Kamis, 10 November 2022

WASPADA DAN BERTAHAN

Waspada dan bertahan! Siapa dan manusia seperti apa yang bisa merangkul dengan tepat dua kata ini? Ah, saya jadi teringat apa yang ditulis oleh Ryan Holiday dalam karyanya “Stillness is The Key”. Ia mencatat seorang kisah karier seniman Marina Abramović. Menakjubkan!

 

Marina Abramović memberi judul pertunjukannya The Artist Is Present untuk memperingati empat puluh tahun kiprahnya sebagai seniman. Pertunjukan itu berlangsung di MoMA New York City. Tentu saja Marina harus selalu hadir di sana. Siapa yang berani membayangkan bahwa ada manusia yang bisa duduk di kursi, bergeming, total selama 750 jam selama 79 hari, di hadapan 1.545 orang asing, tanpa bantuan, tanpa merasa terganggu, tanpa akses ke toilet?

 

Seperti yang disampaikan oleh Ulay, mantan kekasih sekaligus kolabolator Marina, ketika ditanya apa pendapatnya tentang hal itu, “Saya tidak bisa berkata-kata. Hanya ada rasa hormat!”

 

Pertunjukan itu berlangsung dalam format yang sederhana dan apa adanya. Marina, berusia 63 tahun dengan rambut panjang dikepang di atas bahu, berjalan ke dalam ruangan terbuka, duduk di atas kursi kayu yang keras, lalu menatap orang yang duduk di seberangnya. Orang-orang silih berganti duduk di depannya, jam demi jam, hari demi hari, selama nyaris tiga bulan. Setiap kali Marina menunduk, mempersiapkan diri, kemudian menatap ke wajah baru yang duduk tepat di depannya.

 

Seperti yang Marina katakan tentang seninya, “Proposisinya di sini hanyalah untuk mengosongkan diri. Untuk bisa hadir!”

 

Apakah untuk bisa hadir sesulit itu? Apakah istimewanya dari hal itu?

 

Semua pengunjung pertunjukan yang pernah duduk di depan Marina tidak akan pernah mempertanyakan hal tersebut. Bagi mereka yang cukup beruntung untuk menghadiri pertunjukan Marina secara langsung, rasanya bagaikan pengalaman religius. Menyaksikan orang lain sepenuhnya berada pada momen saat ini adalah hal yang langka. Merasakan orang itu berinteraksi dengan Anda, memberikan semua energi mereka kepada Anda, seolah-olah tidak ada hal lain yang lebih penting di dunia ini, itu bahkan lebih jarang lagi. Apalagi menyaksikan seseorang melakukannya dalam waktu yang sangat lama, sangat intens.

 

Banyak pengunjung akhirnya menangis, mereka semua akhirnya mengaku bahwa antrean panjang yang harus mereka lewati selama berjam-jam sepadan. Rasanya seperti memandang ke semacam cermin, di mana mereka bisa merasakan hidup mereka sendiri untuk pertama kalinya.

 

Bayangkan: Jika pikiran Marina melayang, jika ia melamun, orang di depannya pasti bisa merasakan bahwa pikiran Marina ada di tempat lain. Kalau Marina melambatkan pikiran dan tubuhnya dengan berlebihan, bisa-bisa dia malah ketiduran. Apabila ia tidak mengendalikan sensasi-sensasi jasmani normal – rasa lapar, ketidaknyamanan, nyeri, dorongan untuk buang air – mustahil ia dapat bertahan dan tidak bergerak atau bangun. Kalau dia mulai memikirkan beberapa jam lagi yang harus di habiskan dalam pertunjukan pada hari itu, waktu akan merangkak dengan sangat lamban. Jadi, dengan kedisiplinan bak biksu dan kekuatan bak prajurit, Marina mengabaikan semua distraksi tersebut supaya bisa seratus persen hadir dalam momen saat ini. Dia harus berada di mana kakinya berpijak, harus peduli pada orang yang duduk di depannya serta pengalaman yang mereka bagi, lebih dari apa pun di dunia ini.

 

Orang-orang tidak paham bahwa yang paling sulit sebenarnya adalah melakukan sesuatu yang nyaris seperti tidak melakukan apa-apa, “Marina Abrahamović berkomentar tentang pertunjukannya itu. “Itu menuntut semua dalam diri kita… tidak ada obyek yang dapat dijadikan perisai untuk bersembunyi. Hanya ada diri kita.” Menjadi hadir menuntut semua yang ada dalam diri kita, yang kita miliki. Itu berbeda dengan tidak melakukan apa pun. Barang kali ini adalah hal yang tersulit di dunia.

 

Waspada dan bertahan, adalah melakukan sesuatu yang nyaris seperti tidak melakukan apa-apa. Waspada dan bertahan adalah menunjuk semua aspek yang ada pada diri kita. Ini berbeda dengan tidak melakukan apa pun! Marina mampu menghadirkan apa dan bagaimana waspada, serta bertahan meski dalam format pertunjukan seni. Waspada, seluruh eksistensinya hadir dan ditujukan buat orang yang ada di depannya. Ia bertahan begitu lama dengan orang yang datang dan ia tatap silih berganti tanpa disibukkan dengan kenyamanan diri dan sensasi tubuhnya.

 

Waspada dan bertahan, mungkin Anda dan saya pun sanggup untuk melakukannya kalau hal itu menyangkut dengan apa yang kita suka. Hobi, misalnya. Ada orang yang sangat konsentrasi dan bertahan berjam-jam memegang joran, menanti umpan disambar ikan. Yang lain konsentrasi dan bertahan di hutan belantara berjam-jam menanti momen yang tepat agar hasil bidikan di kamera menjadi sempurna. Tidak sedikit mereka yang menghabiskan waktu menempuh perjalanan terjal berjam-jam, berhari-hari demi merasakan sensasi di puncak gunung. Dan masih banyak lagi yang lain. 

 

Waspada dan bertahan untuk iman kita?

Tidak mudah dan tidak semua orang suka. Namun inilah yang diingatkan Yesus ketika para murid dan pengikut Yesus begitu rupa mengagumi keindahan Bait Allah. Bangunan yang dulu didirikan oleh Salomo dan dihancurkan Nebukadnezar pada tahun 586 SM. Di bawah bimbingan Zerubabel orang Israel kembali membangun Bait Allah itu. Pembangunan itu selesai tahun 515 SM, lalu Raja Herodes Agung memperluas wilayah Bait Allah itu, mempercantiknya dengan bangunan-bangunan lain dan tembok-tembok baru. Pekerjaan itu terus dilanjutkan sampai tahun 63 SM meski Herodes Agung telah tiada. Bait Suci tampil sebagai karya monumental, didirikan dari batu-batu putih berukuran besar dan indah!

 

Ketika semua orang mengagumi bangunan yang megah itu, Yesus mengatakan bahwa Bait Suci itu akan segera diruntuhkan, tidak ada lagi satu batu pun dibiarkan terletak di atas batu yang lain. Sontak, para murid dan setiap orang yang mendengar ucapan Yesus tersentak dan bertanya, bila mana hal itu akan terjadi. Keterkejutan mereka bukan hanya tentang Bait Allah yang akan dihancurkan, tetapi kalau itu terjadi maka berakhirlah dunia ini. Mereka percaya bahwa kehancuran Bait Allah merupakan pertanda akhir zaman.

 

Yesus menjawab pertanyaan mereka dengan beberapa tanda. Namun, yang utama bukanlah tanda-tanda tersebut. Yang paling penting adalah bagaimana setiap murid Yesus menyikapi apa yang sedang dan akan terjadi. Bagi Yesus, yang paling penting itu adalah waspada dan bertahan.

 

“Waspadalah supaya kamu jangan disesatkan!” Waspada berarti selalu “hadir” tidak tidur dan terlena, mencermati dan serius dengan iman yang telah kita terima. Waspada berarti bersedia terus menjalin relasi yang bermutu dengan Allah. Sebab, hanya dengan jalan seperti itu kita dapat terhindar dari segala manipulasi licik yang mengatasnamakan Tuhan. Dengan demikian, buah kewaspadaan akan tampak dalam hidup yang tidak mudah diombang-ambingkan oleh ajaran yang keliru dan gaya hidup hedonis yang seolah-olah merupakan berkat dari Tuhan.

 

“… kamu tetap bertahan!” Kalimat ini menegaskan bahwa kehidupan orang percaya tidak mudah bahkan akan mengalami aniaya. Ketika kita diminta bertahan itu berarti tidak mudah melepaskan apa yang kita Imani. Tidak menjual dan menggadaikan iman hanya karena tidak tahan dalam penderitaan. Yesus tidak mengajarkan para murid untuk menghindari penderitaan dengan jalan melepaskan iman mereka. Yesus justru mengajarkan bahwa di dalam penderitaan itu terdapat peluang untuk bersaksi. Benar bahwa penderitaan tidak usah dicari-cari. Namun, ketika kita mempertahankan hidup yang benar dan iman kepada Kristus. Lalu dengan demikian orang lain menjadi tidak suka dan kepada kita ditimpakan hal-hal yang tidak menyenangkan: aniaya dan penderitaan, maka di situlah kita harus bertahan karena dengan demikian kita akan memperoleh kehidupan yang kekal!

 

Ingatlah sekokoh, semegah dan secantik apa pun Bait Suci yang dibangun tangan manusia akhirnya dapat dihancurkan juga. Setidaknya, ini mengajak kita berpikir untuk meletakkan iman bukan di “luar” diri kita, melainkan bangunlah Bait Suci di “dalam” diri kita dengan senantiasa waspada – hadir terus-menerus di hadapan Allah – dan bertahan betapa pun mungkin dunia tidak berpihak kepada kita. Ingatlah, jika Allah di pihak kita, siapakah lawan kita?

 

Jakarta, 10 November 2022. Minggu Biasa Tahun C

Tidak ada komentar:

Posting Komentar