Sudara Nadeesh hari itu dipukuli secara brutal oleh polisi. Ia bersama puluhan temannya mengalami nasib yang sama. Nadeesh tidak terima negaranya hancur dan bangkrut karena penguasa dan pengusaha bersekongkol melumat habis sumber-sumber kekayaan negara dan bangsa mereka. Benar, masyarakat kelas menengah dan atas membawa dan memberikan bantuan kepada mereka yang tengah sekarat mengangkat beban hidup. Namun, apalah artinya segenggam makanan dan sebotol air minum dibanding keserakahan dan kerakusan mereka?
Tanda-tanda kebangkrutan Sri Lanka telah dimulai ketika pemotongan pajak besar-besaran terjadi tahun 2019 hasil dari lobi-lobi para pengusaha yang didukung kelompok orang kaya dan profesional, mengakibatkan pundi-pundi negara terkuras habis! Pemotongan pajak besar-besaran hanya menguntungkan para pengusaha dan orang kaya tetapi menyengsarakan nyaris puluhan juta rakyat Sri Lanka.
Mahindra Rajapaksa dari etnis mayoritas Sinhala pada 2009 dianggap sebagai pahlawan lantaran pemerintahannya dapat mengatasi pemberontakan separatis Tamil. Namun, selanjutnya keluarga yang tamak ini memeras habis-habisan rakyatnya. Ia tidak lagi peduli dengan penderitaan bangsanya, alih-alih sibuk memuaskan hedonis diri dan keluarganya. Sri Lanka hanya salah satu contoh negara gagal. Benar ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, namun yang paling kentara adalah ketamakan dan keserakahan para pemimpin. Mengerikan!
Ibarat kebun anggur, Sri Lanka telah menjadi kering kerontang. Setidaknya ini ditandai dengan pemadaman listrik, kesulitan bahan bakar minyak, kelangkaan obat-obatan. Mayoritas anak-anak Sri Lanka terpaksa mengkonsumsi yang nyaris tidak mengandung protein sehingga PBB memperingatkan terjadinya malnutrisi dan krisis kemanusiaan. Sri Lanka tidak sendiri, dalam peradaban manusia tragedi semacam ini terus saja terulang. Mungkinkah Indonesia mengalami krisis serupa? Negeri indah nyiur melambai, bagaikan jamrud yang terbentang di khatulistiwa sangat mungkin berubah menjadi gersang dan miskin penuh kemelut ketika "kebun anggur" yang disediakan Allah ini tidak dikelola dengan baik!
Hari ini kita diingatkan tentang "kebun anggur" premium maha indah yang menjadi porak poranda karena salah urus dan kerakusan manusia. Dalam narasi tentang "Nyanyian kebun anggur" (Yesaya 5:1-7), TUHAN disebut sebagai "kekasihku" yang memiliki kebun anggur sangat indah. Lokasinya terletak di bukit subur, ditanami dengan pokok anggur pilihan, dirawat dan dijaga dengan keamanan tingkat tinggi. Kebun anggur itu dilengkapi pula dengan peralatan untuk memeras buah anggur menjadi minuman. Semua yang terbaik telah disediakan oleh sang pemilik kebun anggur. Tentu saja yang diharapkan adalah anggur yang berkualitas: manis! Ternyata, yang dihasilkannya adalah anggur asam yang tidak berkualitas.
Kekecewaan sang pemilik kebun anggur dilampiaskan dengan menebang pagar duri, membiarkan kebun itu dijarah dan diinjak-injak lalu ditumbuhi semak belukar. Kebun anggur itu akan kering kerontang karena TUHAN menahan awan-awan untuk tidak menurunkan hujan. Jelaslah bahwa Sang Pemilik kebun anggur itu adalah TUHAN sendiri, Sang Penguasa langit dan bumi. "Kekasihku" itu adalah TUHAN alam sedangkan yang dimaksud dengan "kebun anggur" adalah kaum Israel, umat pilihan-Nya.
Umat itu begitu dicintai-Nya, ada banyak keistimewaan yang diberikan kepada mereka. Namun nyatanya mereka mengecewakan, tidak menghasilkan "buah anggur yang manis". "Tanaman-tanaman kegemaran-Nya" diharapkan menghasilkan "kebenaran" (mishpat) dan "keadilan" (tsedaqah). Namun yang dijumpai-Nya adalah "kelaliman" (mishpakh) dan "keonaran" (tse' aqah)! Sangat masuk akal kalau pemilik kebun anggur itu kecewa, marah dan memporak-porandakan kebun anggur itu!
Ketidakadilan, kelaliman dan keonaran dipertontonkan oleh "umat istimewa" ini. Mereka lupa untuk apa TUHAN memberikan segala keistimewaan itu. Yang mereka kejar adalah kenikmatan sesaat meski dengan itu harus membungkam nurani. Sama seperti Sudara Nadeesh dan teman-temannya di Sri Lanka, siapa yang berani berteriak tentang ketidakadilan berhadapan dengan gas air mata, pentung dan bahkan peluru. Bukankah itu yang terjadi dengan Yeremia dan teman-temannya. Mereka dicari, diintimidasi, disingkirkan dan dibunuh!
Dalam narasi kebun anggur yang dikisahkan Yesus, kehancuran kebun anggur itu disebabkan bukan oleh kebun itu sendiri. Yesus sama sekali tidak mempermasalahkan kebun itu, tetapi para penggaraplah yang bertanggung jawab terhadap kebun anggur itu. Para penggarap itu ingin menguasai kebun dan hasilnya. Mereka merasa menjadi pemilik dari kebun anggur itu. Mereka memukuli, melempari dengan batu, bahkan juga membunuh para utusan Sang Tuan. Tidak hanya berhenti di sini, mereka bahkan membunuh anak pemilik kebun anggur itu. Karena kejahatan tersebut, sang tuan kebun anggur itu akan mengambil kembali kebun anggurnya lalu mempercayakan kepada para penggarap lain yang akan menyerahkan hasil pada waktunya. Para penggarap yang dimaksud adalah para imam kepala, kaum Farisi, tua-tua bangsa dan para elit Yahudi.
Melalui kisah kebun anggur itu, Yesus menyatakan secara langsung kepada para pemimpin Yahudi itu, bahwa Kerajaan Allah itu akan diambil dari mereka dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah yang manis dari Kerajaan itu. Kerajaan Allah semula ditegakkan Allah di tengah bangsa Israel. Namun, para elit Israel yang merupakan "penggarap kebun itu" bertindak laksana pemilik kebun. Pemilik yang bukan seperti Allah tetapi mereka merasa sebagai pemilik yang bebas memperlakukan kebun anggur itu untuk memuaskan nafsu serakah mereka.
Di tangan mereka alih-alih hasil yang baik justru kelaliman, keonaran dan kemunafikan menjadi tontonan sehari-hari. Bait Allah tidak lagi menjadi sarana perjumpaan Allah yang penuh rahmat dengan umat, tetapi telah berubah menjadi lahan bisnis. Persembahan-persembahan menjadi kesempatan meraup untung. Setiap orang yang dipakai Allah untuk memperingatkan perbuatan mereka dipandang sebagai musuh dan harus disingkirkan. Bahkan, Yesus Kristus, "Anak Sang Pemilik Kebun" itu di bunuh di luar kebun (di luar Yerusalem). Jelas, kondisi seperti ini jauh dari harapan Sang Pemilik kebun anggur itu. Maka kebun anggur atau Kerajaan itu akhirnya dialihkan kepada umat yang baru yang akan menghasilkan buah-buah Kerajaan yang manis dan berkualitas, mereka akan melakukan kehendak Allah seperti yang telah dijelaskan Yesus.
Kebun anggur Israel dan para penggarapnya merupakan catatan peringatan penting untuk sebuah umat yang baru. Umat yang akan menggarap, bekerja meneruskan kebun anggur yang terbengkalai itu. Umat yang baru itu harus menghasilkan buah yang berkualitas, manis dan penuh nutrisi baik. Tidak hanya berhenti di sini, para pekerja itu tidak boleh melakukan kesalahan yang sama, yakni merasa menjadi pemilik sehingga hasilnya tidak diserahkan kepada Sang Tuan tetapi menjadi kebanggaan dan pemuasan diri.
Anugerah Tuhan terhadap umat yang baru ini jelas disertai dengan tanggung jawab besar. Gereja terpanggil untuk bekerja dengan tanggung jawab yang besar. Gereja terpanggil untuk menghadirkan buah Kerajaan Allah, yakni damai sejahtera di bumi. Umat Tuhan yang baru harus benar-benar menghasilkan "buah anggur yang manis", yakni hidup yang berdampak membawa damai sejahtera!
Jakarta, 6 Oktober 2023, Minggu Biasa Tahun A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar