Kuasa seorang raja tidak hanya terlihat dari luas wilayah kekuasaan, jumlah orang-orang yang tunduk kepadanya, atau mengahnya istana yang dibangun untuk tempat kediamannya. Kuasa seorang raja ditandai dengan uang! Ya, uang yang beredar baik di wilayah kekuasaannya atau di wilayah lain. Dinar Romawi pada zaman Yesus tercetak gambar Kaisar Tiberius. Termasuk Palestina, seluruh wilayah jajahan Romawi menggunakan mata uang itu. Dengan beredarnya uang bergambar kaisar, tentu saja mengingatkan bangsa Yahudi - yang juga menggunakan uang itu - sedang berada di bawah kekuasaan Romawi. Menyakitkan! Mengapa? Ya, bukankah mereka umat istimewa, umat kepunyaan Allah sendiri, tetapi mengapa sekarang di bawah kekuasaan bangsa lain?
Sejak abad 6 Sebelum Masehi, wilayah kekuasaan Arkhelaus, khususnya Yudea, dijadikan propinsi Romawi- Siria. Wilayah itu dipimpin langsung oleh seorang wakil kaisar (praefectus). Seluruh penduduknya wajib membayar pajak kepada kaisar. Sedangkan wilayah kekuasaan Herodes Antipas dan Filipus dipandang sebagai wilayah khusus, sehingga penduduknya tidakmembayar pajak kepada kaisar. Yang wajib membayar pajak di wilayah Filipus hanya para penguasa wilayah tersebut.
Bayangkan Anda seorang penduduk Yudea pada waktu itu. Anda adalah umat Yahudi yang secara iman yakin betul umat pilihan Allah. Namun, nyatanya sekarang segala hak Anda dibatasi, bahkan ditindas dengan pelbagai peraturan termasuk pajak yang sangat membebani itu. Bagaimana perasaan Anda? Dalam posisi seperti ini jelas banyak penduduk Yudea mengharapkan pembebasan. Ya, mereka berharap TUHAN menghadirkan kembali Koresh yang akan menjadi penolong bangsa Yahudi itu terbebas dari pelbagai penindasan. Maka tidaklah mengherankan kalau pada kondisi seperti ini muncul gerakan-gerakan radikal melawan penjajah Romawi seperti yang ditampilkan oleh kaum Zelot. Mereka merindukan sosok Mesias pembebas!
Di tengah situasi geopolitik yang tidak menguntungkan buat kaum Yahudi, konflik internal sesama Yahudi pun tidak kalah semaraknya. Para elit Yahudi memanfaatkan situasi sensitif ini sebagai pertanyaan jebakan terhadap Yesus. Mereka bertanya tentang pajak! "Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada kaisar atau tidak? Pada zaman modern ketika pajak merupakan salah satu sumber pendanaan program-program pemerintah untuk kesejahteraan rakyaknya, tentu saja pertanyaan semacam ini bukan lagi pertanyaan relevan. Pajak adalah kewajiban setiap warga negara!
Namun, pertanyaan ini menjadi dilematis pada zaman itu. Mengapa? Kalau Yesus mengatakan "tidak boleh membayar pajak kepada kaisar", Yesus akan segera berhadapan langsung dengan para penguasa Romawi yang menetapkan pajak yang harus dibayar kepada Kaisar. Menolak membayar pajak itu berarti tidak mengakui wilayah kekuasaan kaisar. Ini pemberontakan atau subversi! Jawaban ini yang dinanti oleh para pemuka Yahudi. Mereka akan mudah meminjam tangan para penguasa Yahudi untuk segera menyingkirkan Yesus. Bukankah sejak masuknya Yesus ke Yerusalem dan mengobrak-abrik bisnis mereka, sejak saat itu mereka ingin menyingkirkan Dia? Dengan jawaban menolak membayar pajak kepada kaisar, mereka tidak perlu repot-repot mengeluarkan tenaga dan biaya untuk menyingkirkan Yesus. Cukup menjadikan jawaban Yesus sebagai bukti bahwa Ia menghasut orang banyak untuk tidak membayar pajak!
Bagaimana kalau Yesus menjawab, "boleh membayar pajak kepada Kaisar"? Kali ini orang-orang akan berkata, "Inikah Yesus Sang Mesias itu? Bukankah Mesias itu harus berjuang untuk membebaskan bangsanya dari kaum penjajah? Mengapa Ia justru mengizinkan kita untuk membayar pajak kepada Kaisar?" Dengan jawaban "boleh membayar pajak kepada Kaisar" sudah cukup bagi orang banyak untuk meragukan kemesiasan Yesus.
Dilematis! Benar, memang itu yang dirancang oleh orang-orang Farisi. Sudah jelas, tujuan mereka bertanya kepada Yesus bukan untuk mendapat pencerahan. Bahasa yang manis di awal pertanya itu bagaikan rayuan beracun yang menjerat dan mematikan!
Tidak seorang pun ingin masuk atau berada dalam pusaran dilematis. Pada saat inilah hikmat sangat dibutuhkan. Yesus tidak mau diseret masuk dalam jebakan ini. Yesus menemukan cara untuk menjawab pertanyaan orang-orang Farisi itu tanpa memasukkan diri-Nya kepada salah satu ekstrim yang diharapkan oleh si penanya itu. Yesus sangat faham bahwa orang-orang yang bertanya kepada-Nya adalah orang-orang munafik, "Mengapa mencobai Aku, hai orang-orang munafik?".
Yesus meminta kepada mereka untuk ditunjukkan sekeping dinar. Ia bertanya, "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Mereka tidak bisa mengelak dan harus menjawab, "Gambar dan tulisan kaisar." Maka dengan mudah Yesus berkata kepada mereka, "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar..." (Matius 22:21). Dengan cara ini,Yesus tidak mengatakan "boleh" atau "tidak boleh" membayar pajak kepada Kaisar. Ia hanya menyatakan pertanyaan retoris bahwa keping dinar itu adalah milik Kaisar dan harus diberikan kepada Kaisar. Seolah Yesus menyadarkan mereka bahwa, saat ini mereka memang benar berada dalam kekuasaan Kaisar, maka lakukanlah kewajiban sebagai warga negara dengan baik.
Di pihak lain, tentu saja ada banyak hal bahkan lebih banyak lagi yang bukan milik Kaisar, yang tidak berada di bawah kekuasaannya. Bahkan seandainya pun betul Kaisar mebnar-benar menguasi wilayah dan penduduknya, tetap ada yang tidak bisa diambil atau dikuasai kaisar: hati dan iman mereka! Ada lebih banyak hal yang berada di wilayah kekuasaan Allah. Maka Yesus berkata, ".... dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" Apa itu? Apa yang menjadi milik Allah adalah seluruh keutuhan hidup manusia. Segala-galanya yang ada pada diri manusia adalah milik Allah dan itu yang harus diberikan kepada Allah.
Melalui jawaban pertanyaan jebakan ini Yesus mau mengingatkan kepada kita untuk melakukan kewajiban baik sebagai anggota, masyarakat, warga negara atau pun suatu komunitas dengan sepenuh hati, tetapi juga yang terpenting adalah meletakkan semua itu dalam memberi diri kepada Allah. Mengapa? Sebab, segala-galanya yang ada pada kita sesungguhnya berasal dari Dia, maka hendaknya kita mengembalikan kepada Dia dengan mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya, dengan melakukan seluruh kehendak-Nya.
Jemaat-jemaat di Makedonia, salah satunya adalah Tesalonika, mereka dalam keadaan tertekan, miskin, dan menderita. Tentu penderitaan itu disebabkan oleh pendindasan Romawi dan para pemuka Yahudi. Namun Paulus mengapresiasi iman mereka. Meski dalam keadaan menderita tetapi mereka penuh dengan sukacita dan kaya akan kemurahan (bnd. 2 Korintus 8:1-5). Keadaan menderita dan mengenaskan tidak menjadi alasan bagi jemaat ini untuk tidak memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Maka tidaklah mengherankan kalau dalam doa-doa Paulus mengingat Tesalonika adalah salah satu jemaat yang mengerjalan pelayanan sebagai wujud dari iman mereka, "Sebab kami mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita." (1 Tesalonika 1:3)
Marilah kita memberi kepada Allah, bukan karena Dia tidak punya dan membutuhkan sesuatu dari kita, tetapi karena segala-galanya berasal dari Dia. Memberi kepada Allah adalah cara kita bersyukur dan ikut terlibat dalam pekerjaan-Nya!
Jakarta, 19 Oktober 2023, Minggu Biasa Tahun A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar