Jumat, 10 Juli 2020

BERSIAP MENABUR

Hari itu Yesus sedang duduk di tepi pantai danau Galilea. Rupanya Yesus lebih suka membangun relasi di luar rumah, di alam terbuka ketimbang dalam ruangan. Di alam terbuka banyak hal bisa menjadi contoh untuk mengajar orang banyak yang datang kepada-Nya. Seperti kebanyakan rabi Yahudi, Yesus mengajar sambil duduk. Orang yang datang kepada-Nya rupanya semakin banyak. Yesus mengambil inisiatif agar pengajaran-Nya di dengar banyak orang, maka Ia menggunakan perahu, bertolak dari pantai dan di atas perahu itulah Ia mengajar.

Yesus mengajar orang banyak itu menggunakan cerita perumpamaan. Perumpamaan yang sangat akrab dengan dunia mereka. Setiap perumpamaan yang dicatat dalam Injil mencerminkan konteks kehidupan yang dialami Yesus sendiri maupun konteks kehidupan yang dialami oleh para menulis Injil. 

Lihatlah, penabur keluar untuk menabur,…” kata Yesus mengawali cerita perumpamaannya. Ya, penabur itu tentu saja seorang petani, ini sangat akrab dengan para pendengar Yesus, sebab mereka rata-rata bekerja sebagai petani. Tidak disebutkan benih apa yang ditabur oleh sang penabur itu. Namun, pastilah itu adalah benih, mungkin gandum atau jelai. Jelai sering ditabur oleh petani miskin. Siapa penabur itu? Tidak disebutkan dan hanya muncul satu kali saja, lalu menghilang dari cerita. Peranannya satu saja dan itu sangat penting: Menabur!

Seorang penabur adalah petani. Petani yang akan menabur benih pasti akan menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. Cermat! Ia akan menyiapkan lahan. Tanah tempat benih akan ditabur itu akan dibersihkan dulu dari tanaman liar, menggemburkannya, memberi pupuk dasar sehingga ketika benih ditaburkan makan sarana – tanah – itu akan menyambut dengan baik. Dampaknya benih akan tumbuh sesuai dengan pengharapan si penabur. Di samping itu, seorang petani akan memilah benih dengan teliti. Hanya benih-benih yang baiklah yang akan ditabur. Sebab, buat apa menabur benih yang kurang baik? Ini tidak akan menghasilkan tanaman berkualitas yang menghasilkan buah yang baik.

Rupanya benih yang ditabur itu tidak jatuh sepenuhnya pada lahan yang sudah disiapkan. Mungkin saja, sesuai dengan kontur tanah di Palestina dan sekitarnya. Di pinggir ladang-ladang bahkan di tengah ladang pun ada jalan setapak untuk orang bisa melintas. Tak jarang juga ada lading dengan bebatuan dan tanah gembur yang tipis. Namun, tampaknya dalam perumpamaan ini bukanlah empat jenis tanah yang menjadi pokok bahasan utama. Yang terpenting dalam perupamaan ini adalah tentang benih. Hal ini menjadi jelas terungkap dalam Matius 13:8, “Sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang serratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.” Jadi perumpamaan ini bertujuan memusatkan perhatian pendengarnya pada benih dan berbagai macam hasilnya seturut tanah, tempat tumbuh benih itu. Tiga kali benih itu gagal tumbuh, tetapi sekali justru menghasilkan buah. Kegagalan sebanyak tiga kali itu terkonpensasi oleh keberhasilan akhir.

Coba kita banyangkan berada pada posisi pendengar perumpamaan Yesus ini. Tiga kali diceritakan bahwa benih itu gagal tumbuh, mungkin saja kita pun berkesan bahwa sia-sialah menabur benih seperti itu. Saya sangat paham kondisi seperti ini. Orang tua saya dulu adalah petani dan rupanya minat menanam juga menurun pada diri saya. Kecewa adalah hal biasa ketika benih yang ditaman jangankan membuahkan hasil, tumbuh pun tidak! Ketika berhasil menanam dan saya mencoba berbagi dengan mereka yang ingin menanam, hanya sedikit saja yang bertahan dan mau mencoba dan mencoba lagi. Umumnya, satu dua kali orang gagal menanam maka berhenti dan menganggap menanam bukanlah talentanya. Sia-sia jika dilanjutkan! 

Namun, apa yang terjadi dalam cerita perumpamaan Yesus ini? Pada akhirnya mereka mendengar kabar gembira sebab hasil akhir di luar dugaan. Tanaman itu ada yang menghasilkan 100, 60, dan 30 kali lipat! Yesus berbicara sesuai dengan perasaan hati para pendengar-Nya. Ia seakan menghimbau, “Biarpun seluruh karya-Ku tampaknya gagal atau sia-sia di mata sejumlah orang (ingat tema Minggu lalu: “Jangan terus menentang”), kalian tidak boleh putus asa; justru sebaliknya, kalian seharusnya percaya bahwa akhir karya-Ku akan menggembirakan. Di sini Yesus mengajak pendengar-Nya bukan fokus pada banyak kegagalan, melainkan hasil akhir yang menggembirakan.

Penabur yang Yesus maksudkan tentu saja pertama-tama adalah diri-Nya yang hadir sebagai firman yang hidup. Selanjutnya, setiap orang percaya yang telah menerima benih yang baik itu iamannya akan tumbuh, lalu berbuah dan ia pun terpanggil untuk menaburkan firman itu. Tentu saja seperti petani yang menabur benih, seorang yang menabur firman Allah juga membutuhkan persiapan yang memadai. Mungkin saja ada orang yang beranggapan bahwa penabur dalam cerita perumpamaan itu menabur dengan sembarangan, asal tebar benih saja makanya ada yang jatuh di berbagai tempat. Kemudian orang beranggapan tidak butuh persiapan yang matang, tabur saja, beritakan saja firman itu nanti Roh Kudus akan menyempurnakannya!

Tentu saja pemahaman seperti ini dapat menyesatkan. Sekali lagi petani akan mengolah tanah, memilih benih dan mempersiapkan dengan baik sesuai musim tanam. Adapun keempat tipe tanah tempat benih tumbuh yang digambarkan Yesus itu sesuai dengan konteks dunia pertanian di Timur Tengah pada waktu itu. Persiapan tidak biasa diabaikan. Mengabaikannya berarti hasil buruk yang akan didapat. Pertumbuhan awal benih itu sangat berpengaruh pada hasil akhirnya nanti. Nah, di sinilah kita perlu kesediaan untuk mempersiapkan memberitakan firman itu dengan sebaik-baiknya.

Mungkin saja di antara kita ada yang berfikir bahwa pemberitaan firman itu adalah tugasnya pendeta atau penginjil, kita sebagai umat hanya pendengar. Jelas tidak demikian! Dalam konteks kita dan apa pun profesi kita, kita terpanggil untuk menceritakan perbuatan Allah yang ajaib di dalam Kristus itu. Maka seharusnyalah kita memandangnya bukan sebagai beban atau melakukannya dengan sembarangan. Maka kita harus memulai dengan serius dan dengan integritas; satunya kata dengan perbuatan!

Nah, jika kita sudah serius. Kita juga sudah punya tekad dan integritas namun di depan kita banyak mengalami tantangan dan hambatan. Bahkan kegagal demi kegagalan sedang menimpa kita. Ingatlah, bahwa nantinya hasil akhir itu akan jauh lebih besar dari pada hambatan atau kegagalan yang sedang kita hadapi saat ini. Jadi, jangan menyerah. Tetap semangat dan terus bekerja di ladang Tuhan. Lihatlah buah-buah pemberitaan Injil di berbagai daerah. Di Tapanuli, misalnya sebelum Nomensen, para pekabar Injil di sana menemui ajalnya. Mereka dibunuh! Namun, setelah itu buah-buah pemberitaan Injil itu begitu nyata. Dalam konteks jemaat kita, tampaknya tidak banyak menghasilkan para petobat baru. Ini ibarat benih yang jatuh di bebatuan atau di pinggir jalan. Namun, percayalah ketika kita melakukan tugas kesaksian itu dengan baik dan benar, kita akan menuai dengan berlimpah. Ada anak, cucu kita yang terus tumbuh menjadi anak-anak Tuhan yang mendatangkan berkat dan memuliakan nama-Nya. Semoga!

Jakarta, 10 Juli 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar