Ada pepatah terkenal yang ditulis kembali oleh Kanwer Singh, "Ketika seekor burung bertengger di dahan, burung itu tidak tetap menggantungkan tumpuan kakinya pada ranting ketika ranting itu patah. Burung itu bergantung pada sayapnya sendiri untuk menjaganya agar tidak terhempas ke tanah bersama dengan ranting yang patah. Burung itu tetap aman!" Sebagian besar dari alam semesta berada di luar kendali kita. Oleh sebab itu menggantungkannya pada hal-hal yang di luar kendali kita adalah sebuah tindakan konyol. Para filfuf Stoa selama ribuan tahun lalu telah mengingatkan manusia untuk tidak mengharapkan dan meletakkan kebahagiaan itu pada apa yang tidak dapat dikendalikan. Hal yang sama, manusia seharusnya tidak larut dalam derita ketika ia bisa mengendalikan diri. Hanya satu yang dapat dikendalikan oleh manusia, yaitu pikirannya sendiri!
Benar, kenyataannya dalam kehidupan ini tidak ada yang dapat dikendalikan kecuali pikiran kita sendiri. Tidak ada yang bisa menjanjikannmu sebuah kehidupanyang tanpa penderitaan atau terbebas dari masa-masa sulit. Kita tidak tahu dan tidak bisa mengendalikan keadaan-keadaan di sekitar kita, tetapi kita bisa mengendalikan pikiran untuk menghadapinya. Ibarat berlayar, kita tidak bisa mengatur hembusan angin, namun kita bisa mengendalikan layar. Jika kaum Stoa menyandarkan kendali untuk menghadapi setiap kemelut kehidupan pada kekuatan daya pikir manusia, maka sebagai orang percaya mestinya kita menyadari dan mengakui bahwa diri kita sendiri pun sangat-sangat rapuh dan terbatas untuk menghadapi setiap persoalan. Pikiran kita sangat terbatas untuk memahami misteri kehidupan. Ada sesuatu yang lebih melampaui pikiran kita sendiri, yakni kekuatan Sang Adikuat. Tuhan!
Benar, untuk mengandalkan Tuhan dibutuhkan pengendalian diri, khususnya hati yang tertuju kepada-Nya. Iman! Menempatkan iman dalam menghadapi kehidupan adalah modal utama untuk memenangkannya. Sayapmu hanya akan menjadi kuat bila selalu dilatih. Logikanya, jika kamu melatih "otot-otot" maka ia akan kuat. Otot yang paling baik adalah otot yang terus terlatih, bukan otot yang dibiarkan tidur dengan "mager" karena fasilitas-fasilitas yang serba nyaman. Iman akan mengatakan apa yang buat kebanyak orang adalah kondisi buruk, berisiko, bahkan nyata-nyata menyeramkan, bukanlah sebuah kawasan yang harus dihindari. Ini kesempatan melatih "otot-otot' sayap agar terus bisa mengepak sesuai dengan fungsinya. Hanya otot yang tidak terlatihlah yang sesungguhnya tidak berguna.
Hal yang mengagumkan terulang kembali. Lagi, setelah Yesus memandang positif keadaan nestapa yang disebutnya sebagai "ladang yang siap dituai" kini, Ia memperhadapkan para murid-Nya dengan tantangan aniaya dan derita yang bakalan dihadapi oleh para murid. Sungguh tugas kesaksian yang tidak mengenakkan! Para murid diutus ke tengah-tengah orang munafik. Mereka diminta untuk menyampaikan perkataan Yesus yang semula tertutup hanya untuk "kalangan sendiri" kini, harus disampaikan secara terbuka kepada orang banyak. "Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu beritakanlah itu dari atas atap rumah." (Matius 10:27). Ini menantang maut! Mengapa? Mereka akan berhadapan dengan para pembenci Yesus. Mereka bagaikan domba yang masuk dalam sarang serigala!
Dunia yang akan dihadapi para murid ini tidak jauh berbeda dengan 600 tahun sebelumnya. Yeremia diperhadapkan kepada bangsanya yang munafik, lalim dan membelakangi Allah. Ia merasa takut dan terancam. Rasanya ia tidak ingin lagi untuk memberitakan kebenaran. Sudah penat! Namun, suara kebenaran yang menggelitik di dalam dirinya bagaikan nyala api. "Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya" itulah narasi kepenatan diri Yeremia. Namun, apa yang terjadi? "...maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya tetapi aku tidak sanggup." (Yeremia 20:9).
Pemaksaan dari TUHAN-kah? Tampaknya demikian. Namun, sejatinya Yeremia dapat menolak. Demikian juga para murid bisa saja menolak apa yang diminta Sang Guru untuk pergi menyampaikan Injil Kerajaan Surga. Suara panggilan itu mereka tanggapi dengan positif. Mereka siap diutus! Sama seperti jaminan TUHAN terhadap Yeremia yang akhirnya dirasakan oleh dirinya, "Tetapi TUHAN menyertai aku seperti pahlawan yang gagah, sebab itu orang-orang yang mengejar aku akan tersandung jatuh dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka akan menjadi malu sekali, sebab mereka tidak berhasil,..." (Yeremia 20:11).
Yesus menjamin para murid-Nya, "Jangan kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka." (Matius 10:28). Kebinasaan jiwa adalah kebinasaan yang mengerikan, ini berarti hukuman untuk selama-lamanya. Kekal!, sedangkan membunuh tubuh sifatnya sementara (2 Tesalonika 1:8-10). Maka ketika Yesus menyatakan kalimat demikian, mereka yang melalukan aniaya hanya dapat menyentuh apa yang fana, bukan yang kekal.
Yesus memberi jaminan bahwa mereka yang dengan setia melakukan tugas kesaksian bahkan di area yang membahayakan (bagaikan domba di tengah serigala) secara jasmani, akan dibela Kristus dan diperhatikan Bapa. Sama seperti makhluk hidup yang sering kali tidak berarti bagi manusia tidak akan jatuh mati di luar perhatian Bapa di surga, demikian juga setiap orang yang bersaksi untuk Kristus, mereka yang dimusuhi, dianiaya dan dibunuh, berada dalam pelukan Bapa yang memelihara jiwa raga untuk hidup yang kekal.
Jadi, jaminan itu bukanlah "cek kosong". Sudah terbukti mulai dari para nabi yang TUHAN utus, khususnya Yeremia. Allah yang sama menjamin setiap orang yang terpanggil dan menjadi utusan-Nya mendapat bagian dalam kemuliaan-Nya. Apa yang disaksikan oleh Stefanus membuktikan kebenaran perkataan Yesus. Benar, Stepanus mati dirajam batu. Namun, pada hari kematiaan-Nya Yesus sendiri menyambut-Nya dalam kemuliaan.
Dunia yang kita hadapi tidak sepi dari tantangan. Tugas kesaksian itu bukan melulu bicara dan bicara tentang keselamatan di dalam Yesus. Ini penting, tetapi bukankah Yesus juga mengajari para murid-Nya untuk melakukan tugas kesaksian itu dengan menyeluruh? Pemberitaan Injil bukan sekedar ngomong doang. Yesus memberitakan Injil Kerajaan Allah dengan cara: Pemberitaan, pengajaran dan pemulihan. Tiga bagian ini tidak boleh dilepaskan, menjadi satu kesatuan utuh dalam dunia yang sesungguhnya membutuhkan penyelamatan. Dunia yang butuh penyelamatan adalah dunia serigala yang berbahaya.
Menghadapi tantangan penuh risiko, maka janganlah kaki kita bertumpu pada "ranting" yang bisa patah dan jatuh. Jangan bertumpu pada materi, kepandaian dan popularitas.Tetapi, latihlah "otot sayap" kita. Latihlah iman kita melalui pelbagai tantangan-tantangan itu agar kuat. Jangan menjadi anak manja yang segala fasilitas harus tersedia dulu baru mau melayani, itu pun kalau tidak terbuai dengan kenyamanan. Yakinlah bahwa Dia yang menjamin burung-burung pipit itu pasti akan menjamin kita ketika melakukan tugas pelayanan dan kesaksian dengan semestinya.
Jakarta, 22 Juni 2023 Minggu Biasa Tahun A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar