Kamis, 10 Februari 2022

MENGIKUTI SUARA ALLAH

Junjungan yang ‘ku pilih: Yesusku Penebus

Yang bangkit dari mati, berkuasa Seterus.

Kendati banyak orang mengejek, mencela, 

‘ku ikut suara-Nya, lembut mesra.

 

Reff:

Benar, benarlah hidup Yesusku.

Bersamaku di jalanku, suara-Nya ‘ku dengar.

Benar, benarlah hidup Yesusku.

Di mana Dia ‘ku dengar? Di dalam hatiku!

 (He Lives, A.H. Ackley - “Junjungan yang ‘ku pilih”, NKB 87)

 

Syair lagu yang sering kita nyanyikan ini digubah oleh komposer lagu rohani sekaligus pendeta Presbitarian. Alfred Ackley lahir pada tahun 1887 di Pennsylvania. Sejak kecil bakat musiknya sudah terlihat. Ia mengembangkan bakat musiknya ke. Royal Academy of Music di London. Di sana Ackley bermain piano dan cello. Setelah menyelesaikan studi musiknya, Ackley kembali ke Westminter Theological Seminary , Maryland dan ditahbiskan sebagai pendeta Presbitarian pada 1914. Ackley menggembalakan jemaat di Wilkes-Barre dan Elmhurst, Pennsylvania, sebelum dipanggil ke sebuah jemaat di Escondido, California.

 

Di California pada tahun 1932, Ackley memerhatikan seorang Yahudi yang menghadiri beberapa pertemuan penginjilan. Mahasiswa muda ini terus berkata, “Mengapa saya harus menyembah orang Yahudi yang sudah mati?” Ini mengganggu Ackley, dan itu terus ada dalam pikirannya. 

 

Suatu pagi setelah ia bangun untuk mempersiapkan renungan Minggu Paskah, dia kagum mendengar di radio seorang pengkhotbah liberal terkenal di New York berkata, “Selamat pagi. Ini Paskah! Anda tahu saudara-saudara, tidak ada bedanya bagi saya jika Kristus dibangkitkan atau tidak. Sejauh yang saya tahu, tubuh-Nya bisa menjadi seperti debu di beberapa pemakaman Palestina. Hal utama adalah, kebenaran-Nya terus berjalan!”

 

Malam itu Ackley terus memikirkan kata-kata teman Yahudinya dan khotbah di radio. Sang istri mengingatkannya untuk melakukan yang terbaik - menulis lagu dan kemudian ia akan merasakan suasana yang lebih baik. 

 

Di ruang kerjanya, Ackley membaca kembali kisah Kebangkitan dari Injil Markus, dan segera kata-kata mengalir darinya. Beberapa menit kemudian ia mulai memainkan musik untuk kata-kata gubahannya itu, dan menjawab pertanyaan, “Mengapa saya harus menyembah orang Yahudi yang sudah mati?”

 

“Dia hidup, Dia hidup, Kristus Yesus hidup hari ini!

Dia berjalan dengan saya, dan berbicara dengan saya di sepanjang jalan hidup yang sempit.

Dia hidup, Dia hidup, keselamatan untuk dibagikan!

 

 

Anda bertanya kepada saya bagaimana saya tahu Dia hidup?

Dia hidup di dalam hatiku!”

Refrain NKB 87:

Benar, benarlah hidup Yesusku.

Bersamaku di jalanku, suara-Nya ‘ku dengar.

Benar, benarlah hidup Yesusku.

Di mana Dia ‘ku dengar? Di dalam hatiku!

 

Bagi Alfred Ackley, suara Yesus dapat di dengar di dalam hatinya. Bagi Ackley Yesus itu benar-benar hidup, dia berjalan bersama-Nya. Yesus hidup dan menjadi benar-benar nyata, suara-Nya di dengar sehingga ia mengikuti apa yang dikatakan-Nya. Bagaimana dengan kita yang sering menyanyikan lagi ini? Benar-benarkah suara Yesus jernih terdengar dalam hati kita? Jangan-jangan hanya suka iramanya dan kita ikut-ikutan menyanyikannya.

 

Benarkah suara Yesus kita dengar dan kemudian mengikuti apa yang disuarakan itu? Setiap pribadi yang terpanggil mengikut Yesus akan menyediakan dirinya untuk menjalin relasi yang baik, intim dan bersahabat dengan Yesus. Sehingga suara Sang Gembala itu akan memandu kehidupan kita.

 

Selain melakukan pelayanan kasih berupa mukjizat sebagai tanda hadirnya Kerajaan Allah, Yesus juga mempersiapkan para murid-Nya dengan pengajaran. Ia memperdengarkan suara-Nya di tengah konteks kehidupan para murid yang penuh tantangan. 

 

Meski banyak orang yang menolak-Nya, namun tidak sedikit juga mereka yang mengikuti Yesus. Mereka terpikat dengan mukjizat-mukjizat yang mereka saksikan. Dari sekian banyak orang yang mengikuti-Nya, Yesus memilih dua belas orang untuk menjadi murid yang khusus dan kemudian disebut sebagai rasul-rasul. Begitu pentingnya momen pemilihan dua belas orang ini sehingga Yesus harus mendahuluinya dengan doa di atas gunung. Ia melewatkan malam dalam doa sebagaimana dilakukan-Nya menjelang peristiwa-peristiwapenting dalam hidup-Nya.

 

Setelah pemanggilan para murid itu, hal yang terpenting bagi Yesus adalah menyampaikan pengajaran-Nya. Dalam bacaan Injil Minggu ini (Lukas 6:17-26) ada empat ucapan bahagia yang diajarkan Yesus.

 

Pertama, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.” Injil Lukas tidak menggunakan kata “miskin” sebagai kiasan. Yang dimaksud “kamu yang miskin” adalah orang-orang yang memang kekurangan atau bahkan tidak memiliki sama sekali kebutuhan mendasar untuk bisa bertahan hidup. Orang miskin dipahami dalam dunia Romawi-Yunani sebagai kelompok masyarakat yang tidak beruntung. Mereka membutuhkan belas kasihan dan bantuan orang lain. Raja adalah pihak yang bertanggung jawab untuk memberi perhatian dan bantuan terhadap mereka. “Milik merekalah Kerajaan Allah” Ini mengandung pengertian bahwa mereka - karena kemiskinannya itu - hanya mengharapkan belas kasihan Allah semata. Apa yang disampaikan Yesus merupakan penegasan dari khotbah-Nya di Nazaret ketika Ia menyatakan bahwa Roh Allah telah mengurapi-Nya untuk mewartakan kabar baik bagi orang miskin. Kini, dalam pengajaran-Nya kepada para murid, Ia juga menyebut orang miskin berbahagia. 

 

Tentu saja orang miskin yang dimaksud adalah orang yang harapannya bergantung sepenuhnya kepada Allah. Orang yang tidak punya siapa-siapa lagi yang bisa diandalkan untuk menolongnya. Miskin dalam konteks para murid adalah kehidupan yang sama sekali tidak punya kesempatan untuk mengembangkan usaha karena dihimpit oleh keadaan dan kesempatan mereka berkarya. 

 

Pada saat ini, jika kondisi Anda sedang dalam keadaan miskin, ingatlah suara Yesus ini. Sama seperti Alfred Ackley, suara Yesus yang bangkit itu dapat kita dengar di dalam hati Anda. Pada saat semua orang tidak peduli dengan kesusahan dan kemiskinan Anda, ada satu nama yang peduli. Ada satu nama yang telah menjamin “berbahagialah kamu yang miskin”. Nama itu adalah Yesus yang bangkit. Dengarkan dalam hatimu, Ia ada bersamamu. Engkau tidak sendiri!

 

Kedua, “Berbahagialah kamu yang sekarang lapar, karena kamu akan dipuaskan.” Mereka yang lapar adalah mereka yang tidak memiliki makanan. Tidak punya makanan merupakan bagian dari kemiskinan itu. Makanan adalah bentuk intervensi yang harus diberikan kepada mereka yang miskin dan mengalami kelaparan. Allah telah menyediakan makanan bagi orang-orang Israel di padang gurun. Yesus akan menggandakan roti bagi mereka yang kelaparan. Jemaat pertama akan memecahkan roti bersama-sama setiap hari di rumah-rumah mereka dan membagikan harta milik mereka sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.

 

Andaikan saja hari ini Tuhan mengizinkan Anda tidak punya makanan dan kelaparan. Dengarkan kembali suara-Nya, “Berbahagialah kamu yang sekarang lapar, karena kamu akan dipuaskan,” Berbahagialah kamu yang lapar namun tidak mencuri, mengambil milik orang lain demi memuaskan perutmu. Berbahagialah kamu yang sekarang lapar namun kamu tetap jujur dan setia. Tuhan akan menjamin dengan memuaskanmu. Bisa saja mukjizat Tuhan terjadi dengan mengutus orang untuk memberimu makanan. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Namun, andai kata hal itu tidak terjadi, tetaplah percaya. Iman itu seperti apa yang dikatakan Daniel ketika dirinya akan dimasukkan dalam perapian yang menyala-nyala, “Jika Allah yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku ketahuio, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Daniel 3:17,18). 

 

Ketiga, “Berbahagialah kamu yang sekarang menangis karena kamu akan tertawa.” Orang bisa menangis karena berbagai hal. Namun, dalam konteks Yahudi, orang bisa menangis karena menanggung ketidak-adilan yang memilukan di mana orang percaya ditindas, dianiaya dan dibuang. Dalam situasi hidup Yesus, ada banyak orang yang menangis: kaum miskin, penderita sakit, kaum tersisih, para pendosa, orang asing, janda, anak yatim piatu. Mereka harus menanggung derita, beberapa di antaranya disebabkan oleh ketidak-adilan  yang dilakukan oleh sesamanya: karena pajak, stigma religius, perbudakan, dan lainnya. Kadang mereka menangis karena mempertahankan prinsip kebenaran, mereka menderita oleh karena mengikut Yesus. Yesus akan menyatakan ini dalam salah satu khotbah-Nya. Para murid akan menghadapi pertentangan tidak hanya dari orang-orang yang mereka tidak kenal, tetapi juga dari kaum keluarganya sendiri.

 

Mengapa mereka yang menangis akan tertawa? Karena hanya mereka yang bertahan dalam derita dan aniaya itulah yang diselamatkan. Mereka mungkin kehilangan nyawa karena Kristus tetapi mereka akan mendapatkannya kembali oleh karena pengurbanan Yesus. 

 

Sangat mungkin Anda sekarang sedang “menangis” entah karena ketidak-adilan, pelecehan, aniaya, fitnah, atau menderita sakit. Telisiklah ke dalam relung hati, dengarkan suara-Nya, “Berbahagialah kamu yang sekarang menangis, karena kamu akan tertawa”, berbahagialah kamu yang pada saat ini benar-benar menderita, tertekan namun tetap setia berpegang pada janji Tuhan, suatu saat nanti Anda akan tertawa bahagia. Ini bukan isapan jempol, namun Yesus sendiri menjaminnya.

 

Keempat, “Berbahagialah kamu jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Komitmen untuk mengikut Yesus selalu mengandung risiko: dibenci, dikucilkan, dicela, ditolak. Yesus sendiri sudah menghadapi kenyataan itu. Sebagaimana Yesus, para pengikut-Nya juga akan mengalami hal yang sama. Berbahagialah orang yang tetap bertahan setia dalam komitmen mereka terhadap Yesus, karena kesetiaan mereka, mereka akan mendapatkan upah yang besar di surga (Lukas 6:23). 

 

Bisa jadi Anda sekarang mengalami kenyataan ini: dibenci oleh karena mempertahankan komitmen kepada Yesus. Dibenci oleh karena mendengar, mengikuti dan melakukan ajaran Yesus. Kembali, dengarkan suara-Nya dalam hati Anda. Ia berbisik mengatakan, Anda itu orang yang berbahagia. Maka janganlah membalas kebencian, ketidak-adilan, kejahatan, kelaliman dengan hal yang serupa. Tetaplah bergembira, karena Anda adalah anak Tuhan!

 

 

Jakarta, 10 Februari 2022 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar