Dunia yang kita tinggali bersama tidak sedang baik-baik saja. Benar, tanda-tanda pemulihan dari pandemic Covid-19 mulai terlihat. Geliatnya dapat kita saksikan: jalanan mulai macet, cerobong pabrik mulai kembali mengeluarkan asap, deru mesin-mesin industri kembali memekakan telinga. Mall, pusat-pusat perbelanjaan dijejali pelbagai manusia yang mencari kebutuhan dan memuaskan keinginan yang selama ini terpendam. Aha…, lantunan isntrumen musik dan lagu-lagu Natal mulai terdengar. Ornamen Natal pun menghiasi gedung-gedung dan pusat perbelanjaan tanpa demo larangan yang bernuansa sara. Tradisi kafir!
Natal kali ini membawa pengharapan. Ya, mestinya setiap perayaan Natal itu selalu menggugah asa tentang masa depan yang lebih baik. Betapa tidak? Imanuel, Sang Raja Damai, Mesias yang dinantikan itu hadir dalam hiruk pikuk manusia! Namun, benarkah ini akan baik-baik saja? Benarkah bahwa kelahiran Sang Raja Damai itu akan memulihkan keadaan? Bukankah krisis resesi dunia sedang di ambang mata?
Benar, nyatanya walau ada perbaikan dan pemulihan di sana-sini, kita sedang tidak baik-baik saja. Perang Rusia dan Ukraina yang melibatkan negara-negara anggota Nato sangat berpengaruh pada ketersediaan bahan pangan utamanya gandum yang merupakan bahan baku tepung untuk produk-produk olahan mie, roti, dan sebagainya. Pasokan bahan bakar minyak dan gas menjadi terganggu bukan saja karena faktor keamanan tetapi juga karena embargo negara-negara Barat. Dampaknya, harga minyak dunia terguncang. Guncangannya begitu dahsyat hingga menimbulkan inflasi di hampir semua negara. Tentu saja termasuk Indonesia. Pengusaha berteriak akibat tingginya biaya produksi. Buruh dan karyawan unjuk suara, pendapatannya sudah tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan.
Harian Kompas tanggal 10 Desember 2022 menurunkan berita bahwa lebih dari separuh penduduk Indonesia, sekitar 183,7 juta ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi harian mereka. Biaya untuk membeli kebutuhan gizi seimbang atau sehat sebesar Rp. 22.126, - per hari atau Rp. 663.791, - per bulan. Harga tersebut berdasar standar komposisi gizi Healthy Diet Basket (HDB) yang digunakan juga oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Sungguh miris, di tengah pemulihan yang sedang terjadi, untuk membeli kebutuhan gizi sehat saja tidak bisa!
Planet yang kita tinggali bersama tidak sedang baik-baik saja. Pengrusakan alam yang memicu pemanasan global terus terjadi. Makin masif! Meski Corona-19 telah memberi peringatan di mana ketika itu hampir sebagian besar kegiatan industri dan pergerakan manusia terhenti. Alam menunjukkan pemulihan. Namun, ini tidak menjadi pelajaran buat manusia. Industri dikebut lagi untuk menutup kerugian selama vacuum di masa pandemic. Akibatnya, pencemaran lebih parah daripada sebelum pandemic terjadi!
Dunia ketika Yesus, Sang Raja Damai, Mesias yang dinantikan itu lahir tidak sedang baik-baik saja. Manusia yang gila kekuasaan terus berperang memperebutkan kekuasan. Penindasan terjadi di mana-mana. Yang kalah harus rela jadi hamba yang tenaga dan nasibnya ditentukan oleh pihak atau orang lain.
Umat Allah tidak sedang baik-baik saja. Adalah Kaisar Agustus yang menjadi penguasa penakluk. Gaius Iulius Caesar Octavianus demikian namanya. Ia digelari Octavianus Augustus, atau Kaisar Agustus, ia lebih suka memakai gelar divi filius sebuah prase yang memiliki arti “anak allah” atau “putra tuhan”, senat mengukuhkan gelar itu sejak 1 Januari 42 SM. Kaisar Agustus memerintah sebagai penguasa tunggal mulai tahun 27 SM sampai matinya di tahun 14 M.
Kaisar Agustus berhasil mengakhiri perang saudara berkepanjangan dan dengan itu dia dianggap sebagai sosok yang menciptakan perdamaian, memulihkan keadaan, kesejahteraan dan kemegahan di seluruh wilayah kekaisaran Romawi, yang kemudian dikenal dengan sebutan Pax Romana atau kedamaian Romawi. Tak pelak lagi ia bisa memproklamirkan diri sebagai raja damai!
Tepat di zaman inilah, zaman “anak allah”, “putra tuhan”, dan “raja damai” Yesus Kristus lahir! Paradoks yang luar biasa. Anak allah, putra tuhan dan raja damai yang telah membuktikan kekuasaannya lewat penaklukkan dan kemegahan kini bersanding dengan bayi mungil rentan dan rapuh yang untuknya tidak tersedia tempat layak kecuali palungan tempat makanan hewan! Apa kata dunia?
Sungguh bukan kebetulan kalau penulis Injil Luas menyandingkan Yesus Kristus yang dinubuatkan para nabi, khususnya Yesaya 9:2-9 disandingkan dengan realita sejarah kekuasaan yang sedang memiliki “gelar-gelar” yang sama. Tidak ada yang keliru dan harus diragukan dari pewartaan Lukas. Benar, Agustus memiliki gelar-gelar itu dan dunia mengakuinya. Namun, apakah benar bahwa kedamaian dan syalom hakiki itu yang melekat dengan gelar-gelar Agustus? Bukakah sensus yang diperintahkannya adalah untuk melanggengkan kekuasaan sang Kaisar?
Cacah jiwa atau sensus yang diperintahkan Agustus adalah untuk mengetahui potensi jumlah jiwa yang dapat dijadikannya sebagai pasukan untuk mempertahankan dan memperluas wilayah kekuasaannya. Sensus itu juga dimaksudkan untuk mengetahui potensi kekayaan penduduk di wilayah kekuasaannya agar dapat peras melalui pajak. Jelas, ini bukan perdamaian dan kesejahteraan atau syalom yang ideal. Mereka bisa berdamai oleh karena tekanan dari penguasa. Setiap riak ketidakpuasan akan berhadapan dengan senjata dan kekuatan militer. Kesejahteraan dan kemegahan adalah keringat dan air mata bahkan darah rakyat jelata! Dunia di bawah Agustus tidak sedang baik-baik saja!
Sepasang suami-istri berjalan menelusuri gurun dan lembah memenuhi ketaatan sang penguasa. Dari Nazaret di Galilea menuju ke Yudea, Betlehem kota Daud jarak yang panjang. Sebuah perjalanan jauh, 150 kilometer melalui Samaria! Anda dapat membayangkan bagaimana susahnya berjalan bersama dengan perempuan hamil tua sejauh itu? Tidak mengherankan sesampainya di Betlehem, kota kecil itu, tidak ada tempat bagi mereka. Yang mereka dapatkan semacam shelter untuk musafir bersama dengan hewan tunggangan mereka. Sangat sederhana!
Di tempat inilah Sang Raja Damai yang sebenarnya lahir! Pemulihan itu tidak terjadi di istana kerajaan yang maha megah. Namun, di tempat semua orang, tanpa kecuali dapat menjumpai-Nya. Raja damai tanpa pedang dan pentung. Ia lahir dalam kesahajaan. Kedamaian akan dimulai bukan dengan kekerasan, melainkan dengan kasih sayang. Ia tidak menghardik dan menaklukkan musuh-musuh-Nya, melainkan membiarkan musuh-musuh itu merasakan cinta dan pengampunan-Nya. Ia tidak memusuhi dan menolak apalagi membinasakan para pendosa, melainkan dengan lemah-lembut meraih mereka yang terhilang. Seperti anak-anak domba yang hilang, mereka dicari-Nya, dipeluk dan dicintai-Nya meski nyawa menjadi taruhan-Nya. Bukan seperti jargon dunia yang mengatakan, “kalau mau damai harus siap perang” Tidak!
Orang-orang yang menjumpai-Nya akan melihat wajah kedamaian itu. Siapa saja yang menyambut-Nya, hatinya akan dipulihkan, kedamaian itu akan menyentuh hati-Nya. Setiap orang yang menyambut-Nya akan menyalurkan kedamaian dan cinta kasih itu. Buka terpaksa karena tekanan, tetapi meluap dari sumber air kehidupan yang memulihkan itu.
Kini, ketika Sang Raja Damai itu lahir di hati Anda dan Saya, mestinya kita siap menjadi alat di tangan-Nya untuk memulihkan keadaan. Seperti para gembala, mereka berjumpa dengan Sang Mesias, mereka tetap menjadi gembala tetapi ada yang berubah. Mereka pulang dengan sukacita! Mungkin saja keadaan kita secara lahiriah tidak berubah, namun perubahan itu mestinya nyata. Hati yang bersukacita, penuh kedamaian. Inilah obat mujarab untuk pemulihan bagi dunia yang serba rakus dan egois. Hati yang bersukacita dan mencintai menjadi modal yang tidak dapat dibandingkan dengan apa pun! Tuhan sudah memberikannya buat kita, marilah kita gunakan untuk membawa damai di dunia di mana Tuhan menempatkan kita!
SELAMAT HARI NATAL, SELAMAT MENYAMBUT SANG RAJA DAMAI YANG MEMULIHKAN!
Jakarta, Natal pertama 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar