukup, gadis-gadis bijaksana membekali diri mereka dengan cadangan minyak yang cukup.
Bijaksana (phronimos) menunjuk kepada mereka yang melakukan firman Allah yang telah diberitakan Yesus Kristus dan dengan cara itu, mereka akan siap sedia untuk menyambut hari Tuhan kapan pun itu terjadi. Orang-orang bodoh sebaliknya, mereka tidak melakukan firman-Nya lalu berakhir dalam kebinasaan. Dalam perumpamaan ini, jemaat kembali digambarkan bercampur baur: ada yang baik, bijaksana ada yang bodah, bebal. Bagai lalang di tengah gandum yang baru akan dipisahkan pada saat akhir (Matius 13:36-43).
Tidak seorang pun tahu kapan Hari Tuhan, Kedatangan Kristus kembali itu akan tiba. Dan, tidak ada gunanya juga memprediksi kapan waktunya terjadi karena pasti akan gagal prediksi! Yang diajarkan Yesus bukan percaya kepada ramalan seperti itu. Sikap realistis yang benar adalah, jika segala sesuatu yang kita tunggu tidak tahu datangnya, apalagi peristiwa dahsyat, maka berjaga-jaga adalah sikap yang paling tepat dan benar! Sikap ini ditandai dengan kecermatan untuk melakukan segala kehendak Bapa di dalam Yesus Kristus.
Kritis, tidak mudah diombang-ambing dengan pengajaran-pengajaran yang justeru membuat kerugian pada diri sendiri. Fokus dan uji segala pengajaran tentang hari Tuhan itu kepada apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri. Jangan, mengisi bejana penasaranmu dengan pelbagai spekulasi yang justeru tidak pernah diajarkan oleh Yesus sendiri. Isilah bejana itu dengan firman Tuhan sehingga akan memancarkan air kehidupan yang segar!
Antisipasi, Nasihat rasul Paulus dalam 1 Tesalonika 5:1-11 dapat menolong kita untuk mengantisipasi kedatangan hari itu. Berjaga-jagalah dengan melakukan segala yang terbaik yang dapat kita lakukan dengan berpedoman pada firman-Nya. Hanya dengan berdbuat demikianlah kita kelak dapat menyambut dan masuk dalam pesta pernikahan Anak Domba!
Jakarta, 9 November 2023, Minggu Biasa Tahun A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar