Jumat, 16 Juni 2023

BEKERJA DI LADANG TUHAN

Sebuah perusahaan sepatu yang sedang berkembang mengadakan rapat koordinasi marketing. Perusahaan ingin  melakukan ekspansi ke pelbagai daerah untuk meningkatkan target penjualan. "Ladang yang kita akan garap masih terbuka lebar, bahkan ada daerah-daerah yang belum tersentuh oleh kompetiter kita!" Ujar direktur marketing dengan antusias. Singkatnya, hasil rapat itu memutuskan akan ada mengutus misi ke daerah-daerah itu. Setiap perjalanan misi itu dilakukan dua orang.

Anwar dan Husein mendapat tugas menjalankan misi marketing itu ke daerah terpencil. Daerah perkebunan sawit yang penduduknya sebagian besar menjadi buruh di kebun dan pabrik karet. Mereka tinggal di daerah itu beberapa hari untuk melakukan observasi. Sesudah itu mereka pulang. Direktur marketing berharap setiap kelompok dapat menyusun strategi pemasaran sepatu dengan komprehensif.

"Pak direktur, saya mengajukan diri untuk mundur saja dari misi impossible ini!" Kata Anwar mengajukan keberatan.

"Mengapa, apa yang salah?" Sahut sang direktur.

"Tidak mungkin ada yang beli sepatu di daerah itu. Mengenal bentuk dan cara pakainya saja tidak. Mereka sudah terbiasa nyeker. Sepatu tidak dibutuhkan di sana. Jadi, buat apa buang waktu, tenaga dan biaya. Tidak ada untungnya, alih-alih buntung!" Timpal Anwar yang merasa keberatan untuk meneruskan misi itu.

"Lalu, bagai mana dengan kamu Husein? Apakah akan mundur juga?" Tanya Pak DIrektur kepada Husein.

"Oh, tidak! Saya malah semakin antusias. Benar bahwa mereka belum mengenal sepatu. Tetapi, sepatu sangat diperlukan di sana. Dari data yang saya dapatkan setiap bulan terjadi dua sampai tiga kematian akibat gigitan ular kobra. Sebenarnya ini bisa di tanggulangi kalau mereka memakai sepatu buatan kita yang terbukti kuat. Anak-anak yang pergi belajar harus melewati jalan jauh, setiap hari saya menjumpai kaki-kaki mereka terluka akibat batu dan terikil yang tajam, belum lagi kalau matahari terik, kaki mereka melepuh. Dan, lagi-lagi jawabannya adalah sepatu! Tetapkan saya di daerah itu Pak, saya akan mengajari apa yang mereka butuhkan. Lagi pula, di sana sama sekali tidak ada kompetitor, jadi dapat dipastikan hanya produk kitalah yang akan laku!

Sang Direktur sangat puas dengan apa yang disampaikan Husein. Lalu, ia memutuskan untuk melengkapi Husein dengan satu tim kerja untuk membantu mengedukasi masyarakat yang sama sekali asing dengan sepatu.

Keadaan yang memilukan, dalam derita dan kemiskinan yang bagi kebanyakan orang sama sekali tidak menguntungkan baik dari sisi politik apalagi ekonomi, justru Yesus melihat inilah "ladang yang siap dituai". Inilah kesempatan Kerajaan Allah diberitakan. Ya, tentu saja Yesus tidak berpikir seperti direktur marketing yang ujung-ujungnya uang dan keuntungan.

Dengan empati yang mendalam, belarasa Yesus terusik ketika berjumpa dengan orang-orang sakit, dan dirundung malang (Matius 14:14, 20:34, 18:27,33). Belarasa itu kian membuncah ketika Ia melihat umat Israel yang terlantar seperti kawanan domba yang ditinggalkan gembalanya. Mereka menjadi sasaran empuk baik bagi pencuri maupun binatang buas. Dalam kondisi ini, barangkali Yesus mengingat pesan Musa, "supaya umat TUHAN jangan hendaknya seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala" (Bilangan 27:17). Dalam keadaan memilukan Yesus melihat dengan cara yang berbeda ketimbang cara "para gembala Israel" memperlakukan mereka.

Yesus melihat, inilah ladang Bapa-Nya yang siap digarap. Yesus ingin melibatkan sejumlah orang dalam pekerjaan ini. Benar ini tidak mudah dan tidak semua orang dapat melihat apa yang Yesus lihat. Tidak semua orang prihatin seperti Yesus prihatin! Keduabelas orang diutus untuk menggarap ladang itu. Tentu saja, murid-murid itu diutus bukan dengan tangan hampa. Yesus telah menyiapkan mereka. Para murid itu dipanggil, ada bersama-sama dengan-Nya. Mereka melihat bagaimana Yesus melihat, mereka mempehatikan bagaimana Yesus memperhatikan dan memperlakukan mereka. Mereka melihat bagaimana Yesus menangisi mereka! Mereka memahami bahwa inilah ladang Tuhan.

Di ladang Tuhan itu, bukanlah fasilitas yang dikejar dan dituntut. Di ladang Tuhan tidak ada yang menjadi hak untuk dikejar karena pada dasarnya semua itu telah terlebih dahulu Tuhan berikan. Kuasa dan kelengkapan para murid bukan untuk mencari fasilitas, imbalan dan semacamnya. Sama seperti Yesus: kuasa dan mukjizat disalurkan untuk menyatakan belas kasihan Allah! Maka pantaslah kalau Yesus menyiapkan para murid itu untuk tidak terikat pada materi yang harus mereka bawa dan akomodasi yang akan mereka dapatkan.

Keduabelas murid dengan cuma-cuma telah diberi Injil Kerajaan Allah, mereka dipanggil, bersekutu bersama-sama Sang Gembala Agung, lalu setelah cukup waktu diutus dengan dilengkapi kuasa untuk memberitakan dan mewujudkan Kerajaan Allah secara sukarela. Ini sama halnya ketika umat Israel yang telah dibebaskan TUHAN, diminta untuk menjawab anugerah itu bukan hanya dengan hidup taat di hadapan ALlah, tetapi juga dengan rela menjadi "kerajaan imam", yang punya makna menjadi utusan Allah di tengah bangsa-bangsa (Keluaran 19:2-6).

Yesus mewanti-wanti, jangan berharap imbalan dan akomodasi dari ladang yang mereka garap. Mereka harus percaya bahwa Tuhan akan memelihara mereka dan menyediakan semua keperluan mereka melalui cara-Nya sendiri. Tuhan menggerakan orang-orang yang menerima mereka bersama tanda-tanda damai sejahtera Kerajaan Allah yang mereka kerjakan. Jadi, pemberian dari mereka bukanlah target imbalan yang harus dikejar. Namun, semata-mata harus dipahami sebagai bentuk penyertaan Allah.

Bekerja di ladang Tuhan! Tidak sesempit sibuk di gereja dengan mengatas-namakan pelayanan. Menjadi puas kalau sudah memberi sejumlah uang untuk proyek misi. Melayani sibuk di gereja dan memberi dukungan uang tentu saja merupakan perbuatan mulia. Namun tidak bisa menggantikan menjadi seorang pekerja yang sungguh-sungguh setia di ladangnya Tuhan. Tidak bisa mengantikan kita meneruskan pekerjaan Yesus di dunia ini. Bekerja di ladangnya Tuhan berarti mencontoh seperti Yesus. Belajar melakukan melakukan segala sesuatu seperti yang Yesus lakukan.

Melihat di sekeliling kita seperti Yesus melihat dan menaruh keprihatinan-Nya. Tergerak oleh belarasa seperti hati Yesus yang berbelaskasihan. Mengerjakan pekerjaan yang bukan hanya berorientasi kepada uang dan keuntungan untuk diri sendiri. Belajar melepaskan sifat-sifat egois, sekalipun tampaknya menanggung kerugian. Namun, percayalah bahwa "keuntungan" itu telah terlebih dahulu Tuhan sudah memberikannya untuk kita dengan cuma-cuma!

Benar, pada awalnya keprihatinan Yesus ditujukan pada internal umat Allah, kaum Israel. Benar, bahwa kita dapat memulai belajar dalam lingkungan terdekat; orang-orang yang punya hubungan dekat dengan kita. Namun, ada saatnya bahwa Yesus juga mengutus para murid-Nya untuk pergi ke seluruh bangsa menjadikan semuanya murid-murid Yesus (bnd. Matius 28:19-20). Jadi, melayani di ladang Tuhan tidak boleh dibatas hanya untuk kalangan sendiri. Ada banyak kondisi memprihatinkan di sekitar kita yang di dalamnya kita dapat ambil bagian. Kondisi buruk dan memprihatinkan tidak semestinya disesali dan dikutuki. Lihatlah seperti Yesus melihat:  inilah ladang pekerjaan Tuhan yang harus digarap!

Waktu terus berjalan. Kesempatan kita dapat bekerja juga terbatas. Mumpung selagi siang, selagi kita mempunyai tenaga, pakailah semua kesempatan itu dengan baik. Dan, ketika hari senja, Sang empunya ladang akan menyambut kita, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil.... Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:21). Mari, bekerjalah di ladang Tuhan dengan sukacita!

 

Jakarta, 16 Juni 2023. Minggu Biasa Tahun A 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar