Kerajaan Allah, atau lazim juga disebut Kerajaan Sorga sering dipahami sebagai realitas yang akan terjadi di masa depan. Kerajaan Sorga lebih sebagai realitas eskatologis (akhir zaman) yang kelak akan tiba ketika Yesus Kristus datang kembali. Tidak diragukan lagi bahwa Kerajaan Sorga memang belum sepenuhnya dinyatakan. Dari ungkapan “Kerajaan Sorga” atau “Kerajaan Allah”, ini menandakan bahwa sebuah kerajaan ada elemen-elemen penting di dalamnya. Kerajaan, berarti: Ada rajanya, ada wilayah kekuasaannya dan ada undang-undang kerajaan. Bila disebut Kerajaan Allah, maka jelaslah yang menjadi Raja adalah Allah sendiri, wilayah kekuasaannya, adalah semesta alam, bumi dan sorga. Sedangkan undang-undangnya tentu saja kehendak Allah yang dapat kita temukan melalui pernyataan firman-Nya.
Memang benar, tidak ada bangsa, atau negara, atau orang yang hidup dalam harmoni total dengan Kerajaan Allah. Ada momen ketika kita berjuang dan berhasil dalam ketaatan kepada Allah dan benar-benar menjalankan prinsip-prinsip Kerajaan Allah. Namun, banyak pula memen-momen ketika kita lebih suka menjalankan cara-cara manusiawi dan nilai-nilai dunia ini. Maka tepatlah apa yang diajarkan Yesus dalam Doa Bapa Kami, “Datanglah Kerajaan-Mu”.
Meskipun demikian tidak berarti bahwa Kerajaan Sorga itu belum datang atau memiliki dimensi kekinian. Atau, orang beranggapan, “Kerajaan Allah itu sudah datang ketika Yesus hadir di dunia ini. Yesus sendiri menyatakannya bahwa ketika Ia mengusir setan sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang (bnd. Lukas 11:20). Namun, bukankah Yesus juga kembali kepada Bapa di Sorga, maka Kerajaan-Nya kembali naik ke Sorga.”
Ingatlah bahwa Yesus tidak pernah berkata, ‘Seluruh pengajaran-Ku tentang Kerajaan Sorga – khususnya yang disampaikan dalam perumpamaan – tidak dapat kamu lakukan. Pengajaran ini adalah soal masa depan ketika kelak Aku datang kembali dalam kemuliaan.” Yesus tidak pernah mengatakan begitu! Walaupun Yesus menyampaikan soal Kerajaan Sorga yang akan datang kelak, namun Dia juga mengajarkan mengenai Kerajaan Sorga dalam bentuk present tense; kekinian! Yesus tidak hanya mengajarkan soal sifat kekinian ini, bahkan pelayanan-Nya pun diberdayakan oleh Kerajaan Allah. Oleh kuasa Kerajaan Allah para murid Yesus dipersiapkan lalu diutus. Oleh Kuasa Kerajaan Allah para murid sanggup mengubah dunia, dan tentunya tidak hanya murid-murid pertama saja, tetapi juga para murid di segala tempat dan abad.
Jadi, setiap murid Yesus mestinya tidak hanya meyakini bahwa Kerajaan Sorga hanya akan terjadi di masa depan, akhir zaman saja. Melainkan kini dan di sini. Kerajaan Sorga hadir pada saat ini dan akan selalu nyata dan berkuasa untuk selamanya. Ya, benar suatu saat nanti Kerajaan Allah akan menjadi penguasa atas segala alam semesta, namun untuk saat in, Kerajaan Sorga harus menguasa diri kita terlebih dahulu, sesuatu yang besar dimulai dari yang kecil bahkan yang tidak terlihat!
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengungkapkan bahwa hal Kerajaan Sorga itu seperti biji sesawi dan ragi (Matius 13:31-33). Benar, mungkin ahli botanikal akan mengatakan bahwa biji sesawi bukanlah biji paling kecil, masih ada biji-biji lain yang lebih kecil. David Stren, seorang Yahudi Kristen mengatakan, “Walaupun Kitab Suci diinspirasikan oleh Allah, janganlah dituntut darinya penjelasan rinci mengenai segala unsur alam. Pera pendengar Yesus saat itu meyakini bahwa biji sesawi itu adalah biji yang terkecil. Allah memanfaatkan bahasa dan pengetahuan mereka untuk menangkap hakekat pengajaran yang sesungguhnya.
Titik perhatian dalam perumpamaan ini adalah mengenai pertumbuhan biji sesawi itu. Yang paling kecil akan tumbuh menjadi yang paling besar. Firman Kerajaan Sorga yang diwartakan oleh Yesus Kristus juga akan mengalami pertumbuhan meskipun harus menghadapi pelbagai penolakkan. Firman itu akan menjadi seperti firman yang diwartakan di dalam Yesaya 55:10-11, “Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya”.
Yesus berbicara Kerajaan Sorga seperti biji sesawi. Proses! Kerajaan Sorga itu bukan perkara sekali jadi yang turun dari langit. Tidak. Kerajaan Sorga melibatkan sedikit orang dan itu pun orang-orang yang sangat sederhana. Jadi, Allah sendiri mempercayakan Kerajaan-Nya hadir di bumi ini melalui orang-orang sederhana. Ia melengkapi dengan kuasa sorgawi supaya – seperti benih yang baik – mereka dapat terus tumbuh dan benar-benar menghadirkan Sorga itu di bumi ini! Hal senada juga disampaikan Yesus melalui perumpamaan tentang ragi. Sedikit ragi sudah dapat mengkamirkan begitu banyak adonan. Selain proses, melalui perumpamaan ini, Yesus menghendaki bahwa murid-murid-Nya yang sedikit dan sederhana itu dapat menghadirkan pengaruh terhadap sesamanya. Ya, tentu saja pengaruh yang baik; pengaruh sorgawi itu.
Hal penting lainnya yang diajarkan Yesus adalah bahwa berbicara Kerajaan Allah itu berbicara tentang nilai. Melalui perumpamaan harta terpendam dan Mutiara yang berharga, Yesus menekankan pentingnya para murid untuk melihat nilai luhur tentang Kerajaan Allah. Dua perumpamaan ini menyajikan suatu paradoks. Di satu pihak Kerajaan Sorga digambarkan sebagai harta berharga terpendam dan mutiara, di lain pihak ada banyak juga yang harus dilepaskan untuk mendapatkan yang berharga itu.
Dari perumpamaan ganda tentang harta dan mutiara sering ditarik kesimpulan bahwa orang harus mengorbankan segala-galanya untuk dapat memiliki Kerajaan Sorga. Tekanan sesungguhnya berbeda dari itu. Perumpamaan ini pertama-tama menyatakan nilai tinggi Kerajaan Sorga yang ibarat harta atau mutiara yang tidak ada bandingnya. Nilai tinggi itulah yang menjelaskan mengapa orang menaruh Kerajaan Sorga itu di atas segala-galanya, lalu orang rela bahkan dengan suka cita melepaskan segala-galanya untuk memperoleh anugerah itu.
Selain Kerajaan Sorga sebagai sebuah proses, pengaruh, kini Yesus menyatakannya sebagai sesuatu yang paling bernilai. Hanya ketika kita memandang perkara Kerajaan Allah adalah hal yang paling berharga dari segala-galanya, maka sesulit apa pun kita akan mau menjalani, terlibat bahkan mewujudkan Kerajaan Sorga itu kini dan di sini. Memang benar, bisa saja orang berpikir tidak mau repot-repot menjadi orang Kristen, yang penting orang lain tahu bahwa saya adalah anggota gereja. Ingatlah, perumpamaan terakhir yang kita baca hari ini mengingatkan kita supaya berhati-hati.
Aneka macam orang bisa masuk ke dalam Kerajaan Sorga, bukan hanya yang miskin dan kaya, tetapi juga yang baik dan yang buruk. Mereka berkumpul di dalam Kerajaan ibarat aneka macam ikan dalam pukat. Ada yang berguna, ada yang nantinya harus dibuang. Selama pukat masih ditarik, nelayan membiarkan itu terjadi. Begitu juga dengan Kerajaan Sorga pada masa sekarang, campuran orang baik dan buruk diterima sebagai kenyataan. Baru ketika pukat sudah penuh, Kerajaan sudah mencapai kepenuhannya. Tuhan sendiri akan memisahkan yang jahat dari yang baik, dan membuangnya ke dalam neraka.
Ketika kita memahami bahwa kita adalah murid-murid Kristus, itu artinya bahwa kita menjadi penerus dan agen-agen perubahan yang telah dirintis oleh Yesus Kristus sendiri. Yesus Kristus kembali kepada Bapa di Sorga bukan berarti Kerajaan-Nya juga naik ke Sorga. Tidak demikian, melainkan Ia memberikan kelengkapan dan kuasa kepada para murid-Nya untuk terus melanjutkan menghadirkan Kerajaan Sorga itu kini dan di sini. Setiap murid Yesus adalah warga Kerajaan Sorga yang siapa berproses, tumbuh Bersama dan memberikan pengaruh yang optimal dalam masyarakat sehingga orang mengenal bahwa kita tidak hanya warga dunia, melainkan warga Kerajaan Sorga yang hadir di dunia ini.
Jakarta, HUT GKI Mabes, 25 Juli 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar