Suatu saat engkau akan menyadari bahwa pertarungan terbesar dalam hidup ini bukan orang lain, bukan gunung yang harus ditaklukkan, bukan samudera luas yang membentang seolah tidak ada ujungnya, bukan binatang buas atau orang-orang yang membencimu. Bukan! Pada akhirnya pertarungan terbesar yang harus engkau hadapi adalah dirimu sendiri! Bukankah semua pikiran negatif, pelbagai alasan-alasan yang bermuara pada kenyamanan, keragu-raguan, kekhawatiran dan ketakutan, semua itu ada dalam dirimu? Anda dan saya tidak pernah tahu, mengapa semuanya itu bersarang di dalam diri kita, tersembunyi di balik kesombongan dan harga diri.
Yesus memberi peringatan kepada para murid-Nya bahwa mereka akan menghadapi banyak orang yang tidak menyukai Injil Kerajaan Surga diberitakan. Para utusan Yesus yang membawa kabar baik di tengah keluarga dan masyarakat akan akan mendapat penolakan. Nilai-nilai Injil Kerajaan Allah itu dipandang sebagai kebodohan. Bukan hanya Injil yang ditolak tetapi mereka yang memberitakannya juga akan mengalami penolakan, penganiayaan dan penderitaan. Mereka yang memberitakan Injil akan mengalami konflik dengan orang-orang terdekat. Keluarga! Bahkan, lebih dahsyat dari itu, mereka akan mengalami konflik dengan musuh terbesar, yakni: diri mereka sendiri!
Kalau para pembenci Yesus yang menjadi musuh dan mengganggu pemberitaan Injil, ini bukan perkara aneh. Lumrah! Jika anggota keluarga tidak setuju dan menolak Injil, kemudian berseteru, meski berat kita dapat mengatakan: "Ya, dapat dimengerti karena mereka belum mengerti nilai-nilai kebenaran Injil Kerajaan Allah itu." Tetapi, bagaimana kalau diri sendiri yang menjadi musuh utama? Jelas, ini bukan perkara yang mudah! Ini serius sehingga Yesus pernah mengingatkan, "barang siapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya...!" (Matius 10:39). Dari perkataan Yesus ini kita dapat menengarai: bukan para pembenci yang menghambat Injil diberitakan, bukan sanak saudara atau anggota keluarga terdekat yang menjadi penghalang, melainkan diri kita sendiri sangat berpotensi menjadi sumber penghalang utama bagi pemberitaan Kabar Baik!
Bukankah setiap hari, setiap saat nilai-nilai Injil Kerajaan Allah itu berdengung begitu kuat di dalam diri kita? Bagaimana kita harus bertindak terhadap para pembenci kita, sudah jelas: mengampuni, mendoakan dan meminta Tuhan memberkati! Namun, bagaimana dengan sikap kita? Sebagian besar memilih membalas kebencian itu, atau paling tidak menyimpannya di dalam hati. Deposito kebencian! Bagaimana ketika orang lain meminta sehelai baju, atau berjalan dengannya sejauh satu mil? Sudah jamblang juga: berikan jubahmu dan berjalanlah dengan dia sejauh dua mil! Bagaimana ketika orang lain menamparmu? Sangat terang-benderang: berilah pipi yang lain! Kenyataannya apa yang kita lakukan? Kita, memilih "mempertahankan nyawa" kita! Meski kebenaran itu terus berdengung dan menggelisahkan hati kita, kita bergeming dengan alasan demi keadilan dan martabat diri!
Pada saat perlawanan dan konflik loyalitas terhadap Sang Guru, murid sejati akan mendahulukan apa yang dipesankan dan diajarkan oleh-Nya. Ia akan mengutamakan kepentingan Injil Kerajaan Surga, dan menomorduakan tuntutan-tuntutan lainnya termasuk kepentingan dan kenyamanan diri sendiri walaupun konsekuwensinya akan merasa kehilangan kenyamanan hidupnya pada saat sekarang ini. Seorang murid sejati akan berpegang pada janji hidup sejati yang tidak dapat diambil darinya oleh siapa pun juga, bahkan oleh ancaman maut sekalipun!
Tentu saja pada kenyataannya ladang pemberitaan Injil tidak melulu berkisah tentang duka nestapa penuh kemelut, penolakan, derita dan aniaya. Nyatanya, selalu saja ada orang-orang yang akan menyambut dan memfasilitasi pemberitaan mereka. Sebagaimana Yesus sendiri, meski jumlahnya tidak banyak, ada orang-orang yang menyambut dan menerima berita Kabar Baik itu. Pada pesan terakhir Yesus kepada para utusan-Nya (Matius 10:40-42), Yesus membesarkan hati para murid setelah mereka diberi peringatan tentang banyaknya penolakan, ancaman, penganiayaan, dan pelbagai tantangan. Mereka dihibur dan dikuatkan bukan secara langsung dengan janji upah bagi mereka sendiri, tetapi juga secara tidak langsung dengan janji-janji bagi siapa saja yang menyambut pemberitaan mereka dan memenuhi kebutuhan mereka. Kalau sebelumnya Yesus menjamin penyertaan, perlindungan dan kehidupan kekal untuk para utusan-Nya. Kini, Ia menyampaikan upah kepada siapa pun yang menyambut mereka yang diutus-Nya.
"Siapa saja yang menyambut kamu, ia menyambut Aku,..."
Pernahkah Anda menyaksikan
film silat kolosal Mandarin tentang kerajaan atau kekaisaran? Lihat, ketika ada
seorang utusan kaisar atau raja ke sebuah wilayah kekuasaan kerajaan tersebut,
ketika meterai kerajaan diperlihatkan maka semua orang akan sujud menyembah
seraya berkata, "Hidup tuanku raja, semoga panjang umur, beribu-ribu
tahun!" Dan, apa pun juga pesan yang disampaikan oleh sang utusan itu
harus dilaksanakan, tepat seperti apa yang tertulis. Di dunia kuno tanpa alat
komunikasi yang cepat, seorang utusan sangat penting. "Utusan seseorang
(apalagi pembesar) adalah seperti orang itu sendiri" (Mishna, Barakot 3:5)
Menyambut dan memperlakukan seorang utusan di sini tidak pertama-tama menyediakan makanan, atau pemberian akomodasi: penginapan, tetapi yang paling penting adalah menerima berita Injil yang dibawa oleh sang utusan. Adalah baik, jika jemaat Tuhan menyambut seorang pengkhotbah yang memberitakan Injil dengan pelbagai fasilitas, jamuan dan keramahan. Namun, itu semua tidak ada artinya bila Injil yang diberitakannya hanya enak untuk didengar dan tidak untuk dilakukan. Banyak sekali pesan inilai-nilai Injil Kerajaan Surga hanya berhenti di gedung gereja yang megah, namun tidak mengalir dalam kehidupan sehari-hari meskipun nilai-nilai kebenaran Injil itu terus menggelitik dan menggelisahkan jiwa kita!
Sebaliknya, bagi pemberita Injil pun jangan lekas puas dan terbuai dengan fasilitas mewah hingga pesan utama Injil itu tereduksi. Tidak bebas menyampaikan kebenaran. Ingatlah pesan Yesus yang tidak perlu mengutamakan fasilitas dan akomodasi!
Benar, Yesus berjanji bahwa siapa saja yang memberi pelayanan terhadap murid-Nya tidak akan kehilangan upahnya, "Dan barang siapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya." (Matius 10:42). Bantuan sekecil apa pun kepada murid dan utusan Yesus, tidak akan dilupakan di hari pengadilan (Matius 25:35-40). Kita dapat membayangkan dukungan yang "kecil" di tengah-tengah derasnya penolakan tentunya menggambarkan kedalaman hati yang bersedia menyambut dan mendukung pemberitaan Injil tersebut.
Bagaimana dengan kita? Apakah cukup menyediakan secangkir air minum? Mestinya lebih dari itu. Nilai-nilai Injil Kerajaan Allah akan terus didengungkan dan akan terus menggelisahkan hati kita karena di dalam diri kita Roh Kudus terus-menerus menyatakan dan memperlihatkan kebenaran yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Ia mengusik nurani kita! Ingatlah musuh terbesar dalam kehidupan kita bukan para pembenci dan orang-orang yang menolak Injil itu. Lawan terbesar adalah diri kita sendiri!
Ketika hatimu gelisah oleh kebenaran nilai-nilai Injil Kerajaan Surga, berdoalah. Mintalah kuat kuasa Roh Kudus agar Ia menolongmu untuk melakukan setiap kebenaran itu. Jangan pernah menunda untuk melakukannya, sebab bisa saja esok atau lusa sudah tidak ada lagi kesempatan.
Jakarta, 28 Juni 2023 Minggu Biasa Tahun A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar