Rabu, 20 Mei 2020

MENYATU DENGAN ALLAH DAN BERKARYA

Dalam pembukaan Injil Yohanes (prolog) dinyatakan tentang Firman yang menjadi manusia (daging). Firman itu masuk ke dalam dunia kita yang penuh dengan konflik antara terang dan gelap. Jelas, Sang Firman itu datang untuk membawa manusia kepada Terang, kepada persekutuan dengan Allah untuk merasakan damai sejahtera dan hidup kekal. Namun, kenyataannya tidak semua manusia menyukai Terang itu. Tidak semua orang merindukan persekutuan dengan Allah. Yesus, Sang Terang itu berhadapan dengan kekuatan dan perlawanan. Banyak yang ingin menyingkirkan-Nya. Mereka menggenggam erat kemapanan dan kekuasaan serta menolak perubahan dan keterbukaan. Namun, meskipun demikian, Yesus terus menyatakan kasih Bapa sampai sehabis-habis-Nya.

Sekarang saatnya hampir tiba, seluruh karya Kristus telah genap. Hanya tinggal selangkah lagi Ia menuju kepada kemuliaan. Sekarang bukan lagi Allah yang turun menjadi manusia (daging), melainkan daging yang akan menuju Sang Bapa; bukan lagi sabda yang menjadi manusia, tetapi manusia yang diubah ke dalam diri Allah. 

Berbeda cara pandang dari ketiga Injil yang lain, Yohanes melihat bahwa kematian dan salib Golgota itu adalah jalan bagi Yesus untuk memuliakan Bapa-Nya sekaligus juga kemuliaan bagi diri-Nya. Salib dalam Injil Yohanes bukanlah sesuatu yang mengerikan, melainkan jalan kembali diri-Nya dengan Sang Bapa. Meskipun demikian bukan berarti Yohanes menganggap ringan penderitaan melalui jalan salib itu. Jelas, salib adalah jalan terjal yang maha berat yang harus dilalui-Nya.

Kita sering berbicara tentang kemuliaan dari sudut pandang keagungan, kemahakuasaan, dan segala macam bentuk-bentuk yang menakjubkan. Namun, pada saat ini saya mengajak kita untuk melihat dari sudut pandang lain. Dalam Yohanes 17:1-2, Yesus mengutarakan dalam doa-Nya agar Bapa memuliakan diri-Nya, supaya Ia juga nanti memuliakan Bapa-Nya. Kemudian dalam ayat selanjutnya (ayat 4 dan 5), Yesus mempersembahkan semua yang dilakukan-Nya sebagai pemenuhan tugas yang diberikan Bapa sendiri kepada-Nya sejak dahulu. Dengan cara inilah Yesus memuliakan Bapa-Nya. Selanjutnya, dari ayat 6-11 kita memahami bahwa Yesus membuat kita mengenal Sang Bapa yang berfirman kepada kita melalui Yesus sendiri.

Selanjutnya, Yesus memohon kepada Bapa untuk tetap mendampingi-Nya pada hari-hari terakhir-Nya. Di sini dapat diartikan bahwa Yesus meminta kekuatan dari Bapa-Nya agar tidak mundur untuk menghadapi kekuatan-kekuatan penolakan dari pihak orang-orang yang didatangi-Nya. Ia memohon agar tidak dibiarkan sendiri ketika diperlakukan dengan buruk, dipersalahkan, dihina, dicerca bahkan dihukum mati dengan cara yang mengerikan. Perhatian Bapa di dalam penderitaan yang mesti dilalui sampai akhir itulah yang diminta Yesus ketika Ia berdoa agar Bapa memuliakan diri-Nya. Jadi, yang dimaksudkan permohonan untuk mempermuliakan diri-Nya bukan berarti Allah Bapa itu serta merta menjadikan Yesus sebagai seorang yang super power, sakti mandra guna sehingga para lawan-Nya berlutut tidak berdaya dan semua orang kemudian menyembah dan mengelu-elukan-Nya. Bukan itu! Kemuliaan yang Yesus inginkan adalah Ia menyelesaikan via dolorosa itu dan Bapa menyertai-Nya. Penyertaan Bapa itu bukan berarti menyingkirkan segala macam penderitaan yang harus dialami-Nya. Ia bahkan sudah berniat untuk menjalani itu semua hingga selesai!

Alih-alih Yesus memohon untuk menyingkirkan penderitaan getir yang bakal dilalui-Nya, malah Ia tidak ingin Sang Bapa tiba-tiba menyuruh para malaikat-Nya untuk datang menolong Anak yang dikasihi-Nya itu yang sedang mendapatkan perlakuan buruk dari dunia yang memusuhi-Nya. Inilah yang digelisahkan Yesus, Ia khawatir Bapa-Nya tak bisa menerima perlakuan keji tadi dan mengirim bala tentara surga meremukkan lawan-lawan-Nya. Hal inilah yang membuat Yesus memohon kepada Bapa agar dibiarkan menjalani semua sampai tuntas. Yesus ingin agar dapat menunjukkan kepada dunia betapa Yang Ilahi tak segan mendekati dunia yang telah menyingkirkan-Nya. Ia bahkan minta kepada Yang Mahakuasa agar membiarkan-Nya menghadapi jerih payah melakukan tugas-Nya. Inilah kemuliaan itu! 

Inilah maksud Yesus ketika memohon kepada Bapa-Nya supaya Bapa memuliakan diri-Nya, membiarkan diri-Nya memperlihatkan kebesaran diri-Nya dalam penderitaan nanti. Ini semua perlu terjadi agar dunia tertebus dari kekuatan-kekuatan jahat. Hal ini pula yang kita fahami, mengapa Yesus selanjutnya tidak memohon agar Bapa menyingkirkan penderitaan dari para murid-Nya, melainkan melindungi agar mereka tetap bertahan. Yesus tahu bahwa hanya dengan jalan itulah para murid-Nya juga nanti mendapatkan kemuliaan. Bukan dibebaskan dari segala kesulitan, tetapi disertai-Nya agar mampu menghadapi pelbagai tantangan!

Yesus Kristus menyatu dengan Bapa-Nya dalam menyatakan karya-Nya bagi dunia ini, yakni karya penyelamatan. Masing-masing memahami tugas dan peran-Nya. Sang Anak menjalani tugasnya sehabis-habisnya sampai selesai, dan tentunya Bapa menyertai. Tidak saling berebut peran. Dengan cara itulah Sang Bapa dan Anak saling memuliakan. Tentunya, Yesus sangat ingin membawa para murid untuk masuk dalam lingkaran karya Allah yang menyelamatkan ini. Ia membawa para murid itu dalam doa. Doa yang sungguh-sungguh agar mereka semua merasakan persekutuan seperti yang Ia alami dengan Bapa-Nya.

Yesus telah melibatkan para murid dalam karya besar-Nya. Ia juga melibatkan Anda dan saya. Menyatu dan terlibat dalam karya Allah tentu saja harus mengenal dan membangun relasi yang baik dengan Allah. Relasi seperti yang diperlihatkan Yesus kepada kita. Relasi yang mengerti peran masing-masing. Ketika kita terlibat dalam karya kasih Allah bukan berarti kita dibebaskan dari masalah atau kesulitan hidup. Mungkin saja kita seolah-olah dibiarkan bergulat sendiri menghadapi persoalan besar. Di sinilah sering kali kita tergoda untuk memohon kepada Allah agar disingkirkan dan dibebaskan dari pelbagai kesulitan. Padahal sangat mungkin, justru dengan kesulitan-kesulitan itu Allah sedang membentuk kita. Ia sedang merancang sebuah kemuliaan buat kita. Lihatlah, orang-orang besar yang kita kenal sekarang atau dalam catatan sejarah. Sebagian besar dari mereka justru besar oleh karena masalah-masalah berat yang harus mereka hadapi. Seorang dokter senior pernah mengatakan, “Mana mungkin sekarang saya dapat menangani penyakit-penyakit yang rumit, andai saja dulu saya tidak pernah diperhadapkan dengan kasus-kasus pelik yang membuat saya berpeluh dan tidak bisa tidur!”

Bisa saja pada saat ini kita juga sedang berhadapan dengan masalah-masalah pelik dan membuat kita gelisah, tidak bisa tidur! Tunggu dulu, jangan menyerah. Jangan buru-buru menyalahkan keadaan atau minta supaya Tuhan mensterilkan jalan hidup kita dari kesulitan. Bisa jadi jalan terjal yang sedang kita lakoni justru akan membuat kita semakin dewasa dan matang. Di situlah kita menghadirkan kesaksian yang sesungguhnya. Dunia akan melihat bahwa murid-murid Tuhan bukanlah orang-orang cengeng yang gampang menyerah, melainkan mereka akan melihat bahwa murid-murid Kristus – sama seperti Sang Guru – adalah orang-orang yang tangguh. Yang terus berkarya sekali pun diperhadapkan pada masalah-masalah yang rumit.

Jakarta, Minggu Paskah VII tahun A 2020


Tidak ada komentar:

Posting Komentar