"Nana korobi ya oki (七転八起).", artinya: Jatuh tujugh kali, bangkit delapan kali! Ini adalah pepatah Jepang yang telah banyak mengispirasi orang untuk tidak terpuruk pada kegaglan, kepahitan, kehidupan yang penuh dengan onak duri dan penderitaan. "nana korobi ya oki" mengisyaratkan bahwa betapa pun hidup penuh dengan kegagalan dan penderitaan, selama kita mau bangkit niscaya masih ada pengharapan.
Lalu, apa yang dimaksud dengan pengharapan itu?
Arti "pengharapan" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar "harap" yang berarti mohon, minta, keinginan supaya segala sesuatu terjadi dan sesuatu itu biasanya yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Dalam bahasa Yunani kata "pengharapan" ditulis dengan elip yang mencakup arti: menantikan segala sesuatu yang baik. Sedangkan di dalam bahasa Ibrani kata "pengharapan" ditulis dengan miqveh yang berarti "sangat menantikan dan mengumpulkan". Bukan hanya menantikan segala yang baik itu tetapi ada upaya segala yang baik itu terjadi. Jadi, orang yang berpengharapan ada mereka yang tidak hanya menantikan apa yang terbaik dari Tuhan, tetapi juga melakukan apa yang menjadi bagiannya, mengerjakan apa yang diharapkannya itu.
Salah satu jenis pengharapan itu adalah ekspektasi bahwa hari esok akan lebih baik daripada hari ini. Ini adalah jenis harapan yang membuat kita mendambakan cuaca yang cerah atau jalan yang lebih lancar ke depan. Tentu saja hal ini tidak mungkin terjadi kalau kita hanya duduk diam menunggu segala sesuatu berjalan dengan sendirinya.
Pengharapan adalah kata yang akan terjadi di depan. Hari ini belum ada, belum terjadi. Itu menandakan bahwa hari ini bukan keadaan ideal. Hari ini bisa jadi kehidupan kita penuh pergumulan, beban berat dan penderitaan. Lalu, apa yang Anda pikirkan ketika berada dalam kondisi tidak ideal ini?
Secara psikologis ada dua kondisi manusia yang paling tidak ideal: kehilangan dan ditolak. Apa yang Anda pikirkan dan lakukan ketika kehilangan orang yang Anda cintai? Ketika Anda kehilangan pasanganmu, anakmu, orangtuamu? Pada saat itu apakah Anda melihat ada sebuah pengharapan? Ada seorang ibu muda dengan kedua anak yang masih kecil. Satu duduk di kelas 3 SD dan adiknya baru saja masuk TK. Sang suami mengalami kecelakaan. Meninggal! Dunia menjadi gelap, tidak ada sedikit pun cahaya yang dapat memperlihatkan kepadanya masa depan yang harus di jalani. bersama kedua anaknya. Ia tidak tahu bagaimana membesarkan dan menyekolahkan anak-anak. Selama ini yang ia tahu hanya terima uang dari suami dan mengaturnya untuk keperluan keluarga. Betapa menyakitkan kehilangan itu!
Pendeta yang mendampingi sejak hari kematian si ibu muda itu menyimak dan berujar, "Ibu, tidak perlu melihat jauh ke depan. Lihatlah sebuah mobil yang berjalan pada malam hari. Lampu mobil itu menerangi hanya beberapa meter saja ke depan. Namun, sudah cukup menuntun jalannya mobil itu hingga dapat menghindari jalan berlubang atau pembatas jalan. Lampu itu jugalah yang menuntun untuk sang pengemudi melihat tanda dan rambu lalu lintas. Lampu mobil itu tidak perlu menyorot sampai tujuan yang hendak dicapai oleh mobil itu. Demikian juga dengan hidup ini, jalani saja dari hari ke hari bersama dengan Tuhan, Sang Terang yang sesungguhnya itu."
Hal yang sama menyakitkan adalah penolakan. Tidak ada seorang pun yang merasa happy ketika ditolak. Tuhan Yesus telah mengingatkan, seperti diri-Nya, maka para pengikut-Nya pun akan mengalami penolakan, dimusuhi, dianiaya dan mungkin juga dibunuh. Mengenai hal ini, Yesus mengingatkan untuk kita tetap setia. Paulus malah mengingatkan bahwa dalam kondisi seperti itu kita harus tetap mempunyai pengharapan.
Lalu, apa dasar pengharapan itu? Bukankah setiap orang justru berlomba untuk mendapatkan kebahagiaan di bumi ini? Lalu, untuk apa menjadi orang Kristen kalau hidup banyak penolakan dan penderitaan. Tidak dipungkiri dalam ajaran dan aliran Kristen tertentu penderitaan itu harus ditolak. Bukankah Yesus sudah menderita, buat apalagi orang Kristen menderita, seharusnya kita sekarang menerima berkat-berkat-Nya!
Ini realitas. Setiap orang apa pun keyakinan, agama dan alirannya tidak ada yang steril dari penderitaan. Tidak ada yang bebas dari kehilangan dan penolakan. Di atas realita inilah firman Tuhan mendasari kita untuk bersikap. Dasar pengharapan kita adalah "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyakatan kepada kita." (Roma 8:18).
Kata Yunani mengenai "Yakin" adalah logizomai (bandingkan dengan kata "logis" = masuk akal). Paulus menjelaskan dengan logis bagaimana membandingkan antara penderitaan dengan kemuliaan kelak yang bakal didapat ketika para pengikut Tuhan itu setia dengan imannya. Di tempat lain, Paulus mengungkapkan hal yang sama "penderitaan ringan yang sekarang ini mengerjakan bagi kami kemuliaan yang jauh lebih besar" (2 Korintus 4;17). Ini sama seperti penderitaan yang dialami oleh seorang atlet ketika ia harus mempersiapkan diri menghadapi pertandingan. Atau seorang tentara yang terus berlatih dengan keletihan dan penderitaannya. Atau seorang petani yang mengolah tanah, menabur benih, menjaga dan merawat tanamannya. Semua mengalami penderitaan. Namun, lihatlah apa yang terjadi ketika atlet itu menjadi juara, tentara itu menang dalam pertempuran dan petani itu memetik hasil panennya. Segala jerih lelah dan penderitaan itu sekejap saja hilang, di ganti sukacita yang sangat besar! Bagi Paulus, pengharapan anak-anak Tuhan sangat logis!
Benar bahwa pada saat menjalani penderitaan itu tidak menyenangkan. Namun, kita dapat menjalaninya dalam iman percaya kepada Yesus Kristus yang telah mengutus Roh Kudus untuk menolong dan memberi kekuatan kepada kita. berhadapan dengan kenyataan yang tidak selalu menyenangkan itu kita tidak usah menyerah. Bandingkan dengan pribahasa Jepang itu, Nana korobi ya oki. Bila orang Jepang percaya pada kekuatan spiritual mereka, maka terlebih anak-anak Tuhan! Anak-anak Tuhan, bukanlah didik sebagai anak-anak manja. Tuhan menginginkan kita menjadi anak-anak yang andal, tangguh menghadapi pelbagai macam kesulitan.
Paulus mengatakan, "Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun." (Roma 8:25). Kita menantikannya dengan tekun. "Tekun" dalam bahasa Yunani serumpun dengan hupomenein yang berarti "bertahan". Maka arti lainnya adalah "sabar". Sabar bukan kata kerja pasif, melainkan mengandung pengertian positif: berusaha dan berjuang keras. Seluruh perjuangan dalam kesabaran itu bermuara pada pengharapan yang tidak akan sia-sia!
Khotbah untuk GKI Residen Sudirman - Surabaya, 23 Juli 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar