Kecewa dan tidak mengerti, mungkin itu yang dirasakan orang-orang di Washington terhadap sikap dan keputusan presiden mereka, Abraham Lincoln (Presiden Amerika Serikat ke-16). Mereka tidak menyangka sang presiden terpilih itu justru mengangkat lawan politiknya sebagai Menteri Pertahanan! Sudah menjadi rahasia umum, Edwin McMaster Stanton adalah orang yang sangat membenci Lincoln. Ketidaksukaannya selalu diumbar setiap ada kesempatan di depan umum. Masa pendukung Lincoln tidak pernah lupa ketika Stanton membela kliennya, John M Manny dalam kasus pelanggaran hak paten yang dilakukan oleh McCormick Reaper Company. Saat itu Abraham Lincoln juga dilibatkan sebagai pengacara, Stanton sangat tidak suka.
Dalam ketidaksukaannya itu, Stanton yang melihat kehadiran Lincoln berkata, “Mengapa Anda membawa kera berlengan panjang ke sini?” Bagaimana reaksi Abe? Ia memuji Stanton dengan mengatakan telah banyak belajar dari kinerja Stanton di pengadilan. Apa balasan atas pujian itu? Stanton kembali mengucapkan label sinis, ia menyebut Lincoln sebagai “jerapah”. Lincoln pada waktu itu berperawakan kurus, jangkung, dan berewokan. Pakaiannya tidak pernah serasi, lengan bajunya selalu terasa pendek dan celananya selalu mengatung di atas mata kaki. Kondisi ini tambah memperparah menjadi bahan bulan-bulanan sang lawan politik itu.
Para pendukung Lincoln hanya tahu satu cara untuk menundukkan Stanton, yakni dengan cara “menghabisinya”, menyingkirkan dengan cara yang lebih menyakitkan seperti apa yang dia lakukan selama ini. Para pendukung Lincoln punya konsep bagaimana menyingkirkan lawan. Ini lumrah, di mana pun orang melakukan cara seperti ini: Musuh disingkirkan, tidak boleh diberi tempat. Lincoln punya cara lain yang tidak pernah diduga oleh kawan maupun lawannya. Ia mengubah musuh menjadi teman!
Orang Yahudi punya konsep, angan dan pengharapan tentang Mesias yang akan datang itu, termasuk di dalamnya Yohanes Pembaptis. Yohanes punya gambaran tentang Mesias yang jalan kedatangan-Nya ia siapkan. Kemarin kita mendengar apa yang diberitakan oleh Yohanes Pembaptis. Ia sangat yakin bahwa tidak lama lagi Sang Mesias itu akan datang. Sang Mesias adalah sosok yang sangat Mulia, Agung dan penuh Kuasa. Yohanes merasa kecil sehingga untuk membuka tali kasut-Nya pun tidak layak!
Tidak hanya berhenti di situ. Yohanes memandang sosok Mesias yang sedang dia siapkan itu adalah hakim yang akan memisahkan “gandum” dari “jerami”. Dialah figur yang akan menentukan seseorang masuk dalam “lumbung-Nya” atau “dibakar dalam api yang tak terpadamkan”. Sang Mesias yang dinantikan itu bagaikan “tukang kebun” dengan kapaknya yang siap menebang pohon yang tidak berbuah. Dialah yang akan membaptis dengan Roh Kudus dan api. Maka tidak ada jalan lain yang mendesak untuk dilakukan, yakni bertobat jika tidak ingin binasa.
Apa yang terjadi kemudian? Setelah Yohanes membaptis dan menyaksikan sendiri Roh Kudus itu turun dan suara langit yang menyatakan, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Maka semakin yakinlah bahwa Yesus benar-benar Mesias yang sedang ia persiapkan kehadiran-Nya itu.
Namun, sosok Mesias ideal yang ia bayangkan ternyata tidak seperti apa yang dimimpikannya. Tidak terdengar Sang Mesias itu menghardik orang-orang berdosa, alih-alih Ia akrab dengan pelacur, pemungut cukai dan sederet pendosa lainnya. Lalu, bagaimana dengan kapak yang telah tersedia pada akar pohon itu? Bagaimana pula nasibnya dengan tampah yang harusnya segera memisahkan gandum dari debu jerami? Bagaimana jadinya, keseriusan yang selama ini Yohanes jalankan bahkan dengan bertaruh nyawa. Mengapa Sang Mesias itu tidak seperti dirinya yang lantang menentang penguasa sekaliber Herodes? Apakah Sang Mesias itu takut dan lebih memilih zona nyaman dan kompromi dengan para pendosa itu?
Dalam keraguan dan kekecewaan itu Yohanes yang dalam penjara mengutus murid-muridnya bertanya, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” Tak pelak lagi pertanyaan ini merupakan gambaran keraguan Yohanes, bahkan bisa jadi kekecewaannya terhadap sosok Mesias yang ia mimpikan.
Ragu dan kecewa sangat mungkin terjadi dalam diri orang Kristen, pengikut Yesus. Tidak dipungkiri ada banyak motivasi seseorang dalam mengikut Yesus. Ada banyak konsep, harapan dan impian terhadap Yesus. Ketika apa yang menjadi keyakinan, harapan dan impian itu tidak terjadi, sangat mungkin kita menjadi ragu, kecewa dan meninggalkan-Nya. Ya, pada penghujung puncak pelayanan Yesus bukankah itu yang terjadi? Sebelumnya ada banyak orang bersedia mengikuti-Nya namun ketika Yesus harus mengalami pelecehan, menderita dan mati dengan tragis, semua meninggalkan-Nya. Hanya tersisa beberapa orang perempuan dan murid yang dikasihi itu.
“Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan yang lain?” Yesus tidak memberikan jawaban “ya” atau “tidak”. Ia tidak menyatakan apa pun tentang diri-Nya. Sebaliknya, Ia mengatakan tentang aktivitas-Nya selama ini. Ia meminta para murid Yohanes untuk menyampaikan kepada gurunya tentang apa yang mereka dengan dan yang mereka lihat: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.
Yesus tidak menyatakan diri-Nya sebagai Mesias tetapi apa yang dilakukan-Nya selama ini adalah merupakan penggenapan nubuat Yesaya tentang kedatangan keselamatan bagi umat Tuhan. Keselamatan itu datang melalui seorang utusan yang dipilih-Nya. Ketika nubuat itu digenapi maka, “Pada waktu itu, mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai” (Yesaya 35:5-6). Jawaban Yesus juga memuat nubuat Yesaya tentang Hamba Allah yang “diurapi oleh Roh untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung….” (Yesaya 61:1-2)
Dengan membaca Yesaya 35 dan 61, Yesus mau menunjukkan bahwa apa yang dikerjakan-Nya adalah apa yang seharusnya dikerjakan oleh utusan Allah yang akan datang itu. Sekarang murid-murid Yohanes dan gurunya sendiri memperoleh jawaban dari Yesus. Allah memulai Kerajaan keselamatan itu di dalam diri Yesus.
Yesus tidak mencela dan menyalahkan tentang pengharapan dan impian Yohanes Pembaptis yang tidak sejalan dengan nubuatan Nabi Yesaya. Perhatikan cara Yesus memberi jawaban. Ia tidak meninggikan diri dengan menunjukkan diri-Nya seorang Mesias. Yesus memberi jawab dengan apa yang dikerjakan-Nya selama ini. Ia menunjukkan bahwa nubuat Yesaya itu digenapi dengan pekerjaan-Nya.
Yesus menghargai karya Yohanes Pembaptis dengan menyebutnya sebagai orang besar. Yohanes ditempatkan-Nya sebagai puncak dari keturunan Hawa. Nabi yang ugahari itu telah memenuhi nubuat tentang seorang utusan yang akan mendahului kedatangan Tuhan. Dia adalah yang terbesar di antara anak-anak manusia. Namun demikian, murid-murid yang menerima Kerajaan Allah seperti anak-anak kecil adalah lebih besar. Berbahagialah Yohanes dan semua orang bila tidak menolak pelayanan Yesus yang lemah lembut dan rendah hati, dan mau merendahkan diri seperti anak kecil untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Jakarta, Minggu Adven Gaudate, Tahun A 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar