Kamis, 24 November 2022

BANGUNLAH, SIAP SEDIALAH

Pandemi berkepanjangan, perang Rusia dan Ukraina yang tak kunjung reda, krisis energi dan bahan pangan membuat semua orang cemas. Para ekonom berulang kali mengingatkan bahwa tahun depan resesi ekonomi global bakal melanda sebagian besar penduduk bumi. Bukan hanya perusahaan, banyak negara terancam gulung tikar lantaran tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan minimal rakyatnya.

 

Meski prediksinya tahun 2023, tanda-tandanya sudah mulai terasa saat ini. Ada banyak perusahaan yang sudah memberhentikan atau mempensiunkan dini karyawannya. Beruntung jika Anda saat ini masih tetap bekerja atau punya penghasilan tetap. Ironis, walau telah berulang kali para ekonom mengingatkan untuk berhati-hati dalam penggunaan uang, tetap saja banyak yang tidak peduli. Mereka tetap menikmati kehidupan seolah sebuah resesi dan krisis ekonomi tidak akan pernah terjadi.

 

Bukan hanya pakar ekonomi, Presiden Jokowi pun telah berulang kali mengingatkan agar rakyat berhati-hati, mengetatkan ikat pinggang, tidak membeli barang-barang yang bukan kebutuhan utama. Aparat dan masyarakat diminta untuk mempunyai sense of crisis. Lagi-lagi, tampaknya imbauan itu tidak banyak digubris.  Pusat perbelanjaan dan hiburan tetap ramai, gaya hidup konsumtif dan hedonis menjadi pemandangan biasa setiap harinya!

 

Sense of crisis  hanya sebatas jargon. Kesadaran bahwa saat ini kita tidak sedang baik-baik saja hanya ada pada segelintir orang. Kesadaran bahwa sekarang sedang genting seolah sebuah kalimat yang menakut-nakuti. Mungkin ada benarnya ungkapan ketika manusia sudah terjebak dan tidak lagi bisa berbuat apa-apa, di situ baru sadar bahwa krisis sedang terjadi. Ketika air belum menutup leher dan kemudian naik sampai menutup kepala, kebanyakan manusia masih santui!

 

Kenyataan itu digambarkan dengan tepat oleh Yesus seperti orang-orang yang hidup pada zaman Nuh. Krisis moral sedang terjadi dan celakanya mereka menanggapinya dengan santai. Mereka hidup bersenang-senang dan menganggap Nuh sudah gila lantaran membangun bahtera besar di mana di situ tidak ada air. Sebelum air bah itu datang, mereka berpesta dan beria-ria. Barulah, ketika ajal di depan mata mereka sadar. Terlambat!

 

Kesadaran yang terlambat di mana pun pasti memakan korban. Orang-orang yang menganggap segala sesuatu baik-baik saja sama halnya dengan orang yang “tidur”. Mereka terlena dan tidak peduli. 

 

Bangun! “…saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur,” (Roma 13:11), kata Paulus kepada jemaat di Roma. Meskipun kalimat ini ada dalam rangkaian pesan moral dalam tatanan kehidupan bernegara, Paulus mengingatkan bahwa bangun berarti tidak terlena dan terbawa arus oleh moralitas bobrok yang sedang melanda masyarakat Roma. Orang percaya tidak boleh ikut-ikutan dalam dosa berjamaah! Mereka harus selalu siap sedia menampakkan diri sebagai pengikut Tuhan. Bangun berarti terjaga, sadar dan selalu waspada. Tidak boleh lengah dan terkecoh dengan tawaran yang tampaknya menggiurkan. 

 

Waspada dan terjaga! Itulah juga yang diingatkan Yesus bagi para pengikut-Nya. Menjadi pengikut Yesus bukan berarti diam dalam zona nyaman.  Yesus mengingatkan supaya setiap orang mempersiapkan diri dalam menyambut kedatangan-Nya kembali. Dalam Perjanjian Baru, kedatangan Yesus diumpamakan seperti pencuri. Ia datang saat tuan rumah lengah. Pencuri tidak pernah janjian terlebih dahulu dengan tuan rumah tentang kapan kedatangannya. Kalau janjian dulu, pastilah tuan rumah akan siap siaga.  Seperti inilah, Yesus tidak pernah memberitahu kapan Ia akan datang kembali untuk menghakimi dunia ini. Sifatnya mendadak, Ia datang tiba-tiba.

 

Hari kedatangan Tuhan yang definitif tidak mungkin diketahui kapan waktunya. Maka tidak cukuplah siap siaga pada waktu-waktu tertentu saja. Diperlukan sikap waspada dan siap sedia yang terus-menerus. Kalau seperti ini, bagaimana caranya? Sebab, pasti suatu saat kita tertidur dan tidak mungkin terus-menerus terjaga! Ya, tentu saja ini bukan dalam arti harfiah. Caranya tidak lain dengan mengarahkan segenap hati, akal budi dan seluruh Hasrat kita kepada Tuhan yang ingin dijumpai dan dilayani dalam diri sesama kita seperti yang selanjutnya Yesus pesankan dalam uraian berikutnya.

 

Bangun dan terjaga bukan dalam arti bahwa kita tidak tidur-tidur, terus menunggu kedatangan Tuhan tanpa melakukan perbuatan yang berarti. Bukan itu! Melainkan, masing-masing kita mengupayakan hidup bernilai. Hidup yang punya spesifikasi anak Tuhan. Masing-masing kita harus mengembangkan hidup yang bernilai abadi bagi Tuhan. Dan, tentu saja menanggalkan kehidupan yang tidak bernilai abadi; kehidupan mubazir yang ditandai dengan pemuasan nafsu duniawi.

 

Hidup yang penting dan punya nilai abadi itu tidak ditentukan oleh hal-hal lahiriah seperti asal, gender, profesi  atau pekerjaan seseorang. Biarpun dua orang dalam banyak hal punya kesamaan, seperti jenis kelaminnya, pekerjaannya, tempat tinggalnya, dan seterusnya, penilaian atau penghakiman Tuhan akan berbeda seorang dengan yang lainnya. Bisa jadi yang satu lebih berkualitas karena apa yang dilakukannya semata-mata untuk kemuliaan Allah dan mengasihi sesamanya. Inilah yang dimaksud Yesus ketika Ia mengatakan. “Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang…. Kalau ada dua orang perempuan…” (Matius 24:40-41).

 

Jadi, bagi Tuhan bukan gender, profesi pekerjaan, tinggal di mana dan seterusnya yang dapat mengangkat derajat di hadapan Allah. Bukan! Melainkan, siapa yang mengerjakan hal-hal baik menurut kehendak-Nya, itulah manusia yang berkualitas! Bangun dan bersiap sedia dalam hal ini mempunyai makna terus-menerus membangun diri menjadi manusia-manusia yang berkualitas, yang mengerjakan kehendak-Nya dan memandang sesama manusia sebagai perwujudan sosok yang ilahi untuk dilayani.

 

Jangan risau karena pekerjaan Anda yang mungkin dianggap rendah dan tidak berarti oleh standar dunia. Risaulah kalau Anda tidak mengerjakan kebaikan sebagai cermin manusia yang mengenal Allah. Jangan risau Anda tinggal di mana, risaulah kalau Anda tidak tinggal bersama Yesus. Jangan risaukan Anda punya gender apa, tetapi risaulah kalau kehidupan kita berbeda jauh dari apa yang diteladankan dan diajarkan oleh Yesus.

 

Sense of crisis terbukti menyelamatkan banyak orang dari korban sia-sia. Jika dalam urusan duniawi saja kita diminta untuk bangun dan siap sedia, betapa lebih pentingnya untuk urusan kehidupan yang kekal. Kita harus lebih bersungguh-sungguh lagi. Adven, mengajak kita untuk lebih waspada dan terjaga. Bukan semata kita menghindari kesenangan dunia, namun bagai mana saat ini kita lebih memberi perhatian untuk membangun manusia yang berkualitas, mencerminkan citra Allah di dunia ini. Masa Adven tidak hanya menyiapkan kita untuk menyambut Natal, kelahiran Yesus. Tetapi juga, menyiapkan diri menyambut kedatangan-Nya kembali sebagai hakim Agung yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati. 

 

Jakarta, 24 November 2022, Adven 1 Tahun A

Tidak ada komentar:

Posting Komentar