Jumat, 16 April 2021

BERTUMBUH DALAM KRISTUS, BERBUAH DALAM KARYA

Belakangan ini, tepatnya sejak pandemi Covid-19 terjadi, saya lebih intens menekuni hobi berkebun karena banyak jadwal pelayanan dan pertemuan yang ditunda atau dibatalkan. Jadilah WFH work from home. Ada banyak waktu luang di rumah. Untuk menambah wawasan menanam, selain membaca buku dan artikel, saya juga melihat dan mempelajari pengalaman orang lain melalui media-media online dalam menanam dan merawat tanaman sehingga berhasil memetik hasil panennya. Menyenangkan!

 

Tidak ketinggalan sesekali saya bergabung dengan beberapa komunitas “pengangguran” online. Komunitas pengangguran, bukan berarti isinya orang-orang yang tidak punya kerjaan, jadinya nganggur. Bukan. “Pengangguran” dari kata “anggur”, jadi komunitas “pengangguran” adalah orang-orang yang mencintai tanaman anggur. Mereka menanam, membudidayakan, merawat, menikmati proses pertumbuhan dan kemudian tentu saja menikmati hasilnya, yakni memetik buah anggur!

 

Semula saya tidak yakin, anggur bisa ditanam di sini (Jakarta), ternyata setelah menggali dari pelbagai sumber, menanam anggur dapat dibudidayakan di sini. Ada pelbagai varietas dapat tumbuh dengan subur, berbuah lebat dan manis, layaknya seperti yang dijual di super market buah. Namun, untuk pohon anggur bisa menghasilkan buah seperti yang kita inginkan, tentu saja harus melewati pelbagai proses perawatan. Perawatan itu bertambah ketika kita menanam di luar habitat aslinya.

 

Tidak seperti tanaman anggur di Indonesia yang pada umumnya dipakai sebagai tanaman hias atau pemanis halaman rumah atau teras. Di Timur Tengah, Palestina, Israel dan sekitarnya, anggur merupakan tanaman produktif yang dibudidayakan dalam skala industry. Jadi, bicara anggur adalah bicara industri dan investasi yang melibatkan banyak orang. Anggur menjadi tanaman yang sangat umum dijumpai di Kawasan Timur Tengah, maka tidaklah mengherankan jika Yesus menggunakan perumpamaan pohon anggur untuk memudahkan pendengar-Nya mengerti apa yang diajarkan-Nya.

 

Dalam Perjanjian Lama, kebun anggur atau poko anggur sering dipakai untuk kiasan Israel yang sangat diperhatikan oleh Allah tetapi tidak menghasilkan buah yang diharapkan. Ini kita bisa membacanya dalam Hosea 10:1; Yeremia 6:9; Yehezkiel 15; 17:5-19; 19:10-14,dll). Kiasan pohon anggur juga dipakai oleh Yesus untuk menggambarkan diri-Nya dengan ditambah “yang benar”. Dengan begitu, Yesus bersama dengan murid-murid-Nya (yang disebut ranting-rantingnya) ditampilkan sebagai Israel yang benar yang menanggapi dengan positif segala usaha Allah (pemilik kebun anggur) dengan menghasilkan buah.

 

Pengusaha kebun anggur, tentu saja memerintahkan para pegawainya untuk memotong cabang dan ranting yang kebanyakan atau yang mati. Mengapa demikian, ini berguna agar nutrisi yang diserap akar dapat terkonsentrasi dengan baik ke cabang atau ranting yang kuat dan sehat. Saya mempraktikan teori ini. Dalam komunitas “pengangguran” pasti sering dibicarakan bagaimana pohon anggur itu dibentuk. Mula-mula si pengangguran itu akan membiarkan pokok anggur tumbuh (pokok anggur sering disebut batang primer, atau utama) dari pokok itu akan keluar banyak tunas-tunas air. Di sini kita menentukan dari cabang yang banyak itu, hanya diambil 2 atau tiga cabang yang nantinya disebut cabang sekunder. Cabang sekunder dipelihara sampai sebesar jari kelingkin. Dari masing-masing cabang sekunder, kita akan memlih 3, atau 4 cabang lagi, yang kemudian dinamakan cabang tersier. Dari cabang-cabang inilah nantinya kita mengharapkan keluar bunga yang akan menjadi anggur.

 

Dalam proses pembentukan cabang sekunder dan tersier ini, hampir setiap hari kita harus memangkas tunas-tunas air, yakni tunas yang tumbuh di ketiak daun agar pertumbuhan cabang dan ranting yang kita fokuskan untuk mengeluarkan buah dapat tumbuh maksimal karena nutrisi tidak kebuang percuma. Pembersihan ranting dan pembuangan daun-daun tentu bisa jadi penderitaan dan menyakitkan bagi si pohon anggur (saya sering kali tidak tega untuk membuang pucuk dan memangkas daun yang kebanyakan). 

 

Kegiatan ini dalam perumpamaan yang digunakan oleh Tuhan Yesus merupakan kegiatan pemeliharaan Bapa. Di titik ini, kita harus menyadari bahwa pemeliharaan Sang Bapa kadang tidak menyenangkan buat kita. Ia memotong bahkan apa yang sedang kita sukai. Ia menghilangkan kesenangan kita atau bisa jadi orang-orang yang kepadanya kita bergantung. Pada saat itu terjadi, menyakitkan! Namun, andaikan saja kita tahu tujuannya, yakni menghasilkan buah yang berkualitas, tentu kita akan mensyukurinya!

 

Dalam kelanjutannya, fokus pembicaraan bergeser. Dari pemeliharaan yang berupa pemangkasan fokusnya sekarang ke hubungan antara pokok anggur dan ranting-rantingnya (Yohanes 15:4-6). Ini hubungan timbal balik dan vital antara Yesus dan murid-murid-Nya. Karena Yesus tahu dan sudah memberitahukannya juga kepada murid-murid-Nya, bahwa ada murid yang akan menyerahkan dan menyangkal-Nya, maka ajakan untuk tinggal dalam diri-Nya tidaklah berlebihan. Sama seperti ranting yang terlepas dari pokok anggur, tidak dapat berbuah bahkan mati, demikian juga murid-murid tidak dapat berbuah dari diri mereka sendiri. Mereka akan berbuah banyak hanya ketika tinggal bersama dengan Yesus. Hal berbuah bukanlah prestasi sendiri. Tanpa Yesus, mereka tidak menghasilkan apa-apa (Yohanes 15:5).

 

Apa arti “tinggal dalam Yesus”? Kita mengingat kembali dalam Injil Yohanes ketika Yesus memnggil dua murid yang pertama. Calon murid itu bertanya kepada Yesus, “Di mana Engkau tinggal?” Selanjutnya mereka pergi untuk tinggal bersama dengan Yesus. Tinggal atau berada bersama dengan Yesus berarti membuat rumah kita dalam Dia dan membiarkan Yesus membuat rumah-Nya dalam diri kita. Kita merasa kerasan tinggal bersama-sama dengan-Nya. Kita bersama dengan Dia dan tinggal di dalam Dia. Dengan demikian, melakukan perintah Yesus tidak sama seperti tunduk dalam arti militer, melainkan lebih berarti mengikuti kehendak Dia yang kita cintai; menyenangkan hati-Nya, mengerti apa yang Ia kehendaki dari kita. Kita bersama-sama mempunyai satu hati, satu budi, satu roh. Tinggal bersama dengan Yesus ini dapat dialami sebagai persahabatan yang sederhana, tetapi juga dapat dipahami sebagai kasih yang membakar. Dari tinggal bersama seperti inilah, ibarat ranting yang dialiri nutrisi akan menghasilkan buah, yakni karya nyata dari apa yang Yesus kehendaki!

 

Orang Kristen dikatakan ia tinggal di dalam Yesus, bila membiarkan firman-Nya tinggal dalam dirinya, memenuhi budi dan hatinya, dan meresapi tingkah lakunya. Buahnya akan banyak! Bila firman Tuhan tinggal dalam kita, dan kita tinggal dalam Tuhan, hidup kita terus bertumbuh, ibarat pohon anggur kita subur dan berbuah, menghasilkan buah-buah kasih bagi sesama. Hidup kita menjadi kreatif untuk kebaikan bersama. Bukan kreatif untuk memuaskan diri sendiri.

 

Jakarta, Minggu Paska VI 2021

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar