Plato adalah murid Socrates. Sang guru tidak meninggalkan catatan apalagi buku tentang pelbagai ajaran dan pandangan filosofisnya. Platolah yang kemudian mengabadikan dialog-dialog Socrates. “The Republic” (Yun: Politeia) adalah catatan monumental Plato yang sampai hari ini banyak dibaca dan dipelajar orang. The Republic ditulis sekitar tahun 375 sebelum Kristus lahir, itu berarti sezaman dengan dua generasi sesudah Ezra-Nehemia.
Plato mencatat dialog gurunya dengan berbagai orang di Athena tentang arti keadilan. Socrates bertanya kepada Cephalus, Polemarchus, dan Trasymarchus mengenai definisi keadilan. Cephalus mendefinisikan keadilan sebagai memberi apa yang terutang. Jadi, adil itu adalah ketika utang dibayar! Polemarchus mengatakan bahwa keadilan itu “seni yang memberikan kebaikan kepada teman dan perlakuan buruk atau jahat kepada musuh.” Trasymarchus menjawab bahwa keadilan itu adalah kepentingan yang lebih kuat.
Saya tertarik dengan pendapat Poilemarchus, “keadilan itu adalah seni yang memberikan kebaikan kepada teman dan perlakuan buruk atau jahat kepada musuh”. Jadi, kalau tema khotbah hari ini “Cara membalas musuh”, sudah ada jawabannya: perlakukan yang jahat kepadanya. So, simple!
Bukankah kalau mau jujur, kita pun sering tergoda dengan sikap yang seperti ini? Apalagi musuh itu telah merusak dan merampas masa depan kita, mengoibrak-abrik harkat dan martabat kita. Maka andaikan saja kita punya kuasa, ingin rasanya membalaskan dendam itu. Biar tahu rasa!
Sayangnya, bagi siapa pun yang mengaku diri orang Kristen, niat apalagi mewujudkannya dengan tindakan, tidak boleh! Yesus mengatakan, “Kepada kamu yang mendengarkan Aku..” (Lukas 6:27). Yesus sangat serius dengan para pengikut-Nya. Kini, Yesus benar-benar meminta perhatian kepada para murid-Nya. “Kasihilah musuhmu…” perintah ini sangat tegas dan tidak bisa ditawar-tawar. Kasih di sini bukan masalah perasaan, melainkan keputusan untuk bertindak. Kasih yang dituntut Yesus adalah kasih yang radikal. Kasih yang otentik, yang tidak sama dengan kasih kebanyakan orang. Kasih yang tidak ditujukan hanya kepada mereka yang telah melakukan tindakan kasih. Kalau murid-murid Yesus membatasi tindakan kasih dengan kasih yang model begini, Yesus mengingatkan mereka “apakah jasamu, karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka.” (Lukas 6:32).
Kasih itu harus ditujukan kepada semua orang yang memusuhi, membenci dan mengutuki mereka. Model kasih semacam ini adalah kasih yang dilakukan oleh Bapa sendiri. Bapa mengasihi semua orang termasuk mereka yang tidak tahu berterima kasih. Oleh karena itu setiap murid Yesus terpanggil untuk menjadi orang-orang yang mengasihi, murah hati, sama seperti Bapa adalah murah hati.
Lalu, tindakan kasih seperti apa?
“Berbuat baik kepada orang
yang membenci kamu…”
Loh, mana mungkin? Orang yang membenci, seharusnya balas lagi dengan kebencian! Ini sangat mungkin terjadi, syaratnya seperti yang diungkapkan Yesus sebelum mengajarkan cinta kasih ini, “Tetapi kamu yang mendengarkan Aku…” Jika saja kita mendengarkan apa yang katakan Yesus kita akan mampu melakukannya. Mengenai mendengarkan sudah kita bahas dalam khotbah Minggu lalu. Mendengarkan berarti kesediaan belajar terus dari Yesus. Yesus tidak hanya sekedar berbicara mengungkapkan ajaran yang ideal dan terkesan utopis. Tapi, tunggu dulu sebelum kita menyimpulkan bahwa ajaran seperti ini adalah utopis yang tidak bakal bisa dilakukan. Yesus sendiri dalam pelayanan-Nya melakukan apa yang Ia ajarkan!
Berbuat baik terhadap orang yang membenci kita yang diajarkan Yesus tentu saja bukan pada posisi kita tidak berdaya. Berbuat baik karena tekanan. Bukan, bukan begitu! Jelas, yang dimaksudkan adalah berbuat baik dengan tulus. Sebab, jika kita berbuat baik karena tidak ada pilihan, karena tertekan, itu sama saja dengan orang lain. Orang yang tidak mendengarkan Yesus pun dapat berbuat baik kepada orang yang mereka benci oleh karena ditekan dan ditindah. Tidak ada pilihan! Berbuat baik yang dimaksudkan Yesus adalah tindakan merdeka untuk mengasihi. Sama seperti Yesus pun merdeka untuk mengasihi para pembenci-Nya!
“Berkatilah orang yang
mengutuk kamu…”
Orang dapat saja menerima permusuhan dengan sikap pasrah. Namun, bukan itu yang Yesus mau. Ia menyuruh para pengikut-Nya mengucapkan berkat atas orang-orang yang mengutuk mereka. Lagi-lagi, kalau pun keluar kata berkat, itu sering kali dengan nada sarkas. Hati kita jengkel, karena tidak berdaya kita mengatakan, “Semoga kamu kaya raya, dengan begitu tidak lagi merongrong orang lain.” Jelas, Yesus menginginkan kata-kata berkat itu tulus. Buka ada maksud tersembunyi yang sebenarnya menginginkan kemalangan bagi orang yang menjengkelkan itu. Ingatlah Yesus dalam kesengsaraan-Nya Ia memohon pengampunan dari Bapa-Nya terhadap mereka. Seperti itulah yang Yesus inginkan!
“…berdoalah bagi orang-orang
yang berbuat jahat terhadap kamu”
Jujur, doa seperti apa yang biasanya kita ucapkan ketika kita dijahati oleh orang lain? Mungkin yang sudah diperhalus begini, “Tuhan, tergurlah dia dengan tangan kasih-Mu, agar Ia sadar dan tidak lagi melakukan apa yang jahat.” Tampaknya doa yang baik. Tapi benarkah berasalah dari hati nurani yang tulus. Yang menginginkan orang tersebut dikasihi Tuhan? Lalu kalau benar, Tuhan mengasihi dabn memberkati orang itu, lalu tentramkah hati kita? Jangan-jangan yang dimaksud dengan “tegurlah dia dengan tangan kasih-Mu” adalah kalimat lain yang sebenarnya, “Tuhan balaslah dia, hukumlah dia,…”.
Jadi, sangat jelas apa yang diajarkan Yesus tentang bagaimana caranya membalas atau memperlakukan musuh. Sangat mungkin kita akan menyanggah dan mengatakan, kalau begitu di manakah keadilan? Sangat mungkin orang-orang seperti ini akan terus mengulangi perbuatan mereka. Sangat mungkin juga orang-orang Kristen akan terus menjadi kelompok yang ditindas karena tidak kuasa untuk melawan!
Tindakan kejahatan tidak mungkin
akan berakhir ketika dibalas dengan kejahatan. Hanya kebaikan yang mampu
menghentikannya. Ketulusan hati, motivasi yang benar dalam mengasihi akan
memenangkan hati orang-orang yang berbuat jahat. Sebelum kita menyanggahnya
dengan pelbagai pengalaman sendiri, mari kita telisik dalam-dalam hati kita.
Sudahkah kita melakukan apa yang diajarkan Yesus ini? Betulkah kita telah
berbuat baik dengan tulus terhadap mereka yang membenci kita? Betulkah kita
telah memberkati dan mendoakabn mereka dengan sungguh-sungguh? Atau
jangan-jangan hanya alasan saja demi memelihara sakit hati dan dendam kesumat
kita?
Lihatlah apa yang dilakukan Yusuf dalam bacaan pertama Minggu ini. Yusuf tidak memilih balas dendam terhadap saudara-saudaranya yang telah mencelakakan dirinya. Ia memilih merangkul dan mengasihi mereka dengan tulus. Yusuf dapat melihat bahwa di balik kebencian dan perbuatan jahat yang dirancangkan oleh kakak-kakaknya itu ada rencana Allah untuk memelihara umat-Nya.
Sangat mungkin, ketika Anda
memilih melakukan seperti
apa yang dilakukan oleh Yusuf dan diajarkan oleh Yesus, di sana Allah bekerja.
Allah merancangkan kebaikan yang lebih dahsyat untuk menyatakan dan memenangkan
orang-orang yang tadinya anti dan membenci Anda. Jalani saja dengan ketulusan
dan nanti pada saatnya Anda akan
melihat sungguh ajaib apa yang dilakukan Allah kita itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar