Kamis, 06 Juli 2023

MENGHIDUPI ALLAH YANG BERKARYA

Abad 15 dan 16 diwarnai dengan era penjelajahan. Pada 1519, setelah melalui perjalan laut dari Kuba, Henán Cortés tiba di pantai Meksiko. Saat itu juga ia mendeklarasikan Meksiko sebagai koloni Spanyol dan dirinya sendiri sebagai gubernur. Apa yang dilakukan Cortés setelah ia bersama tim ekspedisinya mendarat? Ia membakar dan menghancurkan kapalnya. Cortés membuang semua kemungkinan dirinya dan anak buahnya untuk bisa kembali ke Spanyol!

Dari sudut pandang ekonomi, apa yang dilakukan Cortés, tidak masuk akal. Mengapa? Bukankah ada banyak risiko ketika ia baru mendarat di belahan dunia baru yang asing sama sekali buat dirinya dan anak buahnya? Dia juga tidak pernah tahu apakah di wilayah yang didaratinya itu akan nyaman ditinggali atau tidak. Jadi, mengapa Cortés melakukannya? Komitmen! Ya, komitmen untuk memulai kehidupan yang baru, di negeri yang baru. Maka dengan komitmen itu Cortés bersama anak buahnya harus mengerahkan segala kekuatan mereka untuk memulainya. Armada kapal sudah dibakar, tidak ada jalan kembali. Cortés menghidupi komitmennya!

Nyatanya, tidak semua orang seperti Cortés yang mampu menghidupi komitmen atau tekadnya. Apa jadinya kalau kita adalah salah satu dari anak buah Cortés? Bukankah akan lebih aman kalau kapal ekspedisi itu tidak dihancurkan. Masih ada kesempatan untuk kembali jika keadaan tidak memungkinkan untuk sebuah kehidupan yang lebih baik. Gambaran seperti ini juga dapat kita jumpai ketika seseorang berkomitmen menjadi murid Yesus. Banyak orang gamang ketika diperhadapkan memilih melakukan dan menghidupi kehendak-Nya dengan kepentingan diri sendiri yang tampaknya lebih menyenangkan.

Kegamangan seperti ini digambarkan Paulus, "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." (Roma 7:19). Paulus memahami bahwa melakukan hukum-hukum Tuhan itu baik, namun ada sesuatu, nafsu kedagingan yang sulit disingkirkan. Hukum Taurat berperan memberi tahu tentang dosa namun tidak menyelesaikan masalah. Paulus menyatakan bahwa hanya hidup di dalam Yesuslah yang dapat menyelesaikan masalah dosa. "Roh yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut." (Roma 8:2). Dengan begitu pada bagian lain, Paulus dapat berkata, "Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah . Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman  dalam anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku."(Galatia 2:19-20).

Apa yang terjadi dengan Paulus? Totalitas! Ia menyerahkan diri dan hidupnya untuk menghidupi iman percaya dan komitmennya. Ia telah "membakar habis" apa yang dahulu menjadi kebanggaannya. Paulus menganggap kebanggaannya yang dahulu itu bagaikan sampah (bnd. Filipi 3:8). Kini, dengan sepenuh hati ia ingin orang lain merasakan dan mengalami kasih Allah yang melimpahinya. Ia menjadikan Yesus dan ajaran-Nya hidup di dalam dirinya!

Paulus, seperti kebanyakan ahli Taurat dan orang-orang Farisi, pada awalnya menolak apa yang diberitakan Yesus, tak terkecuali Yohanes Pembaptis pun meragukan Yesus sebagai Mesias. Sang Nabi yang di dalam penjara itu mengutus murid-muridnya bertanya tentang identitas Yesus. Yohanes mempertanyakan karya-karya  yang dilakukan Yesus, khususnya di Kapernaum dan sekitarnya. Bagi Nabi yang dipenjarakan ini, tampaknya apa yang dilakukan Yesus itu belum memenuhi kriteria "Dia yang akan datang itu". Tetapi Yesus menyampaikan kepadanya wahyu tentang apa yang penting dalam rencana Allah menurut Kitab Suci telah digenapi-Nya. Yohanes seharusnya menyimpulkan sendiri bahwa Yesuslah Mesias sejati.

Yesus menunjukkan karya yang benar, yakni kebijaksanaan ilahi, yaitu karya yang menggenapkan rencana Allah. Karya itulah yang menyatakan  dan membuktikan identitas Yesus yang sesungguhnya. Dialah orang yang "datang itu". Dia lebih besar dari Yunus (Matius 12:40), dari Salomo (Matius 12:42), dari Bait Suci sendiri (Matius 11:5 dst), melalui Dia Allah menyatakan belarasa terhadap mereka yang miskin, orang-orang kecil, mereka yang menangis karena beban berat (Matius 11:28), bagi mereka tersedia bukan hukuman melainkan kelegaan dan ketenangan.

Meski demikian banyak orang yang tidak mengakui-Nya, menolak bahkan berusaha membinasakan-Nya. Mereka disebut "angkatan ini", sebutan ini disematkan kepada para penduduk Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum (Matius 11:20-24), lalu kepada kelompok ahli-ahli Taurat dan orang Farisi. Meski mereka orang-orang terpelajar, bergaul begitu dekat dengan Kitab Suci, karya-karya Yesus tetap "tersembunyi". Mengapa? Justru karena mereka "bijak dan pandai" (Matius 11:25)! Ya, bijak dan pandai berargumentasi dan berdalil namun tidak untuk menjadikan firman dan pengertiannya hidup di dalam darah dan daging mereka!

Kita bisa menjadi bagian dari warga penduduk Khorazim, Betsaida, Kapernaum dan "angkatan ini" ketika cukup puas dengan mengoleksi banyak pengetahuan tentang Kitab Suci, merasa sudah melayani ketika mengikuti acara-acara ritual ibadah, dan seterusnya. Benar, suatu perbuatan yang mulia ketika kita mendekatkan diri dengan Kitab Suci dan ritual-ritual ibadah. Namun, tidak cukup berhenti di sini. Kita harus menghidupi apa yang tertulis dalam Kitab Suci itu. Kita harus menjadikan ayat-ayat yang tertulis mati dalam lembaran kertas kitab itu menjadi darah dan daging. Hidup dalam setiap perilaku kita!

Ayat-ayat itu menjadi nyata terlihat seperti apa yang dilakukan Yesus sehingga Dialah benar-benar firman yang menjadi manusia. Seperti Paulus yang menyatakan bahwa hidupnya bukanlah dirinya lagi, melainkan Kristus yang ada di dalam dirinya. Bagaimana dengan kita? Betulkah, bahwa kita menghidupi karya Allah di dalam Yesus Kristus itu? Sehingga setiap orang yang bersentuhan dengan kita akan merasakan juga kehadiran-Nya?

Sama seperti Yesus yang mewujudkan karya Allah yang mengasihi itu dalam karya-karya nyata. Tidak banyak promosi! Demikian juga dengan para pengikut-Nya akan meneruskan karya-karya-Nya itu dengan wujud konkrit. Setiap orang yang terpanggil dan berkomitmen mengikut Dia, maka akan memprioritaskan hidupnya untuk menghidupi apa yang dipercayanya. Prioritasmu tidak diungkapkan dengan kata-katamu, mereka terungkap dalam seluruh tindakanmu, dan tindakanmu akan tercermin dari rutinitasmu.

Prioritas itu akan terlihat seberapa banyak engkau menghabiskan waktumu, mencurahkan perhatian dan pikiranmu dan melakukan apa yang engkau yakini sebagai kebenaran. Jangan mengaku bahwa kita telah memprioritaskan menghidupi karya Allah jika sebagaian besar waktu kita gunakan untuk bermain games, bermedsosria, dan memperjuangakan keinginan sendiri!

Benar, ini tidak mudah. Menghidupi karya Allah di dalam hidup kita bukanlah seperti kita menetapkan sebuah target atau pencapaian. Ini perjuangan seumur hidup! Menurut Bob Schwartz dalam bukunya, "Diets Don't Work, hanya 10 dari 200 orang yang berhasil dalam melakukan diet, dan hanya satu dari antara yang 10 orang itu yang berhasil mempertahankan berat badan ideal yang telah tercapai itu. Meskipun mungkin banyak orang yang telah mencapai tujuannya, jarang ada orang yang bisa mempertahankannya. Konsisten!

Hanya orang yang termotivasi kuat akan punya komitmen tinggi bahwa berat badan ideal itu sehat yang akan terus menjaga konsistensi diet itu. Jadi, ini bukan semacam target, kalau sudah dapat maka berhenti. Menghidupi firman atau kehendak Allah itu bukan semacam target. Tetapi gaya hidup yang terus-menerus sampai mati! Tidak pernah ada kata selesai bahwa kita telah melakukan bagian firman tertentu.

Hanya orang yang telah berjumpa, merasakan, mengalami cinta kasih Allah di dalam Kristus yang memungkinnya mempunyai motivasi dan komitmen kuat untuk meneruska karya cinta kasih Allah itu sampai Tuhan memanggilnya pulang. Selain Paulus, Anda salah satu kandidatnya!

 

Jakarta, 6 Juli 2023 Minggu Biasa Tahun A 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar