“…εγω ειμαι η θυρα των προβατων.”
Bayangkan Anda membangun sebuah rumah yang megah. Ada ruang tamu, kamar tidur utama, kamar tidur anak dan kamar tidur tamu, ruang makan, ruang keluarga, toilet, pendeknya semua ruangan yang mendukung aktifitas Anda dan keluarga lengkap dan megah. Namun, ada Anda lupa membuat pintu! Benar, rumah Anda itu masih bisa berfungsi, tetapi tetap ada yang kurang! Pintu meski bukan bagian utama dari rumah tetapi punya kedudukan dan fungsi yang sangat penting.
Pintu merupakan penghubung dua tempat yang berbeda. Coba Anda bayangkan jika toilet yang bersebelahan dengan ruang tamu tidak ada pintunya? Atau kamar tidur Anda dengan ruang keluarga tidak memiliki pintu. Mungkin masih bisa orang-orang yang ada di rumah itu melakukan aktivitas. Yang di ruang tamu bisa ngobrol dan yang di toilet bisa membuang hajat. Namun, tentu saja tidak nyaman!
Pintu penting dibangun, apalagi menyangkut aspek keamanan. Setiap orang punya sisi privasi dan pintulah yang menjembatani antara yang privat dan yang umum. Melalui pintu, kita dapat memilah siapa yang boleh masuk ke rumah kita dan siapa yang harus tetap tinggal di luar. Pintu menghubungkan dunia luar dan kehidupan “di dalam”. Sebaliknya, pintu juga memisahkan kita dari “dunia luar”.
Pentingnya pintu tergambar juga dalam mitos yang diturun-alihkan oleh orang tua kita. “Jangan duduk di depan pintu, nanti susah ketemu jodoh!” Larangan ini menjadi semakin kuat diberlakukann kepada perempuan yang sedang mengandung, “Jangan duduk di pintu, nanti sulit melahirkan!” Benarkah sedemikian ajaib dan sakralnya pintu? Tentu saja tidak demikian. Inilah salah satu cara orang tua menunjukkan pentingnya pintu. Pintu yang menjadi akses keluar dan masuk itu jangan sampai dihalangi!
Yesus menaruh perhatian penting terhadap pintu, sampai-sampai Ia mengumpamakan diri-Nya dengan pintu, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu.” (Yohanes 10:7). Yesus menyamakan diri dengan pintu, apa maksudnya? Dengan menggambarkan diri sebagai pintu, Yesus hendak mengajarkan bahwa kini, melalui kehadiran-Nya umat Allah memasuki era baru. Yesus, Sang Firman yang menjadi manusia itulah yang menjadi pintu. Melalui-Nya orang akan diajak ke padang rumput hijau seperti yang digambarkan Daud dalam Mazmur 23 tentang kidung gembala. Melalui pintu itu domba-domba, dalam hal ini orang-orang yang percaya kepada-Nya akan mendapatkan air yang tenang, rumput yang hijau dan sekaligus penjagaan yang prima. Damai sejahtera; syalom!
Pintu dipakai untuk menutup jalan atau membiarkan orang melewatinya. Pintu tertutup bagi orang yang tidak punya kewenangan untuk mengambil begitu saja hak milik seseorang. Hanya kepada gembala yang sesungguhnya pintu itu terbuka karena kawanan itu adalah miliknya. Pintu juga akan terbuka dan membiarkan Sang Gembala menuntun keluar kawanan domba-Nya untuk menikmati apa yang disediakan bagi kawanan domba itu. Pintu “thura” (Yunani) kata yang dipakai untuk mengungkapkan pintu jalan masuk dan keluar kebun, rumah atau kandang. Pendek kata pintu merupakan akses untuk menghubungkan seseorang dengan asetnya.
Pada zaman digital setiap orang mempunyai akses terhadap kepemilikannya. Dibutuhkan password untuk membuka setiap akun elektronik kita. Kita diwanti-wanti untuk tidak memberikan nomor PIN atau kata sandi kepada orang lain untuk setiap akun elektronik kita. Mengapa? Supaya tidak dimanfaatkan oleh orang lain untuk mengeruk keuntungan melalui asset digital kita! Meskipun demikian, bisa saja karena kecerobohan kita atau kepintarannya, orang dapat menerobos system pertahanan data kita. Hacker!
Hacker atau peretas adalah seseorang yang ahli dalam bidang komputer khususnya pemrograman. Ia mampu mengobrak-abrik system keamanan suatu jaringan komputer, selanjutnya mengambil dan memanipulasi data untuk tujuan tertentu. Biasanya untuk menguntungkan dirinya sendiri. Aktivitas peretas erat kaitannya dengan cracking. Agak mirip tetapi sedikit berbeda. Jika hacking digunakan untuk mendapatkan celah agar bisa masuk ke dalam system, cracking lebih dalam dari itu. Selain masuk ke dalam system, dengan cracking seseorang bisa melakukan perusakan atau pencurian data sehingga dampak kerugian bagi pemilik menjadi jauh lebih besar.
Seorang hacker atau cracker jelas tidak akan menggunakan akses atau pintu masuk legal. Mereka akan mencari cara melalui celah-celah yang bisa ditembus. Mereka akan mengambil dan memanfaatkan data yang ditembusnya itu guna kepentingan dirinya sendiri. Menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain, itulah tindakan pencuri. Maka untuk melindungi aset digital, kita memerlukan proteksi mumpuni. Sistem pengamanan tingkat tinggi yang tidak mudah dijebol dan dicuri.
Saya dapat membayangkan dalam masyarakat agraris kuno zaman Yesus ada banyak hacker dan cracker yang mencoba mencari celah untuk dapat mengakses property orang lain. Mereka tidak masuk melalui pintu utama karena, tentu saja pintu utama akan dijaga ketat. Mereka menerobos dan meloncati pagar yang lemah dan pendek. Dengan cara itu, mereka mengambil dan mencuri.
Yesus menegaskan bahwa yang datang sebelum diri-Nya adalah pencuri dan perampok. Ini artinya, sebelum Dia datang, kawanan domba itu tinggal di tempat yang sangat rawan, mungkin juga tidak berpintu. Kawanan domba itu tidak terlindungi dengan baik. Kedatangan Yesus menjamin kehidupan mereka.
Tentu saja apa yang dimaksudkan Yesus bukan harfiah. Ia bukan bodyguard dengan pentung atau senjata yang berdiri di depan pintu kandang domba. Bukan begitu! Melalui analogi “Akulah pintu” pertama-tama membawa kita dalam pemahaman bahwa Yesus merupakan akses, Ia pemegang password otentik yang disediakan oleh Bapa. Melalui Yesus orang dapat mengenal kasih setia Bapa secara utuh karena Yesuslah perwujudan Sang Firman yang sebenarnya. Ketika seseorang mengenal-Nya, maka orang itu akan berjumpa dengan kasih Allah yang memelihara dan menghantarnya kepada kehidupan yang sesungguh-Nya, kepada air yang tenang dan rumput yang hijau!
Yesus yang menggambarkan diri-Nya sebagai “pintu” bagi domba-domba-Nya juga menjamin bahwa yang melalui pintu itu tidak akan bisa “dihack” oleh orang lain yang mencoba memanipulasi dirinya. Sebab itu, pastikanlah kita mempunyai “sistem pengamanan” mumpuni dalam kehidupan ini, yakni akses melalui Yesus sendiri!
Pada pihak lain, ketika Yesus berbicara “Akulah pintu”, ini menjadi peringatan untuk kita waspada, sebab bisa saja ada pintu-pintu lain yang mencoba menjebak kita. Banyak tawaran yang sepertinya masuk logika pikir kita untuk mencapai “air yang tenang dan rumput yang hijau” (kemakmuran). Tampaknya seperti tidak ada masalah; semua baik-baik saja mengikuti tren dunia ini. Namun, bisa jadi di situlah letaknya perangkap. Bukankah perangkap itu dibuat sedemikian bagus sehingga orang tidak terasa sedang digiring untuk masuk ke dalam perangkapnya?
Kawanan domba Allah dari zaman ke zaman selalu diperhadapkan dengan perangkap-perangkap pencuri. Ada pelbagai jenis perangkap entah itu melalui logika berpikir, bisnis, ajaran dan praktik ibadah yang sebenarnya lambat laun sedang memisahkan orang percaya dari Sang Gembala Agung. Ketika Yesus mengatakan “Akulah Pintu bagi domba-domba itu” dan kita adalah salah satu dari kawanan domba-Nya, sudah seharusnya kita melewati “Pintu” yang benar itu!
Bagaimanakah kita tahu bahwa “pintu” atau akses itu adalah benar yang disediakan Yesus, sebab banyak orang memakai nama-Nya juga untuk kepentingan diri sendiri? Yesus pernah mengatakan bahwa baik tidaknya pohon itu dilihat dari buahnya. Melalui pintu yang benarlah kita akan menghasilkan buah yang benar: memuliakan dan mengasihi Allah sebagaimana Yesus memuliakan dan mengasihi-Nya. Mengasihi sesama sebagaimana Yesus melakukannya.
Jakarta, 25 April 2023 Minggu Paskah ke-4 Tahun A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar