Jumat, 05 Februari 2021

KASIH SETIA ALLAH KEPADA CIPTAAN-NYA

Rolf Dobelli dalam karyanya, “The art of thinking clearly”, salah satu babnya mengulas tentang “bias menyukai” mengisahkan seorang penjual mobil paling sukses di dunia, Joe Girard. Girard memaparkan kiat suksesnya, “Dalam menjual apa pun, tidak ada yang lebih efektif daripada membuat pembeli percaya, sangat percaya, bahwa Anda menyukai dia dan peduli dengan dia.” Girard tidak hanya mengatakan apa yang perlu ditegaskan dengan konsepnya itu. Senjata rahasianya adalah mengirimkan kartu pos setiap bulan kepada pelanggannya. Hanya satu kalimat memberi salam pada mereka: “Saya menyukai Anda!”

 

Bias menyukai (liking bias) justru sangat mudah dipahami, tetapi tetap saja kita (dalam hal ini konsumen) menjadi korbannya. Artinya begini: Semakin kita menyukai seseorang, semakin cenderung kita membeli darinya atau menolong orang tersebut. Tapi pertanyaanya tetap: Apa sebenarnya arti “menyenangkan”? Sudah berapa kali Anda membeli produk karena Anda dianggap begitu berharga? Kita akan merasa orang itu menarik ketika ia menghargai kita. Pujian menghasilkan keajaiban, walau tidak diberikan dengan tulus.

 

Jelaslah ketika Allah menyatakan kasih setia-Nya, Ia mengikat perjanjian dengan Nuh (dalam bacaan pertama), Ia juga menyatakan cinta dan kepedulian kepada manusia, ciptaan-Nya ini bukan seperti Joe Girard yang sedang memasarkan mobilnya. Allah melakukan itu dengan sungguh-sungguh tulus. Sebab Ia sendiri adalah Kasih itu. Dan, ketika Ia menyatakan kasih-Nya kepada manusia dan alam semesta. Mengapa?Karena itu semua adalah ciptaan dan milik-Nya sendiri. Maka tidak mungkin Allah mengasihi dan memberikan terus-menerus kasih setia-Nya dengan pura-pura. Dengan pelbagai cara dari dahulu sampai sekarang Ia terus menyatakan kasih setia-Nya!

 

Yesus Kristus adalah puncak dari ketulusan kasih Allah kepada ciptaan-Nya. Allah memberikan-Nya agar dunia diselamatkan dari dosa. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” Begitu kata Paulus dalam 2 Korintus 5:21. Yesus berada dalam deretan orang berdosa yang menanggapi seruan pertobatan dari Yohanes Pembaptis. Yesus termasuk orang yang dibaptis (dibenamkan) dalam sungai Yordan. Meski Yesus berada dalam deretan orang berdosa yang menyatakan pengakuan dosa dan bertobat. Tetapi Injil Markus tidak menyertakan kalimat “sambil mengaku dosanya”, artinya: Yesus memang dibenamkan, tetapi kemudian langsung keluar dari air tanpa mengucapkan pengakuan dosa sama seperti semua orang lain yang dibaptikan itu.

 

Kalau begitu, apa arti yang terkandung dalam baptisan Yesus? Ini menandakan bahwa melaluinya - peristiwa baptisan itu - Dia menyatu dengan umat, dan menyetujui apa yang diserukan oleh Yohanes, namun sekaligus juga menegaskan dengan Yesus tidak menyatakan pengakuan dosa, menandakan bahwa dari semua orang berdosa, hanya Dia yang tanpa dosa. Kenyataan ini ditegaskan oleh tanda surgawi. Markus menggambarkan dengan jelas sekali peristiwa Yesus melihat langit terkoyak dan Roh turun ke atas diri-Nya seperti burung merpati. Nas Markus ini menyatakan bahwa Yesus melihat semua itu, tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan Yohanes juga melihat kejadian itu dari samping (bnd. Yohanes 1:32-34). Hanya saja Markus ingin menegaskan bahwa adegan itu pertama-tama diarahkan kepada Yesus.

Turunnya Roh mengingatkan kita pada janji para nabi bahwa Roh Allah ada pada Sang Mesias (Yesaya 11:2; 42:1; 61:1). Janji itu menyangkut kelahiran Mesias, tetapi terutama berkaitan dengan pekerjaan yang hendak TUHAN tanggungkan kepada-Nya. Roh itu memprakarsai membebaskan umat manusia dari belenggu dosa, dan dengan maksud itu Dia turun ke atas Mesias, yang menjadi pelaksana pembebas itu. Karena itu turunnya Roh juga berbeda dengan pekerjaan Roh pada saat Yesus diperanakkan, dan di masa kecil-Nya. Roh memberitahukan bahwa kini Allah datang kepada umat-Nya bersama dengan Mesias yang diurapi.

 

Wujud burung merpati melambangkan pekerjaan yang akan dilakukan Yesus melalui Roh. Tidak ada alasan menghubungkan Roh dalam rupa burung merpati ini dengan burung merpatinya Nuh setelah air bah itu reda. Sebab, dalam kisah pembaptisan Yesus, burung merpati itu tidak kembali. Artinya, Roh itu ada bersama-Nya untuk selamanya. Burung merpati itu tidak membawa tanda kehidupan yang baru di bumi (pucuk daun), melainkan diiringi bunyi suara dari surga. Di sini nyatalah bahwa pekerjaan Roh bukan pekerjaan burung buas, melainkan seperti pekerjaan burung merpati: suka membawa damai! Unsur ini sangat sesuai dengan apa yang pernah disuarakan oleh Yesaya (11:6-10; 42:2-7; 61:1). Mesias datang membawa damai! Ia mendamaikan manusia berdosa dengan Allah yang Mahakudus!

 

Ada unsur yang tidak boleh diabaikan dalam nas ini. Burung merpati yang suka damai itu adalah jenis burung yang mendapat tempat, bahkan tempat yang besar, dalam ibadat persembahan kurban dalam Perjanjian Lama. Banyak sekali burung merpati ditangkap di gurun pasir Yudea, kemudian di jual di Yerusalem. Nasib burung itu sama dengan nasib anak domba. Sang Mesias akan menjadi anak domba yang dikurbankan (Yesaya 53:7). Yohanes Pembaptis dalam kesaksiannya menempatkan burung merpati dan anak domba pada satu tingkat atau sejajar (Yohanes 1:29-36). Karena Roh turun dari surga, Allah menunjukkan sebuah sosok dari langit, yakni burung merpati. Kisah lanjutannya memperlihatkan bahwa Roh benar-benar turun ke atas Yesus untuk menjadikan-Nya sebagai kurban bagi umat (langsung sesudah itu, Roh memimpin Yesus ke padang Gurung tempat Dia dicobai oleh Iblis).

 

Turunnya Roh itu bukan penglihatan yang diterima Yesus secara pribadi saja, melainkan kenyataan yang dapat diamati oleh umum. Hal ini terbukti dalam Markus 1:11. Terdengarlah suara dari surga. Suara itu bukan “gema suara surga dalam batin Yesus”, melainkan suara yang terdengar dari atas dan ditujukan kepada Yesus. Orang Yahudi mengira, sesudah para nabi terakhir, Allah hanya memperdengarkan sejenis gemawahyu dalam diri orang-orang tertentu. Tetapi yang terdengar di sungai Yordan bukanlah gema wahyu dalam batin!

 

Dalam peristiwa inilah kita diingatkan kembali akan kasih setia Allah. Ia tidak pernah lupa, tetapi dengan pelbagai cara bahkan merelakan Anak-Nya sendiri menjadi “merpati” dan “anak domba” yang benar-benar dikurbankan untuk menebus dosa manusia. Ia menjadi kurban pendamaian. Itulah kasih setia Allah!

 

Kasih dan kepedulian Allah berbeda dari kasih dan perhatian yang diterapkan oleh Joe Girard dalam mencari keuntungan yang memakai cinta kasih dan kepedulian sebagai alat pancingan mengeruk keuntungan. Kasih setia dan kepedulian Allah adalah kasih setia dan kepedulian otentik, tulus tanpa pamrih, semata-mata untuk kebaikan dari ciptaan-Nya. Dia menanggung risiko, bahwa manusia yang dikasihi-Nya itu akan menolak bahkan menghianati. Namun, jalan itu tetap Ia lakukan.

Buat kita renungkan, jika sedemikian besarnya kasih setia Allah kepada kita, apa yang harusnya kita lakukan? 

 

Jakarta, Minggu Pra Paskah 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar