Kamis, 20 Januari 2022

MEWARTAKAN TAHUN RAHMAT TUHAN

Sebuah perasaan yaris serupa terjadi di banyak gereja ketika pertama kalinya dibuka secara terbatas untuk umat dapat beribadah. Gembira dan haru bercampur aduk. Hasilnya, bulir bening sulit dibendung keluar dari sepasang mata! Ya, betapa tidak kerinduan terpendam dan membuncah kini terobati meski terbatas! Tidak sedikit yang bersujud di ruang ibadah sambil berseru, “Puji Tuhan, akhirnya kami dapat beribadah kembali!”

 

Barangkali rasa itu juga yang terjadi ketika Ezra, sang imam dan Nehemia, sang gubernur berdiri di halaman depan gerbang Air yang dikelilingi umat TUHAN. Mereka menatap kotanya yang tinggal puing, tembok Yerusalem yang hancur dan entah Bait Allah seperti apa rupanya. Kerinduan yang membuncah itu kini pecah! Bak orang yang kehausan di padang gurun, mereka mendesak sang imam itu segera membacakan KitabSuci. Mereka rindu mendengar Kitab Suci dibacakan di tanah perjanjian, bukan dengan sembunyi-sembunyi di negeri pengasingan.

 

Pada hari pertama bulan ketujuh itu, Ezra berdiri di atas mimbar kayu yang dibuat dadakan membacakan Taurat TUHAN di hadapan umat. Bagai tanah kering kerontang disiram air. Pintu gerbang Air itu menjadi saksi bisu umat dipuaskan dengan air kehidupan; Firman Allah! Bagai rusa yang dahaga menemukan telaga, demikianlah mereka menikmati Firman TUHAN yang dibacakan sang imam. Kekuatan firman itu mampu menopang mereka dari pagi hingga tengah hari. Mereka memuji dan bersujud. Mereka menangis dan mengaminkan firman itu. Betapa tidak, mereka bukan saja mendengar pewartaan tahun rahmat TUHAN telah tiba, tetapi juga mengalami kedahsyatan Allah yang menuntun mereka kembali pulan. Ya, meski ini merupakan awal, namun setidaknya kuasa dan pengampunan-Nya mulai nyata.

 

Hal serupa terjadi beratus tahun kemudian ketika Yesus membacakan firman itu di sinagoge. Ia memaklumkan bahwa tahun rahmat TUHAN telah tiba, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi AKu, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Lukas 4:18-19). Yesus menjelaskan dengan singkat apa yang dibaca-Nya dari kitab Yesaya itu, “Pada hari ini, genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.”

 

“Hari ini” (sēmeron) “genaplah”, artinya terpenuhi. Kata ini ada dalam bentuk perfek. Hal ini bermakna bahwa kedua informasi ini menyatakan sebuah pemenuhan janji Allah itu sudah terjadi dan sedang terus berlangsung. Penggenapan ini telah terjadi, sedang dan akan terus berlangsung dalam pribadi Yesus. Kehadiran-Nya adalah saat istimewa di mana Allah memenuhi janji-janji-Nya. Hal ini Yesus nyatakan sendiri dalam periode awal pelayanan-Nya di depan publik setelah peristiwa pembaptisan-Nya. Itu berarti selama Ia hidup tahun rahmat Tuhan itu secara kasat mata akan terjadi di dalam diri-Nya.

 

Semua orang yang mendengar pernyataan-Nya itu membenarkan Dia. Mereka takjub akan kata-kata indah penuh kuasa itu. Ini setidaknya mengindikasikan bahwa Yesus sudah banyak menjelaskan kepada mereka banyak hal tentang karya-Nya sebagai pembawa kabar baik. Apa yang tertulis dalam Injil Lukas yang kita baca ini merupakan ringkasan dari apa yang diajarkan Yesus. Lukas rupanya tidak menaruh perhatian pada detail apa yang menjadi ajaran Yesus. Yang lebih ingin ditampilkan adalah efek atau reaksi orang-orang yang mendengar-Nya.

 

Mestinya, sama seperti umat Allah pada zaman Ezra - Nehemia yang menantikan tahun rahmat Tuhan itu, mereka antusias, menyambut dan kemudian bersama-sama membangun kembali tembok Yerusalem. Namun, para pendengar Yesus yang semula mendengarkan dan membenarkan ajaran-Nya itu, kini berbalik menolak. Mereka menolak bukan karena kata-kata dan ajaran Yesus yang penuh rahmat. Ya, mereka menolak karena tahu asal-usul Yesus: anak Yusuf!

 

Penolakan mereka mendorong Yesus berbicara dengan metaphor tabib dan seorang nabi yang ditolak di tempat asalnya serta kisah tentang Elia dan Elisa yang justru diutus oleh Allah kepada orang-orang di luar Israel. Pernyataan tentang nabi yang tidak dihargai di kotanya, di tempat asalnya rupanya menjadi gambaran umum pada zaman itu. Suara kenabian justru memunculkan penolakan dari orang-orang dekat dalam lingkungan sang nabi. Yeremia berkali-kali mengeluh karena justru menjadi tanda perbantahan dan musuh bagi keluarga dan bangsanya sendiri (Yeremia 15:10).  

 

Dua kisah kelam dalam kehidupan Israel diangkat Yesus menjadi contoh konkrit penolakan itu. Elia diutus Allah kepada janda di Sarfat yang bukan orang Israel. Janda inilah yang kemudian mendapat rahmat Allah ketika bencana kelaparan menimpa seluruh negeri. Naaman, orang Siria jelas bukan orang Yahudi, dialah yang disembuhkan Elisa sementara banyak orang Israel yang juga terkena penyakit kusta.

 

Semua yang dikatakan Yesus ini membuat orang-orang Nazaret merasa bahwa merekalah yang dimaksudkan Yesus. Merekalah yang menolak dan tidak akan menerima rahmat Tuhan itu. Maka mereka menghalau Yesus ke luar kota. Mereka membawa-Nya ke tepi gunung untuk melemparkan Dia. Sadis! Lalu apa yang terjadi dengan Yesus? Yesus berjalan begitu saja di tengah-tengah mereka lalu pergi. Mereka tidak dapat menyentuh-Nya! Inilah awal karya pelayanan Yesus di depan publik. Ia mewartakan kabar baik. Ia menyerukan tahun rahmat Tuhan sudah tiba. Ia menawarkan program pelayanan-Nya. Ia dikagumi banyak orang, tetapi kemudian Ia juga ditolak oleh orang-orang sekota-Nya. Namun, semuanya ini tidak dapat menghentikan dan melumpuhkan Yesus. Ia tetap teguh, terus berkarya. Hanya saja, Ia kini harus pergi dari kota kelahiran-Nya dan menyampaikan mewartakan kabar gembira itu kepada mereka yang terbuka hatinya untuk menyambut dan menerima-Nya.

 

Berhadapan dengan kabar sukacita ini, hanya ada dua pilihan: menerima atau menolak. Bisa jadi pada awalnya kita adalah bagian orang-orang yang kagum, terpesona dan menyambut karya Kristus itu. Bisa jadi juga kemudian kita berubah. Kalau dulu orang berubah kemudian menolak dan ingin mencampakkan Yesus hanya ketika mereka tahu asal-usul Yesus, anak Yusuf! Kita juga bisa menjadi orang semacam itu ketika tahu bahwa Yesus tidak selalu mengiyakan apa saja yang menjadi keinginan kita. Kita bisa menolak-Nya ketika tahu bahwa mengikut Yesus itu tidak selalu menyenangkan. 

 

Sebaliknya, ketika kita menyambut-Nya kita akan mengerti bahkan mengalami rahmat Tuhan itu begitu nyata dalam kehidupan kita. Hal ini seperti janda di Sarfat yang menyambut Elia atau Naaman yang akhirnya bersedia menuruti apa yang dikatakan Elisa, lalu penduduk Kapernaum, seperti perempuan Samaria, orang kusta, orang lumpuh, buta, bisu, tuli, perempuan yang berzinah, Zakheus dan masih banyak lagi yang lain. Bagi mereka, jelas Yesus bukan hanya sekedar mewartakan berita sukacita namun sekaligus wujud nyata dari sukacita itu sendiri!

 

Lalu apa yang dilakukan bagi orang-orang yang telah menerima dan mengalami rahmat Tuhan itu? Adakah mereka berdiam diri lalu menikmati rahmat itu sendiriAlkitab banyak menceritakan bahwa orang-orang yang telah menerima rahmat-Nya, mereka tidak tinggal diam. Mereka membagikan rahmat itu dengan berkarya dan menyaksikannya kepada orang lain. Mestinya kita yang telah menerima rahmat-Nya juga berbuat demikian. Apa pun bentuk rahmat Tuhan itu mestinya tidak untuk kenikmatan apalagi kebanggaan diri sendiri, melainkan digunakan juga untuk kepentingan orang lain. Membangun dan mempedulikan orang lain, agar mereka juga bukan saja mendengar warta rahmat Tuhan, melainkan merasakan dan mengalami rahmat itu!

 

 

Jakarta, 20 Januari 2022

 

   

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar