Kamis, 17 November 2022

KRISTUS, RAJA YANG MENYELAMATKAN

Hari Minggu ini adalah penutup tahun liturgi gerejawi. Berujung pada pengakuan Kristus Raja! Ironis, bacaan Injil kita hari ini menggambarkan Raja bukan seperti pandangan dunia. Dunia memandang dan mengharuskan bahwa raja adalah seorang penguasa yang dikukuhkan dengan sejumlah orang yang ditaklukkan, luas wilayah, kemegahan istana dan kekuatan bala tentara!

 

Apa jadinya kalau Raja itu adalah seorang pesakitan yang dicemooh dan tidak berdaya? Yang tubuh-Nya ringkih, penuh luka dan mulut-Nya terkatup rapat. Dapatkah orang percaya bahwa Dia adalah Raja, yang untuk diri-Nya sendiri tidak dapat menyelamatkan dari hukuman maut? Setidaknya itu yang dilontarkan oleh para prajurit Romawi sebagai bahan olok-olok!

 

Setiap kelompok memanfaatkan momen Yesus yang tidak berdaya menjelang ajal-Nya dengan melontarkan ejekan yang menantang-Nya untuk pembuktian. Masing-masing dengan gelar yang disematkan kepada-Nya sambil menanti kalau-kalau betul Yesus dapat membuktikannya dan kemudian menyelamatkan diri dari maut yang sedang menanti-Nya. Para pembesar Yahudi menantang-Nya sebagai Mesias dari Allah, “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah.” Para prajurit melecehkan, “Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!”

 

Mereka semua yakin bahwa arti menyelamatkan diri adalah, turun dari kayu salib untuk luput dari kematian yang hina itu. Salah seorang penjahat yang disalibkan bersama dengan-Nya malah menantang, “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!” Dengan ungkapan pelecehan yang dilontarkan oleh masing-masing kelompok dan seorang penjahat ini, menjadi terang-benderang bahwa yang dimaksud dengan keselamatan adalah terbebasnya dari penderitaan, hukuman salib itu! Manusia memikirkan keselamatan itu sebagai tindakan pelestarian hidup di bumi ini saja. Maka dengan pemahaman seperti ini sangat logis kalau Yesus menjadi seorang raja penyelamat haruslah Ia menyelamatkan diri-Nya terlebih dahulu baru kemudian Ia dapat menyelamatkan orang lain!

 

Yesus adalah Raja!

Epictetus, penasihat kaisar Nero yang hidup seratus tahun setelah Yesus pernah mengatakan bahwa kita adalah raja, jika memilih mengasah kedaulatan. Kita selalu dapat memilih apa yang perlu dipikirkan dan dipercaya. Kita berdaulat dalam menentukan prinsip! Tidak seorang pun dapat memaksa kita untuk meyakini segala sesuatu yang ditawarkan oleh orang lain. Tidak seorang pun dapat mencuci otak kita jika kita tahu cara menolaknya. Yesus memegang kendali dengan apa yang dialami-Nya. Ia tidak terpengaruh oleh bujuk-cela yang menantang-Nya untuk membuktikan bahwa Ia adalah Mesias dan Raja. Yesus bergeming, Ia tidak melacurkan diri dengan tawaran seperti tawaran Iblis dulu yang mencobai-Nya. Yesus berdaulat penuh atas prinsip. Ia Raja atas diri-Nya sendiri!

 

Apa saja yang menimpa diri-Nya, sekalipun itu sangat menyakitkan, Yesus tetap pegang kendali. Yesus menapaki jalan salib itu tepat memenuhi apa yang sudah dinubuatkan oleh para nabi dalam Perjanjian Lama. Menurut Injil Lukas, bukti Yesus memegang kendali adalah bahwa Ia tidak memanggil-manggil pertolongan Allah karena ngeri dan ketakutan, dengan demikian orang-orang yang menyaksikan-Nya tidak sibuk memikirkan Elia atau salah paham tentang kematian-Nya. Sambil berdoa, dan dalam keheningan Yesus menyerahkan jiwa-Nya ke dalam tangan Allah, lalu menghembuskan nafas-Nya. Kematian-Nya sangat konsisten dengan seluruh hidup dan pelayanan-Nya. 

 

Sang Raja dapat berdaulat dan menyelamatkan orang lain pertama-tama bukanlah melacurkan diri dengan memenuhi keinginan orang lain atau menggunakan kuasanya untuk kepentingan diri sendiri. Raja itu harus berdaulat atas dirinya sendiri. Yesus yang tampaknya kepayahan, menderita luar biasa, dilecehkan dan mati dengan cara yang hina justru adalah Dia yang berdaulat dan menguasai “panggung”. Dia tidak mengizinkan kuasa di luar diri-Nya mengintervensi prinsip-Nya.

 

Kini, dengan kedaulatan-Nya itu berdampak bagi keselamatan orang-orang yang menyambut-Nya. Keselamatan sejati terjadi lewat iman. Keselamatan bukanlah pembebasan, bukan pula pelestarian hidup – hidup yang tidak ada mati-matinya. Bukan, bukan itu! Melainkan pembaruan menyeluruh lewat pengampunan dosa. Melalui kedaulatan-Nya di puncak penderitaan itu Yesus meluaskan pengampunan-Nya pada mereka yang melecehkan, menganiaya dan menyalibkan-Nya. Sulit rasanya kita membayangkan ada kalimat meluncur indah keluar dari mulut Yesus, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34), jika Yesus menggunakan kuasa-Nya, Ia turun dan membumihanguskan orang-orang lalim yang mendera-Nya. Tidak mungkin itu terjadi! Hal yang sama terjadi dengan diri seorang penjahat yang memohon kepada-Nya untuk mengingatnya ketika Yesus datang sebagai Raja. Kalimat “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Lukas 23:43). Bagaimana kita dapat membayangkan ada ucapan seperti ini kalau Yesus tidak jadi mati?

 

Perkataan Yesus kepada penjahat inilah yang perlu ditanggapi dengan iman. Iman bahwa Yesus adalah Raja yang menyelamatkan bukan dalam arti harfiah; turun dari salib dan bisa mengambil alih kekuasaan para pembenci-Nya. Iman seperti inilah yang Yesus inginkan tumbuh dalam setiap hati kita. 

 

Yesus adalah Raja yang menyelamatkan, tidak berarti bahwa Ia membebaskan kita dari pelbagai kesakitan dan penderitaan di dunia ini. Bukan pula janji-janji pengharapan utopis dan isapan jempol bahwa kelak di seberang kematian kita akan terbebas dari penderitaan, hidup sepenuhnya bahagia sebagai balasan dari penderitaan di dunia. Bukan itu! Yesus mengajak kita, seperti diri-Nya: berdaulat atas prinsip dan iman. Ia mengajarkan kepada kita untuk berdaulat dan berpegang teguh pada iman dan prinsip kita di dalam Kristus. 

 

Penderitaan yang tampaknya berat, tidak akan menyentuh ranah kedaulatan kita, yakni iman dan keyakinan kita. Penderitaan boleh ada, tetapi kasih setia Tuhan di dalam Kristus Sang Raja itu, tidak akan memisahkan kita dari kasih Allah. Itulah yang akan membuat kita bertahan dan tidak melacurkan diri dengan pelbagai tawaran yang menggoda untuk tidak konsisten dengan iman percaya kita.

 

Marilah kita, akhiri perjalanan liturgi tahun C ini dengan benar-benar mengimani bahwa Yesus Kristus adalah Raja yang menyelamatkan kita, menyelamatkan dunia ini. Tetap teguh dalam pengharapan!

 

Jakarta, 17 November 2022, Minggu Kristus Raja tahun C

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar