Kamis, 14 September 2023

MENGAMPUNI TAMPA BATAS

"Aku ingin meludahinya! Menyemprotkan ludah itu ke seluruh wajahnya, aku ingin meremas wajahnya." Gumam Debby sambil meremas dan mengepalkan tangannya, menahan emosi, "Aku benci dia! Dialah yang memporak-porandakan perkawinanku yang telah berlangsung hampir dua puluh tahun. Dia adalah sahabat dan teman sepelayanan kami di gereja. Oke, memang benar hubungan pernikahan kami tidak sedang baik-baik saja. Aku sadar, aku juga ikut andil dalam terciptanya hubungan yang renggang ini. Pasti aku juga bersalah, oleh karena itu aku tidak lebih membenci suamiku, tapi... perempuan itu, sahabatku sendiri! Mengapa dia yang mengambil kesempatan dan menghancurkan perkawinanku? Jangankan memaafkan atau mengampuni, yang ada aku ingin meludahi dan merobek wajahnya!"

Marah, kecewa, sakit hati dapat menimpa siapa saja, termasuk Anda. Tentu saja ada alasan dan pembenaran mengapa kita sulit dan seolah tidak mungkin untuk memberi maaf atau mengampuni orang yang telah merugikan, melukai dan merampas kebahagiaan kita. Seberapa besar kebahagiaan, harapan, dan impian kita yang terenggut, berbanding lurus dengan tidak mudahnya memberi maaf atau pengampunan. Manusiawi!

Apa yang terlintas dalam benak kita ketika tersakiti, terenggut, dan terinjak harga diri? Membalas, bahkan lebih dari apa yang telah dia lakukan terhadap kita! Begitulah gambaran umum orang yang tersakiti. Sangat sulit, untuk tidak mengatakan  mustahil ada orang yang tersakiti lalu langsung mengatakan dalam hatinya, "aku memaafkan dan mengampunimu!"

Benar, manusia dapat dan bisa memberi maaf atau pengampunan, tentu saja ada batasnya. Batasan pemberian maaf atau pengampunan biasanya berkaitan dengan jumlah kesalahan yang dilakukan: seberapa kali harus mengampuni? Kita lupa, masih ada batasan lain yakni, seberapa dalam luka itu telah digoreskan dalam batin kita, luka yang dalam seperti yang dialami Debby. Cukup sekali namun telah memporak porandakan semua mimpi-mimpi indah bersama suami dan anak-anaknya!

Batasan manusia dalam memberi maaf atau pengampunan terkait terulangnya kesalahan sebanyak tiga kali. Oleh karena itu jika ada yang mampu memberikan pengampunan terhadap orang yang bersalah sebanyak tujuh kali, adalah kemampuan luar biasa! Standar luar biasa ini ditanyakan Petrus kepada Yesus: Apakah tujuh kali sudah cukup untuk memberi maaf, selanjutnya kesalahan itu tidak pantas lagi diberi pengampunan!

Percakapan tentang mengampuni orang yang telah melakukan kesalahan merupakan kelanjutan dialog pengajaran Yesus tentang menegur orang yang melakukan dosa. Inti teguran itu bukan dalam rangka penghakiman dan penghukuman, melainkan pertobatan. Orang yang telah melakukan perbuatan dosa itu dengan pelbagai metode diraih kembali menjadi anggota komunitas yang telah dipulihkan.

Tampaknya, buat Petrus angka tujuh kali merupakan jumlah batasan tertinggi dalam mengampuni. Bisa jadi, Petrus yang hidup dalam lingkungan Yahudi mengenal tradisi yang telah berurat akar. Rumusannya dikutip sehubungan dengan Lamekh yang berkata, "Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat" (Kejadian 4:24). Waktu itu, Allah tidak dapat menerima sikap Lamekh dan semua orang yang suka membalas dendam di zaman dahulu. Maka, Ia memberi manusia hukum yang membatasi pembalasan dendam. Rumusannya dapat dibaca dalam Imamat 24:20, "Mata ganti mata, gigi ganti gigi." Jika dendam manusia sulit untuk dihilangkan, maka membatasannya demikian, tidak berlebihan!

Namun, perkembangan yang terjadi hukum balas dendam ini direvisi kembali. Seharus orang benar tidak membalaskan dendam. Mengapa? Sebab ia menyerahkan perkaranya kepada Allah (Yeremia 11:20). Dengan menyerahkan segalanya kepada Allah, orang benar meyakini kemahaadilan Allah dan segala sesuatu dapat dipakai Allah untuk kebaikan manusia. Dalam hal inilah kita melihat refleksi yang dinyatakan oleh Yusuf terhadap saudara-saudaranya. Saudara-saudara Yusuf itu merancangkan pelbagai tindak kejahatan yang dipicu oleh kebencian akibat iri hati. Narasi kisah itu memberi gambaran bahwa tidak terbersit dalam benak Yusuf ada unsur kebencian. Alih-alih Yusuf berkata, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara suatu bangsa yang besar." (Kejadian 50:20).

Allah yang dapat menjadikan segala sesuatu, bahkan yang terburuk sekalipun untuk suatu maksud yang lebih besar dan mulia. Benar, pada saatnya kita mengalami tindakan-tindakan menyakitkan tentu saja tidak menyenangkan, rasanya ingin langsung membalas. Namun, kisah Yusuf memperlihatkan bahwa Allah sanggup mengubahnya menjadi kebaikan. Tinggal cara kita memandang dan mempercayakan segala sesuatu kepada Allah.

Yesus sendiri dengan tegas menolak hukum balas dendam. Ia mengajarkan kepada para murid-Nya agar dapat mengasihi para pembenci mereka. Selebihnya, para murid harus dapat memberi pengampunan sebanyak tujuh puluh kali tujuh kali. Dengan demikian, Yesus memberi pemaknaan baru untuk pengampunan, pengampunan itu dilakukan tanpa batas. Mengapa? Pada dasarnya ketika pengampunan itu ada batasnya berapa kali pun, maka sesungguhnya ia tidak mengampuni.

Prinsif dasar pengampunan diajarkan Yesus melalui perumpamaan seorang hamba yang berhutang sepuluh ribu talenta. Sangat besar! Raja itu, atas dasar permohonan dan belas kasihan menghapuskan seluruh hutang hambanya ini. Namun, sayang sang hamba tidak melakukan apa yang sama seperti rajanya. Temannya yang berhutang seratus dinar ia jebolkan ke penjara. Hamba ini tidak mengucap syukur atas pengampunan yang diberikan sang raja, bahkan ia menindas dan menuntut. Pada dasarnya setiap kita berhutang tak terhingga kepada Allah. Atas penebusan Kristus di kayu salib itu, hutang dosa kita dilunasi-Nya. Orang yang telah dibebaskan dari hutang dosa ini selayaknyalah saling mengampuni satu dengan yang lain.

Bila luka itu terlalu dalam menusuk sampai sum-sum tulang-tulangmu: perih dan sakit! Lihatlah, apa yang dilakukan Yusuf, setiap kesakitan yang Anda alami, ada rancangan indah. Tuhan ingin membentukmu menjadi pribadi-pribadi tangguh. Ia ingin engkau menjadi orang-orang yang dapat menginspirasi banyak orang tentang kekuatan cinta yang mengalahkan dendam. Sakit, yang dialami Debby benar tidak mudah begitu saja dihapus. Bertahun-tahun ia berjuang dan akhirnya menemukan bahwa kuasa pengampunan Allah itu begitu dahsyat. Tidak hanya dirinya yang dipulihkan - meski tidak dapat berkumpul kembali dengan suaminya - orang-orang di sekitarnya menyaksikan ketangguhan dan pertolongan Tuhan yang memulihkan.

Bila saat ini Anda terluka, jangan fokus pada mengasihani diri sendiri. Galilah bahwa di balik itu ada rancangan Tuhan yang tidak hanya untuk diri Anda sendiri, melainkan juga untuk orang-orang di sekitar Anda. Ada banyak kesaksian orang-orang yang hidupnya mengalami kepahitan, luka dan trauma namun mereka dapat bangkit kembali dan pengalamannya bukan hanya mendatangkan berkat bagi diri, keluarga, orang-orang terdekatnya tetapi juga bagi banyak orang. Jadi, mengampuni tanpa batas itu bisa dan bahkan menjadi berkat dan memberkati!

 

Jakarta, 14 September 2023, Minggu Biasa tahun A  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar