Seorang guru yang baik tidak akan puas ketika menerima bayaran atau penghargaan yang tinggi. Bukan itu tujuan hidupnya! Guru yang baik akan tersenyum mana kala murid-muridnya tumbuh, berkembang sesuai dengan potensi diri untuk sebuah tujuan mulia. Ya, mulia sebagaimana manusia pada awalnya tercipta dan dibentuk oleh Allah.
Yohanes Pembaptis adalah seorang guru yang baik. Ia tidak butuh gelar dan tampaknya juga tidak dibayar untuk tugasnya itu. Ia cukup puas menjadi orang yang mempersiapkan jalan bagi Guru Agung yang sebenarnya, Yesus! Yohanes tidak mencari muka dan haus penghormatan. Bahkan ia rela melepas murid-muridnya untuk mengikut sosok yang lebih besar dari padanya. Bayangkan, pada zamannya – itu juga yang terjadi sampai hari ini – banyak orang mencari pengikut, semakin banyak pengikutnya maka semakin menaikkan harga diri atau gengsinya.
Yohanes tidak perlu mencari dan membujuk orang untuk menjadi murid dan pengikutnya. Mereka semua, dari seantero Galilea, Yudea dan distrik Yerusalem berbondong-bondong datang kepadanya. Yohanes tidak memanfaatkannya untuk sebuah pergerakan yang dulu pernah dipakai oleh Yudas Makabeus. Ia tidak berambisi seperti itu! Ia memilih tersenyum ketika murid-muridnya menemukan Guru yang sejati!
Kala itu, Yohanes Pembaptis sedang bersama dengan dua muridnya. Yesus menyambanginya. Dengan sumringah, ia menyambut dan berkata kepada kedua muridnya itu, “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.” (Yohanes 1:29). Tentu saja kalimat ini merupakan sebuah kesimpulan dari kurikulum yang ia ajarkan kepada para muridnya. Inilah kesimpulan dari materi pembelajaran, “Dialah yang kumaksud ketika kukatakan: Kemudian dari padaku akan datang seorang, yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku.” (Yohanes 1:30).
Tanpa risih dan merasa tersaingi Yohanes menyibakkan tabir kebenaran. Panjang lebar Yohanes menceritakan dirinya dan diri Yesus. Yesus yang jauh lebih mulia dan diakhirnya Yohanes menyimpulkan bahwa: Yesus inilah Anak Allah. Tentu saja para muridnya mendengar dan terkesima. Para murid mendengar setiap pengajaran Yohanes dan baru kali ini mereka berjumpa dengan Subyek yang selalu menjadi pembicaraan dari guru mereka.
Keesokan harinya ketika Yohanes bersama kedua muridnya itu berada di tempat yang sama. Yesus melewatinya. Yohanes tidak membiarkan kesempatan itu berlalu begitu saja. “Lihatlah Anak domba Allah!”Kedua murid itu sudah mafhum dengan kalimat yang meluncur dari guru mereka. Ini adalah pertanda bahwa mereka harus segera meninggalkannya dan mengikuti Anak domba Allah itu! Saya tidak tahu bagaimana perasaan Yohanes. Gembirakah atau sedih; merasa sendirikah atau kini bebannya lepas?
Kedua murid ini berjumpa dan mengikuti “Anak domba Allah”. Tentu saja Yohanes guru mereka telah mengajari tentang apa itu artinya anak domba. Mereka telah mendengar kisah Allah yang menyediakan anak domba pengganti Ishak yang pada saat-saat genting, Abraham telah menghunus pedang untuk menyembelih anak semata wayangnya itu. Anak domba adalah penebus. Ia menebus dosa dunia!
Yesus, Sang Anak domba itu menoleh, lalu memandang kedua muyrid Yohanes ini. “Apa yang kamu cari?”Inilah kalimat pertama Yesus menurut catatan Injil Yohanes. Sangat mungkin, inilah pertanyaan utama dan sekaligus krusial bagi seluruh umat manusia, buat Anda dan saya: “Apa yang sesungguhnya kamu cari?”
Sangat mungkin Anda dan saya sudah lelah mencari-cari apa yang dapat memuaskan diri kita. Uang, kekayaan, takhta dan kuasa atau bisa juga hobi dan kesenangan lainnya. Telah sekian banyak energi, waktu, pikiran dan segala kekuatan kita gunakan untuk pencarian demi pencarian namun semuanya tidak dapat memuaskan kita. Lalu, apa sesungguhnya yang sedang kita cari?
Dalam narasi Injil Yohanes, Yesus tidak memanggil murid-murid yang pertama itu. Mereka yang datang! Setelah mendengar dari Yohanes, guru mereka, mereka punya semangat ingin berjumpa dengan Yesus. Yesus tidak ingin memaksakan gagasan, ajaran atau ideologi apa pun terhadap orang yang ingin berjumpa dengan-Nya. Ia mengharapkan orang untuk mengikuti-Nya dan jalan kasih-Nya dengan bebas. Yesus mengajak setiap orang untuk melihat ke dalam diri sendiri untuk menjadi sadar akan pencarian yang sebenarnya. Untuk menemukan sendiri kebutuhan jiwa yang terdalam. Jelas, bukan uang, kekayaan, ketenaran, jabatan atau kekuasaan!
“Apa yang kamu cari?” Pertanyaan ini menelisik kepada dua murid itu dan juga kepada kita yang hari ini membacanya, apakah kita siap untuk percaya kepada diri sendiri dan menetapkan pilihan prioritas kita? Dengan mengajukan pertanyaan ini, Yesus masuk, menyeruak ke dalam relasi – bukan transaksi, saya ikut kamu dan saya dapat yang saya mau – relasi yang membangun dialog. Perlahan tetapi pasti, Yesus akan memasukkan mereka ke dalam misteri yang lebih dalam dan menunjukkan kepada mereka tentang bagaimana harus menghayati hidup mereka.
Entah apa yang ada dalam benak kedua murid Yohanes itu dalam menanggapi pertanyaan Yesus. Spontan malah mereka balik bertanya, “Rabbi, di manakah Engkau tinggal?” Yesus menjawab, “Datanglah dan lihatlah!” Kata “datanglah” yang keluar dari mulut Yesus ini akan mewarnai seluruh Injil yang ditulis oleh murid yang terkasih itu. Perhatikan kata “datanglah”, Yesus tidak mendesak dan memaksakan sesuatu kepada siapa pun. Dengan lembut Ia mengundang kepada masing-masing kita untuk melangkah maju. Ia berkata, “datanglah”, datanglah dan lihatlah dankemudian engkau akan menghidupi pengalaman kasih, penyembuhan dan pemulihan serta kemerdekaan batin yang baru. Inilah yang sebenarnya dicari oleh semua orang. Dan, Yesus menyediakannya!
Kedua murid Yohanes itu mengikuti Yesus. Mereka melihat di mana Ia tinggal dan memilih untuk tinggal bersama-Nya. Kata “tinggal” dalam bahasa Yunani ditulis menein, merupakan salah satu tema utama dalam Injil Yohanes. Apa yang dimaksudkan dengan kata ini? Ya, tentu saja dalam arti biasa, di mana Yesus tinggal. Namun, dalam arti lain yang akan kita temukan lebih jelas adalah bahwa tempat tinggal Yesus yang sesungguhnya adalah dalam Bapa sendiri. Ia tinggal di hadirat Bapa! Dengan demikian, tinggal bersama dengan Yesus berarti ada dalam relasi yang baik sehingga orang akan merasakan hadirat Allah. Tinggal bersama Yesus mengajarkan kita untuk dapat melakukan apa yang terbaik buat Allah dan bagi sesama. Tinggal bersama Yesus membuat kita melakukan apa yang Yesus lakukan!
Seorang Kristen adalah orang yang mengikut Yesus. Baginya, sama seperti kedua murid Yohanes, tidak ada paksaan. Pengikut Yesus akan mencontoh dan mengerjakan apa yang Yesus sendiri lakukan. Mengapa? Ya, karena ia tinggal dan punya relasi dengan Yesus. Mendengar, mengenal, dan mengikut Yesus adalah rangkaian proses yang harus bermuara kepada semakin dekatnya perilaku kita dengan perilaku Yesus. Semakin bisa mewujudkan hadirat Allah yang penuh kasih itu dalam dunia nyata yang kita hidupi sehari- hari.
Jakarta, Minggu ke-2 sesudah Epifani tahun A, 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar